Tampan, mapan dan populer rupanya tidak cukup bagi sebagian perempuan. Vijendra sendiri yang menjadi objek dari ketidak syukuran pacarnya, atau mungkin bisa disebut mantan pacar. Ia memilih mengakhiri semuanya saat mendapati perempuan yang ia kasihi selama 3 tahun lamanya sedang beradu kasih dengan laki-laki lain.
Cantik, berprestasi dan setia juga sepertinya bukan hal besar bagi sebagian laki-laki. Alegria harus merasakan sakitnya diputuskan sepihak tanpa tahu salahnya dimana.
Semesta rupanya punya cara sendiri untuk menyatukan dua makhluk yang menjadi korban ketidak syukuran hingga mereka sepakat untuk menjadi TEMAN BAHAGIA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon firefly99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. Kemarahan Aldric
Setelah menghabiskan waktu beberapa hari di Atlantis, hari ini Alegria bertolak pulang ke Mahalaga. Dua hari yang lalu ia sempat ke bandara dalam rangka mengantar Vajen yang juga sudah kembali ke Nevada.
Alegria pulang sendiri karena ayah dan ibunya masih ada pekerjaan. Ia baru tiba di kediaman Hirawan - yang dihuni oleh Aldric - saat hari sudah begitu sore. "Papi dan mami dari mana?" tanyanya saat melihat Aldric dan Salwa turun dari mobil, nyaris bersamaan dengan dirinya yang turun dari taksi.
"Tadi anterin adik kamu ke TN. " jawab Salwa. "Ayo sayang, masuk. Sudah mau gelap." ajaknya.
Alegria mengangguk. Ia sambil menggandeng tangan Salwa dan juga Aldric. "Aku jadi gak ketemu Rafa, padahal udah rindu berat " katanya.
"Bulan depan kan bisa, nak." ujar Aldric.
"Rafa juga nyari kamu, nak. Tapi mami bilang, kamu sedang ada urusan di Atlantis." beritahu Salwa. "Sana, langsung bersih-bersih. Habis itu baru makan malam." suruhnya lagi pada Alegria.
Alegria lalu berlari kecil menaiki tangga rumah dimana kamarnya berada. Hal itu membuat Aldric menghela napasnya.
"Aku telpon kakak sajalah." kata Aldric. Ia merasa tidak tenang sejak tadi saat melihat kemesraan sepasang muda-mudi di punggung jalan.
"Tunggu sebentar, mas. Tenangkan diri mas dulu." ujar Salwa. Meskipun ia juga sama gregetnya dengan sang suami. "Aku sebenarnya sudah curiga belakangan ini, tapi yah gitu. Anaknya adem gitu, gak banyak omong. Malah lebih sering melamun."
"Kalau gak ingat dia anak sahabatnya kakak, sudah ku tempeleng dianya." ujar Aldric.
"Tenang dulu. Sekarang bersih-bersih yuk, barangkali habis itu perasaan mas sedikit lebih baik." ajak Salwa.
Tadi mereka berdua melihat Argan dan seorang perempuan duduk di salah satu warung pinggir jalan. Sebenarnya Aldric tidak akan semarah itu jika mereka berdua hanya makan. Ya, mereka makan tapi dengan posisi Argan disuapi oleh si perempuan. Perempuan ini juga orang yang ia kenal dan dikenal baik juga oleh Alegria. Hal itulah yang memicu gejolak emosi pada dirinya.
Setelah bersih-bersih, Aldric lekas mengambil ponselnya dan mendial nomor kakaknya, ia sudah tidak bisa menunggu lagi.
"Iya Al?"
"Apa yang kakak sembunyikan dari aku?" tanya Aldric tanpa basa basi.
"Kamu kenapa? Ada masalah apa." heran Ale.
"Ada apa dengan Yaya sebenarnya?"
Ale terdengar menghela napasnya sebelum menjawab, "biasalah anak muda. Jangan terlalu emosi, mungkin ini adalah salah satu jalan untuk Yaya agar menjadi pribadi yang lebih dewasa lagi."
"Gimana gak emosi, tadi aku lihat dengan mata kepalaku sendiri kalau Argan sedang bersama perempuan lain."
Ale tentu saja kaget saat mengetahui ini. Ia kira Argan memutuskan anaknya untuk lebih fokus dalam pendidikannya. "be- benarkah?"
"Benar, kak. Makanya aku sampai telpon kakak, kenapa bisa sampai begini? Atau ini yang bikin Yaya sampai sering melamun?"
"Kejadiannya sebelum Yaya berangkat KKN. Kamu ingat kan waktu Argan mampir ke rumahmu untuk menemui ayahnya Yaya? Itu Argan lakukan sebagai bentuk permohonan maafnya, makanya langsung bicara ke ayahnya Yaya."
"Dan kak Air diam saja?"
