Sofia Amara, wanita dewasa berusia 48 tahun yang hanya dipandang sebelah mata oleh suami dan anak-anaknya hanya karena dirinya seorang ibu rumah tangga.
Tepat di hari pernikahan dirinya dan Robin sang suami yang ke-22 tahun. Sofia menemukan fakta jika sang suami telah mendua selama puluhan tahun, bahkan anak-anaknya juga lebih memilih wanita selingkuhan sang ayah.
Tanpa berbalik lagi, Sofia akhirnya pergi dan membuktikan jika dirinya bisa sukses di usianya yang sudah senja.
Di saat Sofia mencoba bangkit, dirinya bertemu Riven Vex, CEO terkemuka. Seorang pria paruh baya yang merupakan masa lalu Sofia dan pertemuan itu membuka sebuah rahasia masa lalu.
Yuk silahkan baca! Yang tidak suka, tidak perlu memberikan rating buruk
INGAT! DOSA DITANGGUNG MASING-MASING JIKA MEMBERIKAN RATING BURUK TANPA ALASAN.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yulianti Azis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
DAAP 25
Cahaya matahari pagi menembus jendela rumah sakit, menghangatkan ruangan tempat Sofia dirawat. Udara pagi yang segar bercampur dengan aroma antiseptik khas rumah sakit. Setelah beberapa hari dirawat, dokter akhirnya memberi kabar yang melegakan—miomanya telah hilang, dan kesehatannya telah pulih sepenuhnya.
Di sisi tempat tidur, Edward dan Elleanor berdiri dengan ekspresi campuran antara lega dan sedih. Dua anak kembar yang telah merawat dan menemani Sofia selama masa sulit ini tampak menunduk, enggan mengungkapkan perasaan mereka.
"Jadi … akhirnya aku bisa pulang," ucap Sofia dengan senyum lembut, mencoba mencerna perasaan di hatinya.
Edward, pemuda tampan dengan sorot mata tajam namun penuh kehangatan, berusaha tersenyum. "Itu kabar baik, Tante. Tapi .…"
"Tapi sekarang kita akan berpisah," potong Elleanor dengan nada sedih. Gadis cantik itu menggigit bibirnya, mencoba menahan kesedihan yang mulai menyeruak.
Sofia terdiam sejenak, menatap keduanya dengan penuh kasih sayang. Selama dirawat, ia sudah menganggap Edward dan Elleanor seperti keluarganya sendiri.
Kehangatan dan perhatian yang mereka berikan sungguh tulus, berbeda dari keluarga yang seharusnya mencintainya tetapi malah mengkhianatinya.
Edward berusaha tetap tenang, meski matanya menunjukkan hal lain. "Kami sudah terbiasa melihat Tante Sofia di sini. Kalau Tante pulang … rasanya akan aneh."
Elleanor mengangguk, mengusap sudut matanya yang mulai memerah. "Dan kami tidak tahu kapan bisa bertemu lagi .…"
Sofia tersenyum, mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan mereka dengan lembut. "Kalian bisa mengunjungiku kapan saja. Aku akan sering berada di ruko milikku dari pada di apartemenku. Pintu selalu terbuka untuk kalian."
Mata Elleanor berbinar, sedangkan Edward menghela napas lega. "Benarkah, Tante?"
"Tentu saja." Sofia menepuk tangan mereka dengan penuh kehangatan. "Kalian bisa datang kapan saja. Bahkan kalau kalian butuh tempat untuk beristirahat atau sekadar ngobrol, aku selalu ada. Atau kalian bisa ke apartemen."
Rasa sedih yang tadi menyelimuti hati mereka perlahan menghilang, berganti dengan kehangatan yang membuat dada mereka lebih lapang.
"Kalau begitu, kami akan sering datang!" Elleanor tersenyum cerah, seolah beban di hatinya telah terangkat.
Edward mengangguk mantap. "Ya, kami janji."
Sofia tertawa kecil. "Bagus. Sekarang, bantu aku beres-beres. Tapi jangan larang aku bergerak, aku sudah sehat, ingat?"
"Tetap saja Tante harus istirahat!" protes Elleanor, sementara Edward sudah lebih dulu mengambil koper Sofia.
Dengan canda dan tawa kecil, mereka membereskan barang-barang Sofia. Meskipun perpisahan ini tidak selamanya, mereka tahu bahwa hubungan mereka sudah terjalin erat. Tidak peduli seberapa jauh mereka berpisah, hati mereka akan tetap terhubung.
****
Sofia menghela napas panjang saat ia akhirnya tiba di depan ruko kecil yang kini menjadi tempat untuk membuka usahanya.
Bangunan sederhana itu bukanlah sesuatu yang mewah, tetapi bagi Sofia, ini adalah awal kebebasannya—tempat di mana ia akan membangun kembali hidupnya dengan tangannya sendiri.
Elleanor dan Edward berdiri di sampingnya, membantu membawakan barang-barangnya. Kedua anak kembar itu tampak bersemangat, seolah ruko ini bukan hanya milik Sofia, tetapi juga bagian dari kehidupan mereka sekarang.
Saat Sofia baru saja ingin membuka pintu, dua sosok berlari mendekatinya dengan wajah penuh antusias. Yaya dan Lia—dua asisten muda yang selalu mendukungnya—menyerbu dengan napas tersengal.
"Mbak Sofia!" seru Yaya dengan suara hampir berteriak.
Lia mengangguk cepat, matanya berbinar penuh kegembiraan. "Mbak nggak akan percaya ini!"
Sofia mengerutkan kening, sedikit terkejut melihat kegaduhan yang tiba-tiba. "Apa yang terjadi?"
Yaya dan Lia saling berpandangan sebelum keduanya serempak berkata, "Desain Mbak Sofia viral!"
