NovelToon NovelToon
Bloodlines Of Fate

Bloodlines Of Fate

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Vampir / Cinta Beda Dunia
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Detia Fazrin

Aiden Valen, seorang CEO tampan yang ternyata vampir abadi, telah berabad-abad mencari darah suci untuk memperkuat kekuatannya. Saat terjebak kemacetan, dia mencium aroma yang telah lama ia buru "darah suci," yang merupakan milik seorang gadis muda bernama Elara Grey.

Tanpa ragu, Aiden mengejar Elara dan menawarkan pekerjaan di perusahaannya setelah melihatnya gagal dalam wawancara. Namun, semakin dekat mereka, Aiden dihadapkan pada pilihan sulit antara mengorbankan Elara demi keabadian dan melindungi dunia atau memilih melindungi gadis yang telah merebut hatinya dari dunia kelam yang mengincarnya.

Kini, takdir mereka terikat dalam sebuah cinta yang berbahaya...

Seperti apa akhir dari cerita nya? Stay tuned because the 'Bloodlines of Fate' story is far form over...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Detia Fazrin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Teka-Teki

...»»————> Perhatian<————««...

...Tokoh, tingkah laku, tempat, organisasi profesi, dan peristiwa dalam cerita ini adalah fiktif dan dibuat hanya untuk tujuan hiburan, tanpa maksud mengundang atau mempromosikan tindakan apapun yang terjadi dalam cerita. Harap berhati-hati saat membaca....

...**✿❀ Selamat Membaca ❀✿**...

Elara memberanikan diri untuk bertanya, "Maaf, Pak, apa Anda juga sedang sakit?”

Aiden menggelengkan kepala perlahan, berusaha tampak meyakinkan meski rasa sakit itu seakan menggerogoti kekuatannya dari dalam. “Tidak perlu khawatir, Elara. Saya baik-baik saja.”

Namun, Elara tak begitu saja percaya. Nalurinya mengatakan ada yang tak beres dengan kondisi Aiden. Tanpa berpikir panjang, dia melangkah lebih dekat dan meletakkan tangan di dahi Aiden untuk memeriksa suhunya.

"Elara, apa yang kau lakukan?" Aiden mundur sedikit, mencoba menghindar. Tapi pergerakannya yang tiba-tiba justru membuat keseimbangan Elara goyah, dan dalam hitungan detik, Elara terjatuh ke arah Aiden.

Selanjutnya ─────────

Mereka berdua jatuh ke sofa di sudut ruangan, dengan Elara yang secara tak sengaja mendarat di pelukan Aiden. Jarak di antara mereka menjadi sangat dekat, dan kehangatan tubuh Elara terasa begitu jelas oleh Aiden. Sejenak waktu seakan berhenti.

Aiden mencoba berkata dengan suara rendah, “Elara… aku...”

Namun, Elara hanya terdiam, tersipu malu dan terpaku dengan ekspresi terkejut yang tak bisa disembunyikannya. Dia merasa wajahnya memerah dan jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya.

Aiden pun terdiam, matanya sejenak menatap dalam ke arah Elara. Perasaan hangat yang tak pernah dia rasakan mulai muncul di hatinya. Namun, dalam benaknya yang dipenuhi kekhawatiran dan tanggung jawab, dia berusaha menahan diri.

Akhirnya, Elara tersadar dan segera berusaha bangkit, berusaha untuk tidak menambah canggung situasi. “Maaf, Pak Aiden… Saya tidak bermaksud…”

Aiden tersenyum kecil, menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, Elara."

Keduanya kembali terdiam, seolah sedang menyusun kata-kata yang tepat. Elara perlahan menatap Aiden dengan ragu-ragu, lalu berkata.

“Pak Aiden… jika Anda benar-benar sakit, tolong jangan menyembunyikannya. Saya bisa merawat Anda, atau mungkin Anda bisa beristirahat sejenak?”

Aiden menatap Elara dengan tatapan dalam, seperti ingin mengatakan sesuatu yang lebih dari sekadar terima kasih. Tapi, alih-alih mengungkapkan perasaannya, dia hanya mengangguk pelan.

"Aku akan baik-baik saja, Elara. Hanya… ada banyak hal yang harus ku selesaikan."

Elara mengerti, tapi kekhawatiran di matanya tak menghilang. Dia tahu, di balik kata-kata singkat Aiden, ada beban berat yang sedang dipikul oleh pria itu.

❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate

Setelah mulai bekerja menggantikan Kevin, Elara sepenuhnya membenamkan diri dalam tugasnya sebagai sekretaris Aiden. Dia berusaha keras memahami setiap detail pekerjaannya dan dengan cepat menjadi mahir. Proyek besar yang sedang ditangani perusahaan membutuhkan fokus ekstra, dan Elara tidak ingin mengecewakan Aiden, terutama mengingat bagaimana pria itu tampak pucat dan letih belakangan ini.

Hari itu, Elara terlihat lebih bersemangat dari biasanya. Ia bekerja dengan penuh dedikasi, menyiapkan laporan, menjadwalkan pertemuan, dan menangani setiap detail proyek tanpa mengeluh sedikit pun. Dari mejanya, Aiden memperhatikan ketekunan Elara.

Pikirannya melayang kembali ke kejadian pagi tadi, ketika Elara secara tidak sengaja terjatuh ke pelukannya. Senyum manis Elara terus terbayang, membuat jantungnya berdegup kencang. Untuk sesaat, Aiden merasa ada hal yang berbeda saat berada di dekatnya.

Mengetahui bosnya tersenyum sendiri, Elara akhirnya bertanya, “Pak Aiden, ada yang Anda pikirkan?”

Aiden tersentak dari lamunannya dan menggeleng cepat, berusaha terlihat tenang. “Tidak, tidak ada apa-apa, Elara.”

Tak lama kemudian, Elara harus pergi untuk menghadiri pertemuan dengan beberapa klien. Pertemuan tersebut berlangsung cukup lama, dan ketika ia kembali ke kantor beberapa jam kemudian, pemandangan yang ia temui membuatnya terkejut. Aiden terbaring di sofa dengan wajah yang semakin pucat, tubuhnya tampak lemas.

Elara segera menghampiri dan memeriksa suhu tubuh Aiden yang terasa panas. “Pak Aiden, Anda sakit! Biar saya bawa Anda ke rumah sakit.”

Namun, dengan suara yang lemah namun tegas, Aiden menolak. “Tidak, Elara. Aku… tolong bawa aku pulang saja. Aku butuh istirahat di rumah.”

Meski merasa aneh, Elara tidak membantah. Dia segera membantu Aiden dan mengarahkan mobilnya ke rumah besar Aiden, yang terlihat begitu sunyi dan misterius.

Setibanya di sana, beberapa pelayan langsung bergegas membantu membawa Aiden ke kamar. Namun, ketika Elara mencoba mengikuti, langkahnya dihentikan.

“Saya bisa membantu menjaga Pak Aiden,” ujar Elara dengan cemas.

Salah satu pelayan, seorang pria paruh baya dengan pandangan tajam, menunduk sedikit dan berkata, “Maaf, Nona Elara. Pak Aiden meminta agar Anda menunggu di ruang tamu.”

Elara tak bisa berbuat apa-apa selain menunggu. Ruang tamu rumah Aiden begitu besar, penuh dengan dekorasi klasik yang mewah namun terasa dingin. Hanya suara jarum jam yang berdetak perlahan, menemani rasa khawatirnya. Elara duduk dengan gelisah, menunggu kabar dari dokter keluarga Aiden yang akan datang.

Tak lama kemudian, seorang pria tua berpakaian rapi masuk, membawa peralatan medis. Ia terlihat serius saat menuju kamar Aiden. Elara tak berani bertanya, namun wajah khawatirnya tak dapat disembunyikan.

❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate

Setelah para perawat dan dokter turun dari tangga, Elara menunggu dengan gelisah di ruang tamu, berharap mendapatkan kabar tentang kondisi Aiden. Saat seorang perawat terakhir keluar dari tangga, Elara buru-buru mendekat.

“Maaf, apakah Pak Aiden baik-baik saja?” tanyanya dengan cemas.

Perawat itu mengangguk singkat. “Pak Aiden akan pulih. Lebih baik Anda pulang, Nona Elara, karena tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan,” jawabnya dengan nada datar dan sopan.

Namun, Elara merasa tidak puas dengan jawaban itu. Ia masih bisa merasakan ada yang disembunyikan. “Bolehkah aku bertemu dengannya? Hanya untuk memastikan dia baik-baik saja.”

Perawat itu tersenyum simpul dan menggeleng. “Maaf, Pak Aiden meminta untuk tidak ada yang mengganggu. Kami sangat menghargai pengertian Anda, Nona.”

Elara mendesah, merasakan kepedihan kecil menyelinap ke hatinya. Tak ingin memaksa, ia akhirnya mengangguk pelan dan melangkah pergi menuju pintu keluar. Sambil berjalan menyusuri lorong rumah itu, ia tak bisa menepis perasaan sedih dan penasaran yang semakin mengganggu pikirannya.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada Aiden? Kenapa semua orang di rumah ini tampak begitu misterius?"

