Dominica Sophia Raviola Dexter, gadis cantik berusia 16 tahun itu merasa hidupnya tidak tenang karena selalu dipertemukan oleh seorang pria bernama Alexander Kai Devinter, pria yang berusia 12 tahun jauh di atas dirinya.
Alexander Kai Devinter, laki-laki berusia 28 tahun, pria single yang dingin dan menutup hati setelah kepergian sang kekasih, hingga orang tuanya nyaris kehilangan harapan memiliki menantu, mulai bangkit kembali dan mulai mengejar gadis yang membuatnya jatuh hati. Setelah pertemuan malam hari di sebuah pesta itu.
Bagai terikat sebuah benang takdir, keduanya selalu dipertemukan secara tidak sengaja.
Akankah Sophia menerima takdir cintanya, atau justru membuat takdir cintanya sendiri?
Don't Boom like!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Claudia Diaz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bekal Makan Siang Spesial - Richard Kembali Sadar
Pagi mulai menyapa dinginnya udara pagi yang menusuk tulang, bahkan matahari belum terbangun dari tidurnya. Namun, Soya, gadis itu sudah terbangun dari tidurnya terlebih dahulu. Ia bahkan sudah mandi, tetapi masih mengenakan baju handuk, yang membungkus tubuh molek dengan kulitnya yang putih, seputih susu.
Kaki jenjangnya ia langkahkan menuju lift dan masuk ke dalamnya, kemudian turun menuju lantai di mana dapur berada. Entahlah, angin apa yang tiba-tiba merasukinya. Yang jelas, hari ini ia sangat ingin membuat sarapan dan bekal untuk dirinya sendiri dan untuk seseorang.
Ia berselancar, mencari menu sarapan dan makan siang di internet. Senyum cantiknya terbit di wajah jelitanya.
Lalu ia menyiapkan bahan-bahan dan tangannya dengan lihai mengolah bahan adonan untuk menjadi sebuah menu bekal makan siang. Ia terlarut dalam kesibukannya membuatkan bekal dan sarapan. Sambil menunggu rotinya siap, Soya menyiapkan isian berupa daging, selada, bawang bombai, timun, tomat, dan keju. Sebelumnya, ia sudah memasak dan mencetak adonan daging terlebih dahulu setelah menggilingnya.
Beberapa menit telah terlewati, Soya sudah mengeluarkan roti berbentuk beruang dari panggangan dan mendinginkannya sebentar. Begitupun dengan dagingnya yang sudah matang dan mengeluarkan aroma yang membuat perut bergetar.
Sambil menunggu semuanya dingin, ia memasak bekal lainnya hingga semuanya siap, juga sarapan untuk keluarganya.
Hingga matahari sudah menampakkan diri meski masih belum bersinar terang, Soya sudah menyelesaikan semuanya. Beberapa pelayan bahkan tampak terkejut melihat beberapa hidangan dan sebuah kotak berisi beberapa bekal makan siang sudah siap.
“Selamat pagi," sapa Soya pada para pelayan yang terlihat membeku.
“Pa ... pagi, Nona. Ah, maafkan kami," jawab para pelayan.
Soya menatap para pelayannya, “Kenapa kalian membeku begitu? Aku ini bukan hantu!"
“Maafkan kami, Nona. Kami hanya terkejut, karena meja makan sudah siap sepagi ini apalagi yang masak adalah Nona sendiri," jelas kepala pelayan.
“Mood-ku sedang baik hati ini. Jadi aku yang mengerjakan semua ini. Oh, iya, aku akan ganti dahulu. Kalian tolong bersihkan dapur, ya!" pinta Soya dan melangkahkan meninggalkan para pelayan dan menuju ke kamar.
Soya mengenakan seragamnya dan merapikan rambutnya. Hari ini rambutnya dicepol dengan menyisakan anak rambut yang dibiarkan tergerai, membuat penampilannya terlihat manis.
“Sempurna. Hah ... aku memang terlihat sangat menakjubkan, ternyata. Ha-ha-ha ...," Soya tertawa di depan cermin saat mematut diri.
Tak lupa ia menulis sebuah sticky note yang nanti ia tempelkan pada kotak bekal untuk seseorang.
“Nah, sudah selesai. Sesungguhnya ini sangat merepotkan dan menambah pekerjaanku," gumam Soya, tangannya meraih tas dan turun ke bawah dan bergabung dengan keluarganya untuk makan siang.
“Selamat malam," sapa Soya.
“Duhai kekasih," sahut Lulu.
“Berdendang terus, ayo cepat makan!" sela Zizi.
Soya bergabung dan duduk dengan nyaman. Mereka pun makan dengan tenang. Sampai akhirnya suara Zizi menginterupsi, “Honey, tidak biasanya kau membuat bekal?"
“Hari ini Soya sedang ingin membawa bekal untuk Soya sendiri dan teman-teman Soya, saja," Soya menjawab, tangannya meraih gelas minum dan meneguk air dalam gelas hingga tandas.
“Oh iya, kemarin ada bingkisan untukmu. Kau sudah menerimanya?" tanya Zizi.
Soya mengangguk, “Iya, aku sudah menerimanya, isinya dua Boneka Pinguin dan snow globe."
“Natal masih lama tapi sudah cicil snow globe, romantis sekali," Lulu menyahut.
“Apa itu dari kekasih barumu, Honey. Kenapa Daddy tidak tahu?" Kevin bertanya dengan pandangan menyelidik.
Soya menatap daddy-nya dan mulai merengek, “Daddy, Daddy, kan tahu Soya baru saja putus dengan Richard. Sekarang Soya tidak punya pacar!"
“Bukan tidak, tapi belum. Mungkin ini cara orang itu agar Bayi Pinguin ini mau menerima perasaannya, Dad," ujar Lulu, “seperti rapat kemarin, ia berusaha tampil meyakinkan, bukan? Mungkin itu termasuk upayanya agar mendapatkan nilai plus dari Daddy juga. Agar Daddy memberikan lampu hijau."
“Hmm ... bisa jadi begitu. Pemikiran yang bagus," Zizi menyetujui pendapat putri sulungnya.
“Kalian tahu siapa pengirimnya?" tanya Soya heran, tetapi dalam hati Soya sudah merasa cemas.
Kevin tersenyum misterius, “Kami tidak tahu, tapi kami hanya menebak. Dan Daddy sudah memiliki satu nama yang terlintas dalam pikiran Daddy."
Sial! Jika sudah begini Soya sudah tidak mampu berbuat banyak. Sebagai putrinya, Soya juga tak dapat memungkiri, bahwa insting daddy-nya begitu tajam.
“Iya, dia mengirim sesuatu. Sebagai permintaan maaf. Karena menghukum Soya terlalu keras kemarin, sebenarnya Soya juga salah karena Soya terlambat ke sekolah kemarin, lalu Soya harus menjalankan hukuman lari keliling lapangan hingga jam istirahat. Soya memang berhasil melakukannya, tapi Dokter Francis bilang Soya pingsan karena gerd Soya kambuh," Soya menghela napas sejenak, “mungkin dia merasa bersalah dan bingkisan itu sebagai bentuk permintaan maaf."
Untuk itukah kau membuatkan bekal sebagai rasa terima kasih juga?" tanya Kevin lagi pada putri bungsunya.
“Berhentilah membacaku, jika Daddy sudah tahu jawabannya, Dad!" Soya memekik.
Kevin terkikik. Sungguh, putri bungsunya itu sungguh lucu jika bibirnya sudah mencebik manja seperti itu, “Kenapa kau sangat membencinya. Dia belum pernah terlibat peristiwa yang tidak-tidak dengan putri kesayangan Daddy, kan?"
“Ti ... tidak kok. Ya, Daddy, kan lihat sendiri katanya waktu itu hanya mengantar Soya saat Soya tidak sengaja mabuk," Soya menjawab, matanya bergerak gelisah.
“Dia tak mencuri apa pun dari putri bungsu kesayangan Daddy, kan?" tuntut Kevin lagi.
“Dad, Soya berangkat sekolah dulu. Soya berangkat dengan supir hari ini. Love you, Dad. Dadah!" Soya buru-buru berangkat sekolah setelah mencium pipi sang ayah, ia bahkan lupa dengan ciuman ibu dan kakaknya.
“Seharusnya Daddy tidak menggodanya," ujar Lulu.
“Daddy tak menyangka, ia sudah dewasa dengan cepat. Padahal rasanya baru kemarin dia minta diajari naik sepeda, tetapi sekarang ia sudah mengenal apa itu cinta," Kevin sedikit menerawang saat bicara.
Zizi tersenyum, “Sebenarnya Daddy kalian belum begitu rela melihat putrinya beranjak dewasa, apalagi kau yang sebentar lagi dipersunting oleh Stephen. Karena cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya. Daddy-mu belum, rela jika posisinya tergeser dengan lelaki lain."
“Lulu dan Soya tidak akan meninggalkan Daddy, meski kami sudah memiliki pasangan masing-masing. Daddy tidak perlu cemas," ujar Lulu menenangkan ayahnya.
Begitulah Kevin, walaupun tampak dingin dan garang diluar, tetapi perihal anak dan keluarga, dia berubah menjadi sosok yang lembut, penyayang dan tidak tega.
Lain halnya dengan Soya yang sudah sampai di sekolah meski hari masih pagi dan sekolah masih kosong. Hanya ada penjaga sekolah dan juga tukang kebun yang sedang membersihkan lapangan.
