Dina, seorang janda muda, mencoba bangkit setelah kehilangan suaminya. Pertemuan tak terduga dengan Arga, pria yang juga menyimpan luka masa lalu, perlahan membuka hatinya yang tertutup. Lewat momen-momen manis dan ujian kepercayaan, keduanya menemukan keberanian untuk mencintai lagi. "Janda Muda Memikat Hatiku" adalah kisah tentang cinta kedua yang hadir di saat tak terduga, membuktikan bahwa hati yang terluka pun bisa kembali bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Banggultom Gultom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12: Janji di Bawah Langit Malam
Malam itu, Dina tidak bisa tidur. Kenangan tentang hari yang ia habiskan bersama Arga terus mengalir di pikirannya, seperti film yang diputar ulang tanpa henti. Senyum pria itu, kehangatan sentuhannya, dan kata-kata manis yang ia ucapkan semuanya terasa begitu nyata, begitu tulus.
Dina bangkit dari tempat tidurnya, berjalan ke balkon kecil di kamarnya. Langit malam penuh dengan bintang, dan angin sepoi-sepoi meniupkan aroma bunga dari taman belakang. Dina mendongak, menatap bintang-bintang itu sambil tersenyum tipis.
Tuhan, apakah aku layak mendapatkan kebahagiaan ini? pikirnya.
Tepat saat ia merenung, ponselnya berbunyi. Dina mengambilnya dan melihat nama Arga muncul di layar.
“Halo?” sapanya, suaranya lembut.
“Dina,” suara Arga terdengar rendah, nyaris berbisik. “Apa kau sudah tidur?”
“Belum,” jawab Dina, sedikit terkejut dengan panggilan itu. “Ada apa, Arga?”
“Aku hanya ingin mendengar suaramu,” kata Arga. “Hari ini terasa seperti mimpi, dan aku takut jika aku tidur, aku akan kehilangan semuanya.”
Dina tersenyum, hatinya menghangat. “Aku juga merasa begitu, Arga. Hari ini sangat istimewa.”
“Kalau begitu, maukah kau menemaniku malam ini?” tanya Arga tiba-tiba.
“Malam ini? Maksudmu sekarang?” Dina terkejut, tapi ada rasa penasaran dalam dirinya.
“Ya,” jawab Arga. “Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Tapi hanya jika kau mau.”
Dina berpikir sejenak, lalu berkata, “Baiklah. Tunggu aku di depan rumah.”
---
Tidak butuh yang waktu lama sebelum Dina mendengar suara mesin mobil di depan rumahnya. Ia melirik jam dinding—hampir tengah malam—dan bertanya-tanya apa yang sedang direncanakan Arga. Setelah berpakaian sederhana, ia keluar rumah dan menemukan Arga menunggunya di dalam mobil.
“Dina,” kata Arga sambil tersenyum. “Terima kasih sudah mau menemaniku.”
“Apa yang kau rencanakan malam-malam begini?” tanya Dina, memasang sabuk pengaman.
“Percayalah padaku,” jawab Arga sambil menyalakan mobil. “Kau tidak akan menyesal.”
Mereka melaju melewati jalanan kota yang sepi, menuju arah yang Dina tidak kenali. Cahaya lampu jalan berganti dengan kegelapan pedesaan, dan suasana menjadi semakin hening. Dina mulai merasa sedikit gugup, tapi ia tidak ingin mempertanyakan keputusan Arga.
Setelah sekitar tiga puluh menit, Arga akhirnya berhenti di sebuah tempat terbuka di puncak bukit kecil. Tidak ada orang lain di sana, hanya mereka berdua dan langit malam yang luas.
“Apa ini?” tanya Dina, keluar dari mobil.
Arga membawa sebuah selimut dan termos dari bagasi mobil, lalu menggelar selimut itu di atas rumput. Ia menatap Dina dengan senyum lebar. “Ini adalah tempat di mana aku sering datang untuk berpikir. Dan aku ingin berbagi tempat ini denganmu.”
Mereka duduk di atas selimut, memandangi langit malam yang dipenuhi bintang. Suasana begitu tenang, hanya ada suara angin dan suara serangga malam. Dina merasa hatinya tenang, seolah-olah semua beban yang pernah ia rasakan menghilang begitu saja.
“Aku tidak pernah melihat langit seindah ini,” kata Dina pelan.
“Langitnya memang selalu seperti ini,” jawab Arga. “Tapi mungkin kali ini terasa berbeda karena aku di sini bersamamu.”
