Setelah Danton Aldian patah hati karena cinta masa kecilnya yang tidak tergapai, dia berusaha membuka hati kepada gadis yang akan dijodohkan dengannya.
Halika gadis yang patah hati karena dengan tiba-tiba diputuskan kekasihnya yang sudah membina hubungan selama dua tahun. Harus mau ketika kedua orang tuanya tiba-tiba menjodohkannya dengan seorang pria abdi negara yang justru sama sekali bukan tipenya.
"Aku tidak mau dijodohkan dengan lelaki abdi negara. Aku lebih baik menikah dengan seorang pengusaha yang penghasilannya besar."
Halika menolak keras perjodohan itu, karena ia pada dasarnya tidak menyukai abdi negara, terlebih orang itu tetangga di komplek perumahan dia tinggal.
Apakah Danton Aldian bisa meluluhkan hati Halika, atau justru sebaliknya dan menyerah? Temukan jawabannya hanya di "Pelabuhan Cinta (Paksa) Sang Letnan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Apatis
Haliza segera menyembunyikan kotak perhiasan itu ke dalam laci meja riasnya. Ia sampai terkejut karena kedatangan Aldian yang tiba-tiba. Sayang sekali, Aldian sudah lebih dulu melihatnya. Ia melihat Haliza memegang kalung emas yang sengaja dibelikannya untuk Haliza.
Aldian masuk kamar masih dengan sikap yang sama. Dingin dan sama sekali tidak menyapa Haliza. Aldian ganti baju begitu saja. Seketika dada bidang yang terbentuk indah itu terekspos begitu saja. Ia sudah tidak malu lagi di depan Haliza, toh Haliza istrinya sendiri.
Dengan gaya cool, Aldian kembali keluar dari kamar setelah mengambil tas ransel yang ia simpan di atas lemari.
Haliza bertanya-tanya mau ke mana Aldian menyiapkan tas ransel? Ujung matanya tetap sibuk mencuri pandang atas gerak-gerik Aldian.
Beberapa saat kemudian, Aldian sudah kembali ke dalam kamar sembari masih membawa tas ranselnya. Aldian langsung menuju lemari, di sana ia sibuk dengan memasukkan beberapa potong baju serta dalamannya.
Aldian menarik nafasnya pelan, dia sampai tidak habis pikir dengan Haliza. Semakin didiamkan justru Haliza semakin tidak ada respon atau tidak peduli. Datang meminta maaf untuk tidak mengulangi sikap yang seperti diperlihatkan di acara Persit kemarin saja, itu tidak ada.
"Sebetulnya hati Haliza itu terbuat dari apa? Makin didiamkan justru dia lebih cuek. Pantas saja dia ditinggalkan kekasihnya. Rupanya sikap introvert seperti yang dia akui itu, memang penyebab kandasnya hubungan dia bersama kekasihnya." Aldian menyimpulkan.
Oleh sebab itu, Aldian punya ide. Dia akan mengerjai Haliza dan membuatnya merasa sedih sampai dia bisa menyadarinya dan meminta maaf padanya.
"Coba aku lihat, sampai di mana dia akan kuat aku diamkan. Kalau dia tetap tidak mau minta maaf, itu artinya sikap egois dan introvertnya memang sudah mendarah daging. Aku jadi tidak yakin, apakah pernikahan ini bisa bertahan lama atau tidak." Sejenak Aldian menghela nafasnya dalam, memikirkan sikap Haliza.
Setelah tas ransel itu penuh dan diisi dengan sebagian barang-barang pentingnya, Aldian segera bergegas menuju pintu kamar sembari berharap Haliza mau menyapa atau bertanya, mau ke mana?
Aldian menyunggingkan senyum hambar, ternyata Haliza memang pribadi yang sulit mengungkapkan perasaannya atau sekedar basa-basi. Tidak ragu lagi, kaki Aldian segera mengayun menuju tangga lalu menuruninya. Tubuhnya tidak lagi menoleh ke belakang.
Kepergian Aldian dari dalam kamar dengan tas ransel yang isinya penuh, tidal luput dari pengawasan Haliza. Sebenarnya ia ingin bertanya, tapi dia tidak berani dan takut, apalagi sikap Aldian yang masih dingin begitu.
"Mau ke mana Mas Aldian, kenapa membawa ransel?" herannya.
Halwa menjadi sedih, Aldian keluar dari kamar tanpa berpamitan pada Haliza, dia pergi begitu saja.
Tiba di bawah, Aldian berpesan pada Bi Kenoh. "Bi, saya ada dinas luar kota dua hari ke depan, jadi tolong hari ini dan besok, bibi nginap di rumah. Kalau merasa sepi, ajak saja suami bibi nginap sekalian. Hitung-hitung nemenin. Saya pamit dulu, ya. Titip istri saya, kalau dia mau pergi, lebih baik cegah atau kalau perlu bibi temani saja," ucap Aldian seraya memberikan uang beberapa lembar pada Bi Kenoh sebagai uang bonus di luar gaji.
Bi Kenoh tersenyum sumringah seraya mengucap terimakasih pada Aldian. Langkah Aldian mendapat tatap dari Bi Kenoh sampai tubuh majikannya itu tidak terlihat lagi.
Aldian kali ini tidak pergi dengan mobilnya, melainkan motor yang baru tadi didapatnya, beli bekas dari salah satu temannya yang sedang butuh uang.
Haliza mendongak, menatap kepergian Aldian dari atas balkon dengan sedih. Ingin dia meminta maaf seperti yang disarankan Hanin, tapi ego dan rasa malu terlanjur menyelimuti dirinya. Akhirnya Haliza hanya bisa menangis dengan tubuh merosot.
Dua hari kemudian, Aldian masih belum kembali. Hal ini membuat Haliza semakin dilanda bingung.
"Aduhhh, aku harus bagaimana? Masa sudah dua hari antara aku dan Mas Aldian tidak ada yang tegur sapa. Apa yang harus aku lakukan? Aku sungguh bingung, lagipula berapa hari Mas Aldian pergi?" Haliza uring-uringan di beranda sembari mondar-mandir ke sana ke mari.
Akhirnya demi mengusir galau, Haliza memutuskan menghubungi Hanin, sang mbak semata wayang untuk mencurahkan isi hatinya. Lagi-lagi Hanin masih setia memberi saran-saran seperti kemarin.
"Kamu sudah mencoba minta maaf terkait sikap kamu saat di acara Persit hari itu?" singgung Hanin. Haliza hanya menggeleng, sayang gelengannya tidak bisa dilihat Hanin.
"Za, kamu sudah mencoba minta maaf belum? Sudah mbak bilang tempo hari, kamu turunkan egomu dan segera minta maaf. Kamu harus mencoba rubah pola pikir kamu. Saat ini kamu sangat membenci hal yang berkaitan dengan tentara, tapi jangan salahkan jika nanti justru kamu sendiri yang terjebak dalam perasaan bencimu menjadi sebuah cinta," tandas Hanin mengakhiri sambungan telponnya dengan Haliza.
Setelah berpikir panjang dan menimbang-nimbang, pada akhirnya Haliza akan mengikuti saran Hanin mbaknya. Haliza meraih Hp nya lalu mengetikkan sesuatu di pesan WA dengan tujuan Aldian. Gerakan tangannya terlihat bergetar. Dengan perlahan Haliza mulai mengetikkan sesuatu, beberapa kata lagi pesan itu akan ia kirimkan. Baru saja titik dan tinggal kirim, tiba-tiba secara tidak disadari Haliza, orang yang dimaksud sudah berdiri menatap sekilas pada Haliza, lalu segera melangkah menuju kamar.
"Mas Aldian, Mas!" Spontan Haliza berpekik lalu bangkit dan berusaha menyusul Aldian ke kamar.
Di dalam kamar suasana berubah horor. Aldian membalikan tubuh ketika menyadari pintu kamar sudah ada yang membuka. Tubuh Haliza menyembul lalu masuk, wajahnya menatap sekilas wajah Aldian lalu buru-buru menunduk.
"Pantas saja kamu ditinggalkan mantan pacar kamu begitu saja tanpa alasan yang jelas, karena sepertinya tidak kuat menghadapi sikap kamu yang terlalu introvert dan terkesan apatis. Kamu tahu apa itu apatis, yaitu sikap yang tidak mau peduli apapun itu. Dan biasanya sikap seperti itu, jika dia sedang menjalin hubungan sama seseorang, maka hubungan itu dipastikan kandas dan tidak akan bisa bertahan lama. Karena dia tidak akan betah berdiam diri di samping orang yang memiliki sikap apatis. Aku juga tidak bisa jamin kalau hubungan kita ini bisa bertahan lama jika sikap kamu seperti ini dipelihara," tandas Aldian sembari berlari menuju balkon.
Haliza tercengang mendengar semua ucapan Aldian yang panjang bak kereta, ia seakan tersindir atau bahkan tertampar. Pertama tentang hubungannya dengan Ardian yang kandas, Ardian pergi begitu saja tanpa sebab dan tidak memberi alasan yang jelas. Dan yang kedua, Aldian seakan menyiratkan bahwa hubungan rumah tangga ini tidak akan bertahan lama jika sikap Haliza apatis seperti apa yang dikatakan Aldian barusan.
"Tidakkkk. Aku tidak mau. Aku tidak mau hubunganku yang ini kandas begitu saja. Aku tidak mau, Mas," jeritnya. Sayang Aldian sepertinya tidak mendengar jeritan Haliza, karena daun telinganya ia tutupi dengan earphone besar untuk mendengarkan musik.