“Untung masih sepi," gumam Soya sambil berjalan menuju Ruang Guru dengan membawa kotak bekal beserta minumannya.
Matanya menelisik mencari-cari papan nama guru di setiap meja, berharap menemukan meja guru yang ia tuju sebelum orang lain memergokinya. Seulas senyum terbit manakala netranya menemukan meja guru yang ia cari. Dengan langkah hati-hati, ia mendekati meja itu dan menaruh kotak bekal beserta minumannya di sana. Sebelumnya, pada saat di mobil tadi, Soya menempelkan sebuah sticky note yang ia tulis pada kotak bekal tersebut.
Usai meletakkan barang, Soya melangkah keluar dari Ruang Guru menuju kelasnya.
Jarum jam terus berjalan, Kai sudah datang, ia meletakkan tasnya di kursi. Ekor matanya melirik sesuatu yang menarik atensi.
“Bekal? ... siapa yang meletakkannya di sini?" gumam Kai. Tangannya dengan cepat meraih kotak bekal bergambar beruang cokelat. Tak lupa membaca sticky note yang tertempel di sana.
Oi, Cu Pat Kai! Aku tak tahu apa yang harus kutulis di kertas ini. Akan tetapi, selamat kau telah membuatku repot di pagi hari Paman Jelek, karena hadiah yang kau kirim untukku.
Jujur saja, aku tidak menyukai yang namanya utang budi. Apalagi itu dari seseorang sepertimu. Hingga aku harus repot-repot di pagi hari dengan membuatkan bekal makan siang untukmu!
Omong-omong terima kasih untuk hadiahnya dan jangan lupa kau harus menghabiskan bekal makan siangnya, atau jika tidak, aku akan melempar rudal balistik nuklir ke rumahmu, ingat itu!
^^^Dari muridmu^^^
^^^Si Bintang Sekolah yang cantik jelita.^^^
Kai terkekeh geli, “Gadis Nakal sialan! tetapi ini sangat manis, kau semakin ingin kudapatkan, Sophia."
Detik demi detik telah terlewati, ilmu dari berbagai mata pelajaran yang diberikan oleh guru sudah mereka serap dengan baik.
Kini saatnya waktu istirahat pun dimulai, sebagian dari para murid berlarian berlomba-lomba memesan makanan guna mengisi perut mereka yang sudah meronta-ronta minta diisi sedari tadi.
Namun, tidak dengan Soya dan kedua sahabatnya, mereka lebih memilih makan bekal makan siang yang dibawakan oleh gadis itu.
“Akhirnya setelah sekian purnama berlalu, kita bisa menikmati masakan gadis paling malas sedunia ini lagi!" pekik Jayden kegirangan yang didukung oleh anggukan Bruzetta. Sementara Soya hanya melempar tatapan membunuhnya pada dua sahabatnya itu.
“Kali ini apa yang kau bawa?" tanya Bruzetta penasaran.
“Tentu saja makanan empat sehat, lima gratisan!" jawab Soya sambil mengeluarkan kotak bekal dan memberikannya pada Jayden dan Bruzetta. “Ini untukmu dan ini untuk Jayden."
Dengan semangat mereka membuka kotak bekal pemberian gadis bermata bulat tersebut.
“Wow, karakter anjingnya sangat imut!" pekik Bruzetta merasa gemas. Sementara Jayden hanya menatap malas dengan bibir yang mencebik.
“Soya, aku bukan bayi lagi! Kenapa kau membawakan karakter domba?" protesnya.
“Yang penting itu rasanya. Dan yang lebih penting lagi, kau mendapatkan bekal makan siang secara cuma-cuma. Jadi, jangan banyak protes!" sentak Soya. Sementara ia sendiri, makan bekal dengan karakter pinguin.
Mereka menyantap makan siang diselingi obrolan ringan.
Lain halnya dengan Kai yang sedikit tergemap saat melihat bekal yang ia dapatkan dari calon kekasihnya itu.
Sebuah burger berbentuk beruang lucu yang ditata dengan sangat rapi. Lagi-lagi mengundang dengusan geli dari pria itu.
“Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membuat ini?" gumamnya merasa heran. Wangi aroma burger menggelitik indera penciumannya, membuat perutnya meronta-ronta supaya Kai mendaratkan burger itu di dalam sana.
Ia meraih burger tersebut dan menyantapnya. Matanya membola saat burger tersebut menyapa indera pengecap miliknya.
“Wah, tak kusangka ia pandai memasak. Bagaimana mungkin ada burger buatan rumah seenak ini. Rasanya pun tak kalah lezat dengan burger yang ada di restoran!" Kai berucap takjub.
