NovelToon NovelToon
Dolfin Band Kisahku

Dolfin Band Kisahku

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Duniahiburan / Reinkarnasi / Persahabatan / Fantasi Isekai / Sistem Kesuburan
Popularitas:213
Nilai: 5
Nama Author: F3rdy 25

Di tengah gemuruh ombak kota kecil Cilacap, enam anak muda yang terikat oleh kecintaan mereka pada musik membentuk Dolphin Band—sebuah grup yang lahir dari persahabatan dan semangat pantang menyerah. Ayya, Tiara, Puji, Damas, Iqbal, dan Ferdy, tidak hanya mengejar kemenangan, tetapi juga impian untuk menciptakan karya yang menyentuh hati. Terinspirasi oleh kecerdasan dan keceriaan lumba-lumba, mereka bertekad menaklukkan tantangan dengan nada-nada penuh makna. Inilah perjalanan mereka, sebuah kisah tentang musik, persahabatan, dan perjuangan tak kenal lelah untuk mewujudkan mimpi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F3rdy 25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Moment perpisahan 1

Pagi itu, setelah kekonyolan yang terjadi di kelas, suasana mulai tenang.

Para anggota Dolfin band dan teman-teman sekelas mereka sibuk membereskan tempat tidur yang berserakan di lantai kelas.

Sambil bercanda dan mengingat kejadian lucu di malam sebelumnya, mereka dengan cepat merapikan semuanya karena siang nanti acara akan ditutup, dan mereka akan segera pulang.

"Kayaknya seru banget ya kalo kita nggak usah pulang," celetuk Iqbal sambil mengangkat kasurnya. "Kita bikin acara camping aja di sekolah!"

Tiara tertawa kecil sambil melipat selimutnya. "Lo doang yang mau, Bal! Gue udah nggak sabar buat mandi air hangat di rumah."

Setelah selesai beres-beres, mereka mulai bergantian mandi di kamar mandi sekolah.

Ferdy, yang sudah lebih dulu selesai, menunggu di luar bersama Ayya.

Mereka berdua berjalan bersama ke luar gerbang sekolah, tangan mereka bergandengan erat.

Tidak jauh di belakang mereka, Puji, Damas, Tiara, dan Iqbal berjalan beriringan, mengobrol tentang acara semalam.

Ketika mereka keluar dari gerbang, di warung kopi depan sekolah, Alex dan gengnya yang terdiri dari tujuh orang, sedang nongkrong sambil merokok.

Mata Alex langsung menyipit saat melihat Ferdy dan Ayya bergandengan tangan.

"Eh, tuh mereka," bisik salah satu teman Alex sambil menunjuk ke arah Ferdy.

Alex hanya tersenyum licik. "Ini kesempatan kita buat hancurin mereka," gumamnya sambil menyusun rencana dalam benaknya.

Tanpa menunggu lama, Alex menyuruh salah satu temannya untuk menghampiri Ferdy dan yang lainnya.

Temannya berjalan mendekat, wajahnya tanpa ekspresi.

"Ferdy," panggil anak itu dingin, menghentikan langkah Ferdy dan teman-temannya yang sedang mencari tempat sarapan.

Ferdy memutar kepala, agak terkejut. "Ada apa?" tanyanya santai.

"Alex minta lo tunggu di lapangan depan sekolah. Kalau nggak datang, jangan salahkan kita kalau nanti ada sesuatu yang buruk terjadi," ancam anak itu sebelum berbalik dan pergi begitu saja, meninggalkan Ferdy dan teman-temannya yang masih bengong.

Puji langsung mendengus, "Apaan tuh anak-anak, kayak berandalan aja."

Tiara, yang merasa khawatir, menatap Ferdy. "Jangan dihirauin, Fer. Nggak usah dateng. Nggak penting."

Ferdy tersenyum tipis, tapi ada sesuatu di matanya yang membuat Ayya khawatir. "Tenang aja. Gue yang tanggung jawab soal ini. Kalian nggak perlu ikut."

Namun, di balik sikap tenangnya, Ferdy menyimpan rasa kesal.

Sejak kejadian di kantin beberapa hari lalu, ia tahu cepat atau lambat, akan ada konfrontasi lagi dengan Alex.

Dia hanya tidak ingin teman-temannya ikut terseret dalam masalah ini.

Mereka kemudian lanjut sarapan di warung bubur ayam yang terletak tak jauh dari sekolah.

Saat suasana tampak sudah kembali normal, pikiran Ferdy tidak bisa lepas dari pertemuan yang akan datang.

Setelah selesai makan, Ferdy pun pamit dari teman-temannya.

"Gue pergi sebentar, ada urusan," katanya singkat.

Ayya, yang bisa merasakan kegelisahan di suara Ferdy, mencoba menahan. "Fer, lo nggak harus pergi sendirian."

Ferdy menggeleng sambil tersenyum lembut. "Gue bisa sendiri. Lo sama yang lain tunggu aja di sini."

Setelah itu, Ferdy pun berjalan ke arah lapangan, meninggalkan teman-temannya yang mulai khawatir. Iqbal memandang Puji dan Damas, matanya menyiratkan rasa tidak nyaman. "Kita nggak bisa biarin dia gitu aja. Gue rasa kita harus nyusul."

Di lapangan depan sekolah, Alex dan gengnya sudah menunggu dengan senyum penuh ejekan. "Akhirnya datang juga," ujar Alex saat melihat Ferdy mendekat. "Gue kira lo takut."

Ferdy tetap tenang meski dalam hati ia sudah mempersiapkan dirinya. "Apa maunya lo, Lex?"

Alex melipat tangannya, wajahnya dingin. "Simple. Gue udah lama dendam sama lo, Fer. Lo sok jadi pahlawan di sekolah ini. Tapi, kita lihat gimana lo bisa bertahan hari ini."

Tanpa aba-aba, Alex langsung menyerang Ferdy dengan pukulan ke arah wajahnya.

Ferdy yang sudah waspada berhasil menghindar dan membalas dengan pukulan ke dada Alex, membuat Alex terhuyung ke belakang.

Namun Alex tidak sendirian, Enam orang temannya langsung maju untuk membantu menyerang Ferdy dari berbagai arah.

Ferdy mulai kewalahan Meskipun ia berusaha mempertahankan diri, jumlah mereka membuatnya kesulitan untuk melawan balik.

Satu pukulan mengenai perutnya, lalu satu lagi di bahunya, membuat Ferdy mundur beberapa langkah.

"Ini baru pemanasan," kata Alex sambil menyeringai, puas melihat Ferdy kesakitan.

Namun, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki berlari mendekat. Iqbal, Puji, dan Damas muncul dari arah yang berlawanan, tanpa ragu langsung ikut campur dalam perkelahian.

Iqbal menendang salah satu anak buah Alex yang hendak menyerang Ferdy, membuatnya terkapar di tanah.

"Lo kira Ferdy sendirian?" teriak Iqbal sambil melawan dua orang sekaligus.

Puji dan Damas juga tak kalah gesit, masing-masing menghadapi dua orang lawan.

Perkelahian itu berubah menjadi pertempuran sengit di lapangan kosong itu.

Meskipun mereka kalah jumlah, Ferdy, Iqbal, Puji, dan Damas berhasil mengatasi geng Alex sedikit demi sedikit.

Satu per satu, teman-teman Alex jatuh terkapar dengan luka-luka di wajah dan tubuh mereka.

Kini tinggal Alex yang masih berdiri, menghadapi Ferdy yang matanya mulai berkilat penuh amarah.

"Lo pikir lo hebat?" teriak Alex sambil melayangkan pukulan terakhir.

Ferdy menangkap tinju Alex, lalu dengan cepat membalas dengan serangkaian pukulan yang membuat Alex tak berdaya.

Terakhir, Ferdy bersiap memberikan pukulan telak ke arah dada Alex, tepat di jantungnya.

Namun, sebelum pukulan itu mendarat, terdengar suara Ayya yang memanggil dengan keras, "FERDY! BERHENTI!"

Ayya dan Tiara tiba di tempat itu dengan wajah panik.

Ayya berlari ke arah Ferdy, memegang tangannya yang masih terangkat. "Jangan, Fer. Lo udah menang. Lo nggak perlu lebih dari ini."

Ferdy yang tadinya sudah gelap mata, tiba-tiba tersadar.

Ia menarik napas dalam-dalam, menurunkan tangannya perlahan.

Mata Alex yang tadinya penuh kebencian kini berubah menjadi ketakutan.

"Pergi," kata Ferdy dengan suara datar, masih menahan amarah. "Jangan pernah ganggu kita lagi. Kalau nggak, gue nggak bakal segan-segan buat habisin lo."

Alex dan teman-temannya, yang kini penuh luka, segera bangkit dengan tertatih-tatih.

Mereka meninggalkan lapangan dengan kepala tertunduk, jelas merasa kalah.

Setelah perkelahian itu selesai, Ferdy, Iqbal, Puji, dan Damas duduk di pinggir lapangan sambil tertawa kecil, meski tubuh mereka penuh keringat dan memar.

"Gue pikir tadi lo bakal beneran memukul Alex sampai nggak bangun lagi," kata Iqbal sambil tertawa.

Ferdy tersenyum tipis. "Gue terlalu marah tadi. Untung ada Ayya yang mencegah kalau tidak alex pasti sudah mati karena aku mengarahkan pukulan tepat dijantung nya"

Ayya, yang duduk di samping Ferdy, menatapnya dengan pandangan lembut. "Lo nggak perlu terlalu keras sama diri lo sendiri, Fer. Yang penting, semuanya selesai."

Damas menepuk pundak Ferdy sambil tertawa. "Tapi lo keren, bro! Gue sampai nggak percaya lo bisa tahan lawan delapan orang sekaligus."

"Ah,kalian juga udah bantu, kok. Kalo nggak, gue udah nggak tau gimana nasib gue," balas Ferdy sambil tertawa kecil.

Mereka semua tertawa bersama, suasana yang tadinya tegang kini berubah menjadi lebih ringan.

Setelah istirahat sebentar, mereka memutuskan kembali ke sekolah untuk mengikuti acara penutupan.

Siang itu, di aula sekolah, seluruh murid berkumpul untuk acara penutupan yang dipimpin oleh Pak Singgih, kepala sekolah.

Suasana aula penuh dengan perasaan campur aduk antara kegembiraan dan kesedihan.

Ini adalah momen terakhir mereka bersama sebagai siswa sebelum semua melanjutkan ke jalan hidup masing-masing.

Pak Singgih berdiri di depan, memegang mikrofon.

"Anak-anak sekalian, saya ucapkan terima kasih atas kebersamaan kita selama ini. Saya tahu perjalanan kita tak selalu mulus, tapi saya bangga dengan kalian semua. Kalian telah tumbuh menjadi pribadi yang hebat, dan saya yakin masa depan kalian akan cerah."

Lanjutan \=\=\=\=>>>

1
𝕻𝖔𝖈𝖎𝕻𝖆𝖓
Hai kak salam kenal...
saya Pocipan ingin mengajak kaka untuk bergabung di Gc Bcm
di sini kita adakan Event dan juga belajar bersama dengan mentor senior.
jika kaka bersedia untuk bergabung
wajib follow saya lebih dulu untuk saya undang langsung. Terima Kasih.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!