Welcome Yang Baru Datang☺
Jangan lupa tinggalkan jejak, Like, Vote, Komen dan lainnya Gais🌹
=====================================
Irene Jocelyn harus kehilangan masa depannya ketika ia terpaksa dijual oleh ibu tiri untuk melunasi hutang mendiang sang ayah. Dijual kepada laki-laki gendut yang merupakan suruhan seorang pria kaya raya, dan Irene harus bertemu dengan Lewis Maddison yang sedang dalam pengaruh obat kuat.
Malam panjang yang terjadi membuat hidup Irene berubah total, ia mengandung benih dari Lewis namun tidak ada yang mengetahui hal itu sama sekali.
hingga lima tahun berlalu, Lewis bertemu kembali dengan Irene dan memaksa gadis itu untuk bertanggung jawab atas apa yang terjadi lima tahun lalu.
Perempuan murahan yang sudah berani masuk ke dalam kamarnya.
"Aku akan menyiksamu, gadis murahan!" pekik Lewis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bucin fi sabilillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cemas
Hari berlalu, Lewis terlihat semakin sibuk dan jarang pulang. Irene semakin muak terkurung dalam rumah mewah itu. Bahkan pelayan tidak ada yang betah mengobrol lama-lama dengannya karena merasa tidak enak.
Malam ini pria tampan itu pulang dengan membawa beberapa orang dari catatan sipil.
"Bersiaplah, kita bisa membuat sertifikat pernikahan malam ini. Saya tidak bisa mengadakan resepsi dalam waktu dekat. Maaf!" ucap Lewis membuat Irene menatapnya datar.
Ia tidak tau apakah ini berita baik atau tidak. Yang jelas ia sudah terlalu muak dengan laki-laki ini.
Tidak ada kata yang terucap dari bibirnya, ia hanya bisa pasrah dan mengikuti keinginan Lewis tanpa membantah.
Mereka berfoto untuk sertifikat pernikahan. Irene terlihat sangat cantik bersanding dengan Lewis yang begitu tampan. Mereka terlihat begitu serasi, bak raja dan ratu.
Hingga pegawai catatan sipil pulang, mereka hanya terdiam tanpa berbicara.
Irene kembali ke kamar, sementara Lewis masuk ke dalam ruang kerjanya.
Namun tak selang berapa lama tiba-tiba Irene ikut masuk dengan wajah yang cemas dan takut.
"Kenapa?" tanya Lewis bingung.
"Tuan, apa boleh saya pulang sebentar? Diego sedang sakit dan badannya sangat panas. tolong pengertian anda!" mohon Irene sambil berdiri dengan gelisah di hadapan Lewis.
"Tidak!" tegas pria tampan itu.
Raut wajah Irene terlihat semakin cemas. Ia sudah menebak jika Lewis akan melarangnya.
"Tuan, saya janji tidak akan kabur lagi. Atau anda bisa mengirim orang untuk mengawasi saya!" lirih Irene dengan mata yang berkaca-kaca.
"Saya sedang sibuk Irene! Kembalilah ke kamar dan istirahat! Bukankah ada temanmu yang menjaga mereka?" jawab Lewis tanpa perasaan.
Irene terdiam dengan wajah yang mulai basah dengan air mata. "Mereka membutuhkan saya! Jika tindakan anda seperti ini terhadap anak-anak, saya akan berpikir berulang kali untuk hamil! Anda hanya akan menyiksa mereka!" ucap Irene membuat Lewis menatapnya dengan tajam.
"Jangan buat saya marah, Irene!" bentak Lewis.
"Saya tidak peduli! Malam ini saya akan pergi sendiri ke kota Sanford dengan atau tanpa izin anda!" tegas Irene.
Ia berjalan dengan cepat kembali ke kamar dan mengambil dompetnya.
Irene keluar dari rumah dengan tergesa-gesa, namun para penjaga sudah mengepung dan kembali membawanya ke dalam rumah.
"Lepaskan! pekik Irene berusaha untuk memberontak. Namun ia kalah tenaga dari mereka.
"Jangan menguji batas saya Irene!" ucap Lewis berhasil membuat Irene terdiam dan bungkam.
"Seharusnya dari awal saya memang tidak pernah terlibat dengan anda!" lirih Irene membuat Lewis menatapnya semakin tajam.
"Bawa dia ke kamar dan kunci!" titah Lewis.
Beberapa orang pelayan di sana menatap Irene dengan perasaan iba dan sedih. Dulu mereka memiliki keinginan untuk menjadi nyonya Maddison, tapi ketika melihat bagaimana Lewis memperlakukan Irene, semua keinginan itu hanya menjadi angan semata.
Irene diseret kembali ke kamar, sementara Lewis memilih untuk kembali ke ruang kerjanya.
Perusahaan baru yang ia dirikan mendapat sedikit masalah. Ditambah desakan dari para pemegang saham agar ia tetap bekerja di kantor XM dan menjaga keseimbangan saham yang terus merosot.
Setelah perdebatan tadi, bukannya fokus bekerja, Lewis selalu terngiang dengan perkataan Irene. Dengan kesal ia berjalan kembali ke kamar dan melihat Irene tengah menangis sambil menatap foto kedua anaknya.
Rahang Lewis mengeras. Irene begitu menyayangi anak-anaknya dari pria lain, namun tidak ingin mengandung anaknya.
Tanpa mengucapkan apapun, ia kembali ke ruang kerja sambil membanting pintu dengan keras.
Irene mengetahui kehadiran Lewis namun ia hanya mengacuhkan pria tampan itu. Hatinya begitu sakit karena Lewis tidak bisa menerima anak-anaknya sendiri.
Ia kembali menghubungi Sofia melalui vidio call agar terus mendapatkan kabar terbaru tentang Diego. Irene sangat takut jika Devon akan ikut sakit seperti biasanya. Jika salah satu antara Diego dan Devon sakit, maka keduanya juga akan ikut sakit.
"Kamu tenang saja, Ren. Aku sudah mengambil cuti untuk satu minggu. Semoga dalam dua atau tiga hari demam mereka akan sembuh," ucap Sofia dengan lembut dan berusaha untuk menghibur Irene.
"Mereka akan sangat manja kalau sakit, Sofia! Babi besar ini tidak membiarkanku pergi. Aku akan cari cara untuk pulang secepatnya!" ucap Irene sambil menahan air matanya.
Ia juga berbicara kepada Diego dan Devon. Hatinya semakin hancur ketika melihat tangis mereka yang memintanya untuk pulang.
"Jangan nangis lagi, Sayang! Secepatnya ibu akan pulang ya! Yang patuh sama tante Sofia," ucap Irene begitu lembut seolah merasa sangat bersalah kepada mereka.
"Ibu, aku tidak apa!" isak Diego dengan wajah yang pucat pasi.
Ucapan itu membuat hati Irene semakin sakit. Namun ia tidak bisa berbuat banyak sekarang.
"Sabar ya, Nak! Makan yang banyak biar cepat sembuh. Kakak juga ya!" ucap Irene membuat kedua pria kecil itu mengangguk patuh dengan air mata yang berurai.
Hingga malam semakin Larut, Irene masih menatap Diego dan Devon melalui panggilan vidio. Bahkan ia tidak bisa tidur semalaman karena rasa cemas yang masih menguasai relung hatinya.
Hingga pagi menjelang, Irene masih menahan kantuknya agar tetap menjaga Diego yang selalu saja terbangun dan menangis.
Bahkan kini, suhu tubuh Devon juga mulai meningkat.
"Ibu istirahatlah!" ucap Diego lirih ketika menyadari jika Irene tidak tidur semalaman.
"Setelah kalian sarapan, ibu akan tidur nak!" bujuk Irene agar dia pria kecil itu memakan sarapannya.
Lewis yang baru saja masuk ke dalam kamar, mendapati Irene masih dalam posisi yang sama seperti semalam waktu ia tinggalkan.
"Kau tidak tidur?" tanya Lewis sambil berjalan menuju kamar mandi.
Irene hanya terdiam tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.
Lewis mengeram kesal, namun karena sedang buru-buru, ia tidak terlalu menghiraukan tingkah Irene pagi ini.
Tak lama setelah membersihkan diri, Lewis segera bersiap. Namun ketika hendak memanggil Irene, ia tidak mendapatkan gadis itu di sana.
Pintu kamar mandi tertutup dengan suara gemercik air di sana. Lewis menunggu beberapa saat, namun Irene tak kunjung keluar.
Bam! Bam! Bam!
"Irene keluarlah! Saya harus segera bersiap!" pekik Lewis dari luar sambil mengetuk pintu.
Tidak ada jawaban dari dalam kamar mandi, membuat Lewis mengeram kesal.
Ia segera pergi dari sana tanpa mengucapkan apapun lagi, bahkan ia tidak menyentuh sarapannya.
Irene yang masih berada di dalam kamr mandi hanya bisa menghela napas ketika mendengar Lewis membanting pintu dengan keras.
"Sudah selesai makannya, Sayang?" tanya Irene tersenyum manis.
"Sudah, Ibu. Kita juga sudah minum obat!" ucap Devon juga ikut tersenyum dengan wajah lesunya.
"Pintar! Ayo kita istirahat nak!" ajak Irene membuat dua pria kecil itu mengambil posisi untuk tidur
"Selamat istirahat pria kecil Ibu!" ucap Irene tersenyum membuat mereka juga ikut tersenyum.
"Ibu, cepat pulang ya!" pinta mereka berhasil membuat air mata Irene lolos begitu saja.
"Secepatnya, Sayang!".
di tunggu bab selanjutnya ya🥲🥲