Ia bahkan menyantap burger itu dengan lahap. Hingga suapan terakhir. Setelahnya, Kai meraih minuman pemberian Soya. Rasa lezat dari cokelat yang memanjakan lidah membuat Kai menikmati setiap teguknya.
“Benar-benar calon istri idaman," gumam Kai.
“Selamat siang, Pak Kai," sapa guru wanita membuat lamunan Kai terpecah, ia menolehkan kepalanya dan melihat guru wanita yang sangat kemayu itu berjalan ke arah mejanya.
“Ya?" jawab Kai dengan nada suara yang sangat-sangat datar.
“Mau makan ber ...." ucapan guru wanita tersebut terputus oleh penolakan tegas dari Kai, “tidak, saya tidak lapar. Terima kasih atas tawaran Anda."
Mendengar penolakan tegas dari Kai membuat nyali guru itu menciut dan rasa malu mulai merayap ke hatinya membuat pipinya memerah seakan terbakar rasa panas yang tidak menyenangkan.
Tak ingin semakin merasa malu, guru itu kembali ke mejanya dengan menundukkan kepala. Sementara Kai menghela napas lelah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di sebuah ruangan bernuansa putih dengan tirai berwarna hijau pastel dan berhiaskan alat-alat rumah sakit yang tertata dengan rapi di tempatnya. Seorang pria terbaring di ranjang dengan selang oksigen yang terpasang.
Hari demi hari telah terlewati dengan dirinya yang terbaring di ranjang rumah sakit dalam keadaan koma. Di sisi ranjang, seorang wanita paruh baya dengan sabar menunggu kelopak mata pemuda itu terbuka.
“Sampai kapan kau akan terus tertidur. Apa kau tidak lelah?" gumamnya entah pada siapa.
Semenjak ia mengetahui anaknya dilarikan ke rumah sakit dalam keadaan luka parah hingga terbaring koma, membuat hati wanita itu bersedih. Pun, dengan suaminya bersikap tak acuh dengan kondisi sang putra.
Sebenarnya ia merasa kecewa dengan tingkah laku sang putra yang berani menyakiti putri bungsu seorang Kevin Dexter. Hingga Kevin membuat perhitungan pada keluarga mereka dan membuat perusahaan keluarga Richard mengalami kolaps. Keadaan itulah yang membuat sang ayah murka dan enggan peduli lagi pada putranya.
Larut dalam lamunannya wanita paruh baya itu tak sadar jika jari sang putra bergerak dan tak lama kelopak mata itu terbuka.
“Eung, Mom?" panggil Richard dengan suara serak, menyadarkan lamunan sang ibu.
“Richard, Puji Tuhan kau sadar, Nak," ucap sang ibu tak bisa menyembunyikan raut bahagianya.
“Aku kenapa dan ini di mana?" Richard memandang sekeliling.
“Ini di rumah sakit, seseorang membawamu kemari setelah menemukan dirimu pingsan di sebuah diskotek dalam keadaan penuh luka dan kau mengalami koma," jelas sang ibu.
Richard mendengarkan setiap perkataan ibunya, ingatannya terlempar saat ia terpergok oleh Soya karena sedang berciuman dengan penuh gairah bersama mu wanita lain.
“Di mana Soya?" tanya Richard.
“Soya? ... maksudmu Sophia Dexter?" tanya sang ibu, “Nak, Mommy mohon mulai sekarang tolong lupakan Sophia. Jauhi dia!'
“Apa yang Mommy katakan? Aku tidak akan melepas Sophia apa pun yang terjadi, tidak akan! Sophia masihlah kekasihku, Mom!" Richard berkata pada ibunya dengan mata yang berkilat marah dan diselimuti emosi.
“Kevin sudah memperingatkan kita, supaya dirimu menjauhi putri bungsunya. Lantaran kau menyakiti hatinya dengan berselingkuh di belakang gadis itu dengan wanita lain, Richard!" jelas sang ibu.
“Aku tidak peduli akan peringatan dari Uncle Kevin. Sophia masih milikku dan aku akan merebutnya kembali. Aku masih sangat mencintainya, Mommy!"
“Richard, tenangkan dirimu. Kau baru saja sadar, Nak."
“Aku bersumpah akan merebut Sophia kembali, Mom. Aku tidak peduli gadis lain, mereka hanyalah mainanku saja!"
“Richard, Mommy mohon. Masih banyak gadis lain di luar sana."
“Maaf, Mom. Aku tidak ingin wanita lain. Aku hanya ingin Soya. Dan tolong berikan aku waktu untuk sendiri, Mom, aku mohon!" pinta Richard pada sang ibu.
Sang ibu tak bisa membalas ucapan Richard. Ia memilih keluar dari ruang rawat inap putranya dan memanggil dokter untuk memeriksa keadaan sang putra.