Sofia membeku di tempat. "Apa?"
"Baju yang Mbak rancang, yang kemarin kita unggah di media sosial, tiba-tiba meledak! Banyak orang membicarakannya!" jelas Yaya dengan napas masih tersengal.
Lia menambahkan dengan semangat, "Bukan cuma itu! Ada sebuah perusahaan besar yang tertarik untuk bekerja sama dengan Mbak!"
Sofia terdiam, merasakan dadanya berdebar kencang. Antara terkejut, terharu, dan tidak percaya.
Benarkah? Setelah sekian lama ia meragukan dirinya sendiri … kini, desainnya diakui?
Elleanor tersenyum melihat ekspresi Sofia. "Tante Sofia pantas mendapatkannya."
Edward mengangguk setuju. "Ini baru awal. Tante akan menjadi lebih besar dari yang Tante bayangkan."
Sofia menatap mereka semua, merasakan kehangatan luar biasa di hatinya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa benar-benar dihargai.
Dikhianati oleh keluarga yang dulu dianggap segalanya, kini ia menemukan orang-orang baru yang benar-benar mendukungnya.
Ia menarik napas dalam, lalu tersenyum. "Kalau begitu, ayo kita mulai."
🍃🍃🍃🍃
Sofia berdiri di depan cermin, memastikan penampilannya rapi sebelum berangkat. Hari ini adalah hari yang penting—ia akan bertemu dengan perwakilan dari Rex Corporations, sebuah perusahaan besar yang tertarik bekerja sama dengannya. Butiknya baru saja berkembang, tetapi mendapatkan perhatian dari perusahaan sekelas Rex Corporations adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Dengan mengenakan setelan sederhana tetapi elegan berwarna krem, Sofia berangkat ke restoran tempat pertemuan dijadwalkan. Elleanor dan Edward mengantarnya sampai pintu, memberikan semangat sebelum ia masuk.
Di dalam ruang privat restoran, tiga orang sudah menunggunya. Seorang pria berjas abu-abu berdiri dan mengulurkan tangan begitu melihat Sofia.
"Selamat datang, Bu Sofia. Saya Daryl, manajer proyek dari Rex Corporations. Ini rekan saya, Cynthia dan Leonard."
Sofia menjabat tangan mereka dengan percaya diri. "Senang bertemu dengan Anda semua. Terima kasih atas kesempatan ini."
Setelah mereka duduk, seorang pelayan datang membawa minuman. Percakapan pun dimulai.
"Kami sangat tertarik dengan desain Anda," ujar Cynthia. "Gaya Anda unik, klasik, tetapi tetap memiliki kenyamanan yang sulit ditemukan di produk lain."
Sofia tersenyum sopan. "Terima kasih. Saya ingin tahu lebih banyak tentang konsep yang diinginkan oleh Rex Corporations."
Leonard mengangguk. "Kami ingin menciptakan koleksi pakaian eksklusif yang menggabungkan keanggunan dengan kenyamanan. Bukan hanya pakaian formal yang terlihat indah, tetapi juga sesuatu yang bisa dikenakan sehari-hari tanpa mengorbankan estetika."
Sofia mendengarkan dengan saksama, mencatat poin-poin penting yang mereka sampaikan. "Saya rasa itu konsep yang menarik. Saya bisa membuat beberapa sketsa awal sesuai dengan visi yang Anda inginkan."
Daryl tersenyum. "Tidak perlu, Bu. Langsung buatkan desainnya saja. Kami tidak meragukan kemampuan Anda, Bu Sofia."
Sofia terkejut sesaat. "Tetapi … kalian belum melihat desain saya secara langsung."
Cynthia tertawa kecil. "Itu karena kami percaya pada Bu Sofia, Bos kami telah melihat testimoni para pembeli yang sangat puas."
Mata Sofia sedikit membesar. "Benarkah?"
Leonard mengangguk. "Ya, sebelum kami menghubungi Bu Sofia. Bos kami lebih dulu memastikannya langsung."
Daryl menambahkan dengan nada santai, "Lagipula, saya sendiri sudah membeli salah satu produk butik Anda. Nyaman sekali."
Sofia tertegun. Salah satu perwakilan perusahaan ini ternyata adalah pelanggannya.
"Serius?" tanyanya tak percaya.
Daryl mengangguk. "Serius. Itu sebabnya kami yakin tanpa perlu melihat contoh desain lain. Kami tahu kualitas yang Anda berikan."
Sofia merasa hatinya menghangat. Selama ini ia berusaha membuktikan dirinya, dan kini, ada orang-orang yang benar-benar percaya padanya tanpa syarat.
Mereka kemudian melanjutkan diskusi, membahas logo, konsep branding, dan akhirnya sampai ke kontrak kerja sama. Sofia membaca setiap detailnya dengan teliti. Semuanya transparan dan menguntungkan kedua belah pihak.
"Jadi, bagaimana?" tanya Daryl dengan ekspresi penuh harap.
Sofia mengangkat kepalanya, tersenyum. "Saya setuju."
Dengan tanda tangan yang ia bubuhkan di atas kertas, Sofia resmi melangkah ke tingkat yang lebih tinggi dalam kariernya.
Saat keluar dari restoran, Elleanor dan Edward langsung menyambutnya.
"Bagaimana?" tanya Elleanor penuh antusias.
Sofia tersenyum cerah. "Kita berhasil."
Edward menepuk pundaknya dengan bangga. "Ini baru awal, Tante. Ke depannya, kita akan lebih besar lagi."
Sofia menatap langit yang mulai berubah jingga. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa benar-benar bebas—bukan sebagai istri, bukan sebagai ibu yang diabaikan, tetapi sebagai Sofia Amara yang sesungguhnya.