Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 17
"Mimpi indah, dear. Love you,"
Cup
Mungkin tindakan ini bisa dianggap gila jika dilihat oleh mereka yang mengenal seperti apa sikapDerren. Pria yang dulu hanya bisa dekat dengan satu wanita saja, tiba-tiba membucin seperti orang tak waras. Perkara terpengaruh alkohol, Derren jatuh pada pesona wanita yang malam itu menghabiskan malam dengannya. Dia tak lagi memperhatikan image pria baik-baik yang selama ini di bangunnya demi sang mantan kekasih, Zara.
"Apa Nona Ailen mengusir Anda, Tuan?" tanya Julian sesaat setelah bosnya duduk di dalam mobil. Cukup cepat dari yang diperkirakan.
"Dia mana berani melakukannya." Derren tersenyum setelah menjawab demikian. "Lebih tepatnya aku yang pura-pura tak mendengar saat dia mengusirku. Ucapannya ku anggap angin lalu."
"Lalu kenapa Anda keluar secepat ini kalau tidak diusir?"
"Ailen tidur. Sepertinya dia kelelahan setelah seharian bekerja,"
"Oh begitu ya,"
Derren memicingkan mata. Dia menangkap nada tak biasa dibalik ucapan Julian barusan.
"Ada apa? Sepertinya kau sedang menyembunyikan sesuatu."
"Ah, Anda selalu saja peka pada apa yang saya rasakan, Tuan," ucap Julian tak heran bosnya bisa dengan mudah mengetahui ada sesuatu yang sedang dia pikirkan. Sebelum lanjut bicara Julian berdehem beberapa kali. Agak berat untuk menyampaikan, tapi mustahil disembunyikan. "Tuan, barusan Nyonya menelpon. Beliau bertanya mengapa Anda menyia-nyiakan Nona Zara. Jika tak segera menelpon balik, Tuan dan Nyonya mengancam akan kembali ke tanah air malam ini juga."
Tatapan Derren menggelap begitu mendengar penuturan Julian. Zara membuat ulah. Ya, itu sudah pasti. Lama menjalin hubungan dengan wanita murahan itu, membuat orangtuanya jadi begitu menyayanginya. Bahkan mereka kerap memaksa Derren untuk segera menikahi Zara, tapi wanita itu selalu punya alasan untuk menolak. Dan puncaknya, Derren mengetahui kalau diam-diam Zara berselingkuh dengan temannya sendiri, yaitu Keenan. Tetapi karena tak ingin membuat orangtuanya ikut merasa kecewa, dia memilih untuk merahasiakan kebejatan Zara.
"Apa yang ingin Anda lakukan, Tuan? Menghubungi Nyonya atau membiarkan mereka pulang dan mengacau. Saya siap dengan segala perintah yang akan Anda berikan," tanya Julian tanggap akan diri bosnya yang sedang menahan amarah.
"Biarkan mereka pulang. Aku ingin lihat sejauh mana Zara mampu bersilat lidah," jawab Derren.
"Anda yakin?"
"Yakin ataupun tidak, cepat atau lambat keretakan hubungan kami akan diketahui juga oleh Ayah dan Ibuku. Jadi daripada mengumbar alasan yang tak jelas, lebih baik biarkan saja mereka menyaksikan sendiri. Dengan begitu aku tak payah menjelaskan."
"Baiklah kalau memang itu keputusan Anda. Saya akan memesankan tiket untuk mereka."
Derren mengangguk. Dia lalu meminta Julian untuk melajukan mobil. Selama dalam perjalanan menuju rumah, Derren tak henti-hentinya meng*lum senyum. Ailen benar-benar sangat menggemaskan. Adalah suatu keberuntungan malam itu mereka dipertemukan oleh ketidaksengajaan yang berujung manis.
"Bilangnya takut, tapi menempel seperti ulat bulu. Wanita macam apa dia? Lucu sekali," gumam Derren sambil memilin bibir. Sedetik setelahnya dia terkekeh. Derren tak peduli saat perbuatannya menarik perhatian Julian yang sedang mengemudi. "Sepertinya aku harus berterima kasih pada Zara dan Keenan, Julian. Berkat mereka aku jadi bisa bertemu dengan wanita seunik Ailen. Ibarat kata, hilang satu tumbuh setengah."
"Setengah?"
Julian terheran-heran. Sejak kapan kata pepatah boleh dirubah? Bosnya ada ada saja.
"Iya setengah. Setengah sempurna setengah luar biasa. Perpaduan yang sangat istimewa sekali 'bukan?"
Meski tak tahu apa maksudnya, Julian tetap menganggukkan kepala. Biar saja, yang penting bosnya tidak mereog. Terkadang orang yang sedang jatuh cinta memang sering melupakan urat malu mereka. Seperti yang sedang terjadi pada bosnya sekarang. Tak peduli akan keberadaannya di sana, pria itu tertawa terbahak-bahak hingga membungkuk. Julian sesekali melirik lewat kaca spion, menikmati bagaimana pria tersebut menjadi gila karena wanita.
"Hahaha, kau tahu tidak, