Raka adalah seorang pemuda biasa yang bermimpi menemukan arti hidup dan cinta sejati. Namun, perjalanan hidupnya berbelok saat ia bertemu dengan sebuah dunia tersembunyi di balik mitos dan legenda di Indonesia. Di sebuah perjalanan ke sebuah desa terpencil di lereng gunung, ia bertemu dengan Amara, perempuan misterius dengan mata yang seakan memiliki segudang rahasia.
Di balik keindahan alam yang memukau, Raka menyadari bahwa dirinya telah terperangkap dalam konflik antara dunia nyata dan kekuatan supranatural yang melingkupi legenda Indonesia—tentang kekuatan harta karun kuno, jimat, serta takhayul yang selama ini dianggap mitos.
Dalam perjalanan ini, Raka harus menghadapi berbagai rintangan, termasuk rasa cintanya yang tumbuh untuk Amara, sembari berjuang mengungkap kebenaran yang tersembunyi di balik cerita rakyat dan keajaiban yang mengikat mereka berdua. Akan tetapi, tidak semua yang bersembunyi bisa dipercaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ihsan Fadil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28: Kekuatan yang Mulai Membangkitkan Bahaya
Artefak kuno itu bersinar lembut di tangan Amara. Ukiran rumit di permukaannya mengeluarkan cahaya keemasan yang berdenyut, seolah-olah bernapas. Meskipun telah melalui ujian yang melelahkan, ketiganya merasa bahwa bahaya sejati baru saja dimulai.
"Aku bisa merasakan sesuatu yang berbeda," kata Raka, menatap artefak dengan waspada. "Seolah-olah... sesuatu telah terbangun."
Arjuna menyarungkan pedangnya, matanya terus mengawasi sekeliling. "Jika itu benar, maka kita harus segera pergi dari sini. Pulau ini sudah cukup membuatku gelisah."
Amara mengangguk, tapi tatapannya tetap terpaku pada artefak di tangannya. Ada sesuatu yang aneh, perasaan seolah-olah benda itu sedang berbicara padanya. Namun, sebelum ia bisa mengungkapkan apa yang ia rasakan, suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari dalam hutan.
"Apa itu?" tanya Arjuna dengan suara tegang.
Raka menunjuk ke arah langit yang mulai berubah. "Lihat!"
Langit yang sebelumnya biru keemasan kini menjadi gelap, diselimuti awan hitam yang bergerak cepat. Petir menyambar dari satu titik ke titik lain, dan angin kencang mulai bertiup, membawa aroma yang tidak asing—seperti bau logam dan tanah yang terbakar.
“Pulau ini tidak ingin kita pergi dengan mudah,” gumam Amara.
Tanda-Tanda Bahaya
Mereka berlari meninggalkan lingkaran batu, kembali ke pantai tempat mereka mendaratkan perahu. Namun, jalannya terasa lebih sulit dari sebelumnya. Akar-akar pohon tampak hidup, menjalar untuk menghalangi langkah mereka. Suara-suara hutan yang sebelumnya aneh kini berubah menjadi jeritan-jeritan mengerikan, seperti tangisan jiwa-jiwa terperangkap.
“Ini bukan alam biasa,” kata Raka sambil mengayunkan parang untuk memotong akar-akar yang menghalangi jalan mereka. “Artefak itu mungkin telah membangunkan sesuatu yang seharusnya tetap tertidur.”
Amara berhenti sejenak, melihat cahaya artefak yang semakin terang. “Aku rasa... ini bukan hanya masalah membangunkan sesuatu. Artefak ini seperti magnet, menarik energi negatif di sekitarnya.”
“Kalau begitu, kita harus menonaktifkannya,” saran Arjuna. “Apa pun caranya, kita tidak bisa membawanya dalam kondisi seperti ini.”
Amara menggeleng. “Tidak semudah itu. Artefak ini sudah menyatu dengan energi tempat ini. Kalau kita menghancurkannya sekarang, kita bisa menciptakan kehancuran yang lebih besar.”
Percakapan mereka terhenti ketika suara gemuruh kembali terdengar, kali ini lebih keras. Dari arah hutan, muncul makhluk besar dengan tubuh seperti batu yang menyala. Matanya bersinar merah, dan setiap langkahnya membuat tanah bergetar.
“Apa itu?” tanya Arjuna dengan suara tercekat.
“Sepertinya itu adalah Penjaga Pulau,” jawab Amara. “Dan dia tidak senang kita membawa artefak ini.”
Pertempuran di Pantai
Makhluk itu melangkah mendekat, mengangkat tangannya yang besar, siap menghantam mereka. Arjuna dengan cepat maju, mengayunkan pedangnya ke arah makhluk itu, tetapi pedang itu memantul seperti menghantam baja.
“Tidak ada gunanya! Makhluk ini terlalu kuat!” teriak Raka sambil menarik Arjuna mundur.
“Amara, apa kita bisa menggunakan artefak itu?” tanya Raka dengan nada mendesak.