Dina menoleh, menatap Arga yang duduk di sampingnya. Wajah pria itu diterangi cahaya bintang, dan matanya bersinar lembut. Dina merasa bahwa Arga bukan hanya pria yang menarik, tapi juga seseorang yang benar-benar peduli padanya.
“Arga,” katanya, suaranya gemetar, “kenapa kau begitu baik padaku? Aku bukan seseorang yang sempurna. Aku punya banyak kekurangan.”
Arga menatapnya dengan serius, lalu menggenggam tangannya. “Dina, aku tidak peduli tentang kekuranganmu. Bagiku, kau adalah seseorang yang luar biasa. Aku melihat sesuatu dalam dirimu yang mungkin tidak kau lihat sendiri. Dan aku ingin menjadi orang yang selalu ada untukmu, dalam suka dan duka.”
Dina merasa matanya berkaca-kaca. Ia tahu bahwa kata-kata Arga tulus, dan itu membuat hatinya bergetar.
“Arga,” katanya, “aku tidak tahu apakah aku pantas mendapatkanmu. Tapi aku akan mencoba menjadi orang yang pantas untukmu.”
Arga tersenyum, lalu meraih wajah Dina dengan kedua tangannya. Ia menatap mata wanita itu dalam-dalam, seolah ingin meyakinkan Dina bahwa setiap kata yang ia ucapkan adalah kebenaran.
“Kau tidak perlu menjadi siapa pun selain dirimu sendiri, Dina. Karena itu sudah cukup bagiku.”
Arga mendekat, dan Dina merasakan kehangatan napasnya di wajahnya. Kali ini, ketika bibir mereka bertemu, ciuman itu lebih lembut, lebih mendalam, dan lebih penuh dengan perasaan. Dina membalas ciuman itu, membiarkan dirinya larut dalam momen yang begitu indah.
---
Setelah beberapa saat, mereka berbaring di atas selimut, memandangi bintang-bintang di atas mereka. Arga membuka termos dan menuangkan cokelat panas ke dalam dua cangkir kecil, lalu memberikannya pada Dina.
“Ini akan menghangatkanmu,” katanya sambil tersenyum.
Dina menerima cangkir itu, merasa bersyukur atas perhatian kecil yang diberikan Arga. Ia menyeruput cokelat panas itu, merasakan kehangatan menyebar di tubuhnya.
“Arga,” katanya, memecah keheningan, “apa kau pernah membayangkan masa depanmu?”
Arga terdiam sejenak, lalu berkata, “Aku sering memikirkan masa depan, tapi sekarang aku merasa bahwa masa depanku lebih jelas. Aku ingin membangun sesuatu yang berarti, tidak hanya untuk diriku sendiri, tapi juga untuk orang-orang yang aku cintai.”
“Dan siapa orang-orang itu?” tanya Dina, penasaran.
Arga menoleh, menatap Dina dengan mata yang penuh kasih. “Salah satunya adalah kau, Dina. Aku ingin kau menjadi bagian dari masa depanku.”
Dina terdiam, merasakan hatinya bergetar. Kata-kata itu begitu sederhana, tapi memiliki makna yang mendalam.
“Kalau begitu,” katanya pelan, “aku akan melakukan yang terbaik untuk menjadi bagian dari masa depanmu, Arga.”
Mereka saling tersenyum, dan dalam diam mereka tahu bahwa malam itu adalah awal dari sesuatu yang lebih besar. Sebuah janji tak terucap telah dibuat di bawah langit malam, sebuah janji bahwa mereka akan saling mendukung dan mencintai, apa pun yang terjadi.
---
Ketika fajar mulai menyingsing, mereka berdua masih berada di bukit itu, menikmati momen terakhir sebelum kembali ke kenyataan. Arga menggenggam tangan Dina saat mereka memandang matahari terbit, dan Dina merasa bahwa ia tidak ingin momen itu berakhir.
“Dina,” kata Arga, “aku tahu bahwa perjalanan kita mungkin tidak akan selalu mudah. Tapi aku ingin kau tahu bahwa aku akan selalu ada untukmu, apa pun yang terjadi.”
Dina menoleh, menatap pria itu dengan mata yang penuh emosi. “Dan aku juga akan selalu ada untukmu, Arga. Kita akan melalui ini bersama.”
Dengan itu, mereka saling tersenyum dan membiarkan kehangatan matahari pagi menyelimuti mereka. Dunia mungkin penuh dengan tantangan, tapi mereka tahu bahwa selama mereka bersama, mereka bisa menghadapi apa pun.