Ketika ia menatap ke belakang, berharap Aiden tiba-tiba muncul dan memanggilnya, namun hanya keheningan yang menjawab. Dengan langkah berat, Elara pun akhirnya keluar dari rumah besar itu, membawa kekhawatiran dan pertanyaan yang terus membayang di pikirannya.

❦┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈ Bloodlines of Fate

Setelah keluar dari rumah Aiden dengan perasaan gundah, Elara turun di sebuah minimarket terdekat. Ia berharap beberapa obat dan air dingin akan sedikit menenangkan kepalanya yang pening akibat semua kejadian aneh hari ini. Namun, saat ia sedang memilih obat di rak, matanya menangkap sosok pria yang sangat familiar di sudut minimarket.

"Itu... Dennis? Ayah tiri ku?"

Elara menatap tak percaya. Kini dia berdiri beberapa meter darinya, sedang tertawa dan berbincang akrab dengan tiga gadis muda yang terlihat berpenampilan mencolok. Mereka bercanda dengan riuh, tak peduli pada orang-orang di sekitarnya. Hati Elara bergejolak merasa heran, dan sedikit terkejut melihat sikap pria itu yang terlihat jauh berbeda dari citra yang selalu ia tunjukkan di rumah dulu.

Ia menggelengkan kepala, mencoba mengabaikan perasaan tidak nyaman yang muncul. Namun, rasa penasaran menguasainya. “Apa yang sedang dia lakukan di sini?” pikirnya. Tanpa sadar, Elara mulai mengikuti peria mirip Dennis dan ketiga gadis itu setelah mereka keluar dari minimarket.

Peria dan rombongannya berjalan dengan santai, masuk ke dalam mobil hitam yang diparkir tak jauh dari sana. Elara berusaha mengikuti mereka dari kejauhan, dengan hati-hati agar tidak terlihat. Mobil itu berbelok ke arah jalan utama dan melaju, sementara Elara menyetop taksi untuk tetap mengikutinya.

Tak lama kemudian, mobil peria itu berhenti di depan sebuah klub malam yang cukup megah di pusat kota. Dari jauh, Elara melihat peria itu turun dengan senyum lebar di wajahnya, menyambut seorang pria yang tampak berpengaruh di depan pintu klub.

Perasaan bingung memenuhi benak Elara. Dennis tampak begitu berbeda dari pria serius yang dikenalnya. Klub malam, gadis-gadis muda, dan relasi dengan orang-orang berpenampilan mencurigakan apa sebenarnya yang sedang dia lakukan? Elara merasa seperti sedang membuka tabir rahasia yang selama ini tersembunyi, dan rasa penasarannya semakin dalam. Tanpa berpikir panjang, dia memutuskan untuk mendekat dan mencari tahu lebih banyak.

1
Mamah Tati
Wah anak nya berkhianat tuh Max! Kirain bkl jahat juga tuh si Nate
Mamah Tati
Jadi si Max Maxwell ini adalah Monvok. si Nate ini Lucian, yt si Dennis ayah tiri El
Mamah Tati
Nenek mu diculik oleh Monvok
miilieaa
semangat berkarya kak🥰
sella surya amanda
lanjut
sella surya amanda
lanjut kak
Cute
Imajinasi yang bagus, cerita luar biasa
sella surya amanda
lanjut kak
Mamah Tati
Makin seru aja ni cerita. lanjutkan/Angry/
Mamah Tati
Elara seharusnya dengan pernyataan ini dia sudah tahu siapa jati dirinya.
Mamah Tati
baik
Mamah Tati
sedih juga y, sebenarnya si Lucian/Nate ni gak sadar bahwa ia telah menghabisi nyawa Esta. kasian /Cry/
Mamah Tati
nak km juga Dhampir, kenapa si Aiden mengincar mu El
Mamah Tati
Nah udah ke bongkar juga ni, si Nate anak nya si Max Maxwell berarti mereka vampir' jahat. wah tungu² jangan² mereka adalah oh aku tau baru ingat kalau di bab awal² si Lucian ini kan anak nya si Serapahne sama Monvok bukan? mereka ini menyamar identitas diri.
Mamah Tati
nah benar bukan, ini vampir' vampir' jahat kayaknya. menghisap darah manusia.
Mamah Tati
sepertinya ini memang Dennis. dulu kyknya menyamar
Mamah Tati
siapa lagi ni Max Maxwell
Mamah Tati
mantap pasti El jd pusat perhatian ni
elze1
lanjut terusss
sella surya amanda
lanjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!