Amara memandang artefak di tangannya. Cahaya yang dipancarkannya semakin terang, hampir menyilaukan. “Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau aku menggunakannya. Tapi kita tidak punya pilihan lain.”
Amara memusatkan pikirannya pada artefak itu, mencoba berkomunikasi dengan energi yang ada di dalamnya. Tiba-tiba, dia merasakan aliran kekuatan mengalir melalui tubuhnya, seolah-olah artefak itu merespons niatnya.
“Amara, cepat!” teriak Arjuna, ketika makhluk itu semakin mendekat.
Dengan gemetar, Amara mengangkat artefak itu ke atas, dan cahaya keemasan memancar dari dalamnya, melingkupi makhluk tersebut. Makhluk itu berhenti, tampak kebingungan, sebelum mengeluarkan raungan yang mengguncang langit.
Namun, bukannya hancur, makhluk itu tampak semakin besar, tubuhnya menyala lebih terang. “Tidak mungkin...” gumam Amara. “Kekuatan artefak ini justru memperkuatnya.”
Pelarian yang Putus Asa
“Ini tidak akan berhasil! Kita harus pergi!” teriak Raka, menarik Amara yang masih terpaku di tempatnya.
Mereka berlari ke pantai dengan makhluk itu mengejar di belakang mereka. Setiap langkah makhluk itu meninggalkan bekas terbakar di tanah, dan suara jeritan aneh terus terdengar di udara.
Ketika mereka akhirnya mencapai perahu, Raka dengan cepat mendayung keluar ke laut. Namun, makhluk itu tidak berhenti. Ia berdiri di tepi pantai, mengangkat tangannya, dan menciptakan gelombang besar yang menghantam perahu mereka.
“Kita tidak akan selamat kalau seperti ini!” teriak Arjuna.
Amara memegang artefak itu erat, mencoba memikirkan cara untuk menghentikan makhluk itu. Tapi sebelum dia bisa berbuat apa-apa, gelombang lain menghantam perahu mereka, membuat mereka terlempar ke air.
Penglihatan Amara
Saat tubuh Amara tenggelam ke dalam air, dunia di sekitarnya berubah. Dia tidak lagi berada di laut, tetapi di sebuah tempat yang aneh—padang luas dengan langit yang dipenuhi bintang-bintang. Di tengah padang itu, seorang wanita berdiri, mengenakan pakaian kuno dengan mahkota kecil di kepalanya.
“Siapa... kau?” tanya Amara, suaranya menggema di tempat itu.
“Aku adalah penjaga asli artefak ini,” jawab wanita itu. “Kau telah membangkitkan kekuatannya, tetapi kau belum memahami bahaya yang dibawanya.”
“Aku tidak bermaksud membangkitkan apa pun,” kata Amara. “Aku hanya ingin melindungi dunia.”
Wanita itu tersenyum tipis. “Niatmu mulia, tetapi niat saja tidak cukup. Artefak ini bukan hanya alat pelindung; ia juga alat penghancur. Jika kau tidak mengendalikannya, ia akan menghancurkanmu dan dunia di sekitarmu.”
“Apa yang harus aku lakukan?” tanya Amara.
“Kau harus belajar menyatu dengan kekuatannya, tetapi itu membutuhkan pengorbanan. Kau harus siap kehilangan sesuatu yang berharga bagimu.”
Amara terdiam, tapi akhirnya mengangguk. “Jika itu yang diperlukan, aku akan melakukannya.”
Bangkit dari Air
Ketika Amara membuka matanya, dia kembali berada di laut. Raka dan Arjuna membantunya naik ke atas perahu yang terombang-ambing.
“Kau baik-baik saja?” tanya Raka dengan cemas.
Amara mengangguk, meskipun tubuhnya gemetar. “Aku tahu apa yang harus kita lakukan.”
Dia mengangkat artefak itu sekali lagi, tetapi kali ini, dia memusatkan seluruh energi dan niatnya ke dalam benda tersebut. Cahaya keemasan kembali muncul, tetapi kini lebih terkendali, membentuk lingkaran pelindung di sekitar mereka.
Makhluk besar di pantai itu mengaum, tetapi tidak bisa mendekat. Cahaya dari artefak itu tampak menahannya, mencegahnya keluar dari pulau.
“Kita berhasil!” seru Arjuna.
“Belum,” kata Amara. “Ini hanya sementara. Kita harus menemukan cara untuk benar-benar mengunci kekuatan ini sebelum ia menghancurkan segalanya.”
Mereka terus mendayung menjauh dari pulau, meninggalkan makhluk besar itu yang masih mengaum di kejauhan. Namun, Amara tahu bahwa ini hanya awal dari bahaya yang lebih besar.
Di kejauhan, awan hitam masih menggumpal di atas pulau, seolah-olah menandakan bahwa kekuatan yang mereka bangkitkan belum selesai. Apa pun yang terjadi, mereka harus menemukan cara untuk mengendalikan kekuatan artefak itu sebelum terlambat.