"Tidak juga. Beliau bahkan sangat ingin menyusul Yaya keesokan harinya, tapi ditahan oleh Alden. Kakak memberikan pengertian kepada Yaya untuk meresapi setiap situasi yang ia hadapi. Yaya kita juga sudah besar, dek. Ia butuh privasi."
"Baiklah kak"
"Jangan nanya masalah ini lho ke Yaya, kecuali dia sendiri yang mau bercerita. Bisa kan yah? Bilang ke Salwa juga."
"Bisa, kak. Telponnya aku tutup yah, salam untuk semuanya." pamit Aldric sebelum menekan icon telpon merah pada layar ponselnya.
Anaknya kini sudah besar. Bukan lagi bayi mungil yang menggemaskan, bukan lagi gadis kecil yang pandai merajuk namun juga sangat ceria. Alegria nya, kebahagiaannya, kebahagiaan mereka semua. Semoga segala hal-hal baik selalu membersamai gadis kecilnya. Harap Aldric, meskipun hanya dalam benaknya.
"Mami tadi gak sempat masak, makanya delivery order heheh." Salwa nyengir setelah mengatakannya.
Alegria terkekeh melihat raut salah tingkah maminya. Padahal baik dirinya maupun Aldric tidak masalah dengan itu. "Dih, mami. Sekali-kali." ucapnya. "Papi mana?"
"Masih di kamar. Sebentar lagi bergabung kok." jawab Salwa.
Dan benar saja, tidak lama kemudian, Aldric ikut bergabung di ruang makan.
"Makin tampan saja papiku." puji Alegria. Bagaimana tidak, papi nya hanya mengenakan celana pendek selutut dan juga baju kaos, seperti anak muda.
"Harus itu. Yaya mesti membiasakan diri melihat lelaki tampan kayak papi, biar nanti dapat suami yang tampan juga." Aldric menimpali.
Alegria hanya nyengir. Tidak tahu harus menimpali seperti apa. Mungkinkah di masa depan ia masih diberikan kesempatan untuk mengenal laki-laki lain dan akan menjalin kisah lagi seperti sebelumnya? Untuk saat ini, ia masih belum memikirkan nya.
"bilang aamiin dong, nak." ujar Salwa.
"Aamiin." ucap Alegria.
"Cantiknya anak mami." Salwa lalu tersenyum dan mengacak pelan rambut anaknya.
"Mami juga cantik. Cantiiiiik sekaleee."
Setelah makan malam, mereka berpindah ke ruang keluarga. Alegria sendiri sedang sibuk dengan laptopnya, sementara Aldric dan Salwa sibuk makan buah.
"Maret masih lama, gak usah ngebut gitu lah." seloroh Salwa. Ya, sekarang memanglah masih November akhir.
"Masih lamanya juga pasti gak bakalan kerasa, mami. Takutnya kalau gak digarap, bakalan gak selesai-selesai." ujar Alegria. Mulutnya memang berbicara, tapi jari-jari lentiknya begitu lihai menari di atas keyboard.
"Calon wisudawati termuda memang agak beda." puji Aldric.
"Dih, mas. Malah didukung anaknya kerja keras bagai qudha." cibir Salwa.
Aldric tersenyum, lalu mengusap pelan rambut istrinya. Biarlah mereka menjadi penonton setia Alegria saja. Kemarahannya tadi sudah meluap entah kemana hanya karena hal sederhana seperti ini. Alegria memang bukanlah anak kandungnya, tapi Aldric bersyukur gadis kecil itu lahir ke dunia.
Drrrttt drrrtttt drrrtttt
Alegria melirik ponselnya sekilas, ternyata ada pesan yang masuk. Paling operator, pikirnya. Ia lalu kembali fokus pada layar di depannya. Entah kapan ini semua akan berakhir?
Drrrttt drrrtttt drrrtttt
Kening Alegria terlihat bergelombang saat mendengar notifikasi ponselnya. Ia yang baru saja melakukan ritual malam, dengan segera meraih ponselnya.
Kak Vajen : Yaya!!!
Kak Vajen : Dih, gue dicuekin.
Kak Vajen : Belum sampai rumah yah?
Alegria : Udah sampai kok. Tadi lagi ngerjain sesuatu.
Kak Vajen : Syukurlah. U okay?
Alegria: I'm okay, kak. How about you?
Kak Vajen : Okay juga, menantu idaman bunda.
Alegria: Dihh.
Merasa sangat kelelahan dan juga mengantuk, tanpa menunggu lama Alegria sudah memasuki alam mimpi, membuat lelaki di benua lain berpikir keras, mungkinkah terjadi sesuatu pada Alegria?
Mau pantengin terus sampai tamat ahh 😁
Semangat kak bikin ceritanya 🤗 ditunggu sampai happy ending yahh 😘