Diambang putus asa karena ditinggal sang kekasih saat hamil, Evalina Malika malah dipertemukan dengan seorang pria misterius. Adam Ardian Adinata mengira gadis itu ingin loncat dari pinggir jembatan hingga berusaha mencegahnya. Alih-alih meninggalkan Eva, setelah tahu masalah gadis itu, sang pria malah menawarinya sejumlah uang agar gadis itu melahirkan bayi itu untuknya. Sebuah trauma menyebabkan pria ini takut sentuhan wanita. Eva tak langsung setuju, membuat pria itu penasaran dan terus mengejarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ingflora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 3. Penyelesaian
"Pak Adam?"
Sang ayah menoleh pada putrinya. "Kau kenal dia?"
"Dia pemilik pabrik tempat aku bekerja, Yah."
"Assalamualaikum." Adam tersenyum ramah, tapi dengan dagu terangkat. Terasa sekali aura kekuasaannya begitu dominan. "Boleh aku masuk?"
"Eh, tapi kami ingin pergi." Ayah Eva terlihat bingung. Untuk apa laki-laki ini datang ke sini saat mereka hendak keluar? Apa ini ada hubungannya dengan Eva?
"Eva tidak datang beberapa kali ke pabrik karena itu aku datang ke sini mencari tahu. Ini rumah Eva, 'kan?"
Kedua mata Eva membola. Gadis itu tak merasa membolos kerja, kenapa pria ini bicara begitu?
"Benar, tapi ...." Sang ayah melirik putrinya. "Dia akan berhenti bekerja, Pak."
"Ayah ...," protes Eva.
"Dia akan menikah."
"Dengan siapa?" Adam mengerut dahi.
"Eh, ada. Tetangga kami. Dia juragan kambing. Sudah setahun dia menunggu Eva, jadi sekarang Eva tidak perlu lagi bekerja."
"Setahun? Perut Eva masih rata, jadi bukan dengan dia Eva hamil," batin Adam. "Apa Bapak tahu Eva hamil?"
"Apa?" Bola mata ayah Eva melebar. "Bagaimana Bapak tahu?"
"Eh, tentang kehamilan Eva, sudah tersebar di pabrik karena pacarnya juga pegawai pabrik."
Bola mata Eva membulat sempurna. Bagaimana Adam tahu tentang hal ini?
"Oh, tidak apa-apa. Juragan kambing itu punya lima istri dan dia tidak akan sadar kalau istri barunya sudah hamil duluan. Dia, 'kan sudah tua." Ayah Eva tertawa. "Lagipula, dia berani memberi mahar Eva sebesar 500 juta dan mau menunggu sedemikian lama. Berarti, dia pasti mau menerima Eva apa adanya, 'kan?"
"Benar ternyata ... Eva hamil bukan karena dia. Tapi kakek-kakek ... apa Eva mau?" Dahi Adam berkerut. "Untuk mahar 500 juta, pastinya dia berharap mendapatkan gadis yang masih suci, iya 'kan?"
"Masa sih?" Ayah Eva kembali tertawa, tapi tawanya tak lagi semulus tadi. Ada raut kekhawatiran di wajahnya.
"Orang kaya itu membayar mahal untuk barang bagus. Kalau dia tahu Bapak membohonginya ...." Mata Adam menangkap gelagat bingung dari ayah Eva.
"Aku akan coba ...."
"Bagaimana kalau Eva menikah denganku?"
Ketiga orang itu menatap Adam dengan terbelalak.
"Eh, karena aku menginginkan bayinya. Aku jujur, 'kan? Pria mana yang mau menikahi dia karena bayinya?" Adam mengangkat dagunya dengan angkuh.
"Bapak memang benar-benar ingin menikahi putri Saya?" Ayah Eva masih tak percaya. Dengan bola mata yang dibuka lebar-lebar ia memperhatikan lagi pria di depannya. Pria ini cukup tampan dan bisa mendapatkan wanita paling cantik yang ia mau, tapi kenapa Eva? "Bapak menyukai Eva?"
"'Kan sudah aku bilang, aku hanya menginginkan bayinya. Mungkin setelah itu kami bercerai." Adam melirik Eva. "Kecuali dia mau mengurusi bayinya."
Eva merengut kesal.
Ayah Eva melirik putrinya dan kemudian melirik Adam lewat sudut matanya dengan licik. "Apa mungkin dia tertarik dengan putriku? Tak mungkin seorang bos mau dengan orang miskin yang jelek seperti Eva kecuali memang dia mencintai Eva, iya 'kan?" "Tapi aku minta maharnya dua miliar." Pria itu mengangkat dua jarinya.
Eva dan Aldo melongo.
"Apa!? Kamu mau merampokku ya!?" Adam menatap ayah Eva tajam. "Aku hanya bisa memberikanmu satu miliar. Itu pun sudah cukup besar. Lebih besar dua kali lipat dari mahar yang ditawarkan juragan kambing itu!"
"Ho-ho-ho." Ayah Eva mengangguk-angguk sambil melipat tangan di dadda. "Kamu suka pada putriku, 'kan? Ayo, bilang saja ...."
Wajah Adam terlihat kesal. "Oke, lupakan!! Aku cari orang lain saja yang lebih mudah diajak bicara!!" Ia berbalik dan pergi.
Ayah Eva terkejut mengetahui reaksi Adam yang malah pergi meninggalkan mereka. Ia panik dan mengejar Adam. Tak mungkin ia melepaskan tangkapan yang lebih besar dan pasti ini, begitu saja. "Eh, tunggu!!"
Adam berhenti melangkah. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan ayah Eva. Ia memutar tubuhnya ke arah pria paruh baya itu. "Apa?" katanya sedikit merengut.
"Baiklah, satu miliar. Tapi bisakah uangnya diberikan sekarang?" tanya ayah Eva dengan wajah riang.
"Berarti, aku harus menikah dengannya hari ini juga," jawab Adam tegas. Pandangannya terlihat dingin.
"Tak masalah."
***
Eva dan Adam keluar dari kantor KUA dengan buku nikah masing-masing. Di belakang mengekor Aldo dan ayah Eva yang tampak berseri-seri.
"Terima kasih sekali lagi dengan maharnya," sahut ayah Eva dengan gembira.
"Tidak apa-apa, Pak Basri. Senang berbisnis denganmu." Adam mengantongi buku nikahnya. Tanpa mempedulikan ayah dan kakak Eva, ia menggandeng Eva dan menariknya pergi.
Padahal Basri sudah menyodorkan tangan berharap Adam menccium tangannya. Pria itu merengut melihat Adam dan Eva naik ke mobil mewah dan meninggalkan mereka. "Dasar menantu sombong!"
"Yang penting, aku bisa kawin dengan Wita, 'kan, Yah?" Aldo tampak sumringah.
"Iya, dan yang penting saat uangku habis, ada tempat untuk meminta." Basri tersenyum lebar membayangkan.
***
Suasana canggung terasa di dalam mobil. Kepala Eva penuh dengan pertanyaan, kenapa pria ini malah menikah dengannya? Benarkah karena alasan bayi yang berada dalam kandungannya? Tapi ... bukankah ini benih orang lain, bukan Adam? Kenapa pria ini begitu menginginkan bayi ini? "Pak ...."
"Sekarang kita ke rumah sakit, memastikan kandunganmu. Awas saja kalau ternyata kamu tidak hamil!" Adam melirik Eva dengan pandangan tajam.
Eva mendadak bingung. Ia saat itu menggunakan alat tes kehamilan. "Bukankah itu akurat? Iya, 'kan?" "Eh, aku menggunakan alat tes kehamilan ...."
"Karena itu ... awas saja kalau tidak hamil!" Ada kemarahan di kedua bola mata Adam saat menoleh.
"Lalu, kenapa tidak cek dulu ke rumah sakit sebelum menikah? Aku 'kan gak minta dinikahin!" Eva menghentakkan tubuhnya karena kesal.
"Terakhir kali kita bicara, kamu tidak mengindahkan ucapanku. Lagipula, aku sudah menolongmu, kenapa kamu tidak merasa perlu berterima kasih padaku!?" Dari raut wajah Adam terlihat, kemarahannya belum juga pergi.
Eva tertunduk penuh penyesalan. "Maaf. Maafkan aku dan terima kasih."
Suara Eva yang terdengar sedih membuat perlahan kemarahan Adam reda. Pria itu kembali menatap ke depan. "Alat tes kehamilan jarang meleset. Berdoa saja kamu hamil agar uangku tidak terbuang percuma."
Eva tak berani mengangkat kepalanya. Ia memalingkan wajah ke arah jendela. Adam kembali melirik Eva yang tengah memandang suasana di luar jendela. Ada rasa iba menyelinap di hatinya. Kenapa gadis itu punya keluarga yang bertolak belakang dengan dirinya? Hanya saja, sekarang mereka sudah tak ada.
Kembali bayangan kelam itu membuatnya sakit kepala. Cepat-cepat ia menggelengkan kepala dengan kuat agar ia tak lagi mengingat kejadian itu. Ia harus memulai hidup baru agar trauma itu tak lagi menghantui.
***
Adam terkejut, ada bekas memar di beberapa bagian tubuh Eva saat melakukan USG. Dokter sampai bingung melihatnya. "Bapak yang melakukan ini?" Dokter wanita itu menatap tajam Adam.
"Bukan dok, itu bapak Saya," aku Eva.
Dokter itu masih melirik tajam pada Adam, tak percaya karena wajah Adam yang sedikit galak.
"Dokter dengar sendiri, kan? Aku bukan orang seperti itu!" Adam melakukan pembelaan. "Lagipula, kami baru menikah."
"Kalau begitu, lindungi istrimu dari orang tuanya."
"Ya, sudah," jawab Adam kesal. Ia kemudian melihat USG bayi Eva. Sudah tiga bulan dan dokter menunjukkan posisinya.
"Ini bayinya, masih terlalu kecil untuk dilihat."
Adam takjub. Berarti, tidak sia-sia ia menikahi Eva. Gadis itu memang sedang hamil.
Dalam perjalanan pulang, Adam kembali bicara. "Sekarang kamu akan tinggal di rumahku. Tapi kita tidak tinggal satu kamar, kamu mengerti? Aku tidak tertarik padamu dan jangan pernah menyentuhku."
Dahi Eva berkerut. "Tapi Bapak sering pegang duluan. Apa Bapak tidak ingat? Menarik ke sana ke sini?"
"Itu terserah padaku. Aku sudah membeli kamu dan anakmu, jadi jangan membantah lagi!" Adam tampak kesal. "Di sini aku menikahimu bukan untuk menjadi istriku tapi melahirkan anak itu untukku. Jadi jangan berharap harta apa pun dariku!"
Bersambung ....
tapi aku nggak mau kalo cuma sekedar like👉🏻👈🏻
semoga semakin semangat updatenya akak othor!!🙏🏼💪🏼💪🏼
lagian siapa juga yang tahu klo Eva istrimu...
makanya dari awal lebih baik jujur,ini pake bilang sodara lagi
padal aku dari kemarin uda ngumpulin bab, biar bisa d baca maraton, taunya pas baca langsung hbis😭😭
"berharap ada adegan kissing nya"
pas scroll eeh malah ketemu iklan habib jaffar, langsung baca istigfar karena tau yg ku pikirkan itu dosaaaaa😭🤣🤣
ini masalahnya di keyboardmu apa emang kebijakan dari mt/nt?
sekedar nanya aja nggak ada maksud lain mak🙏🏼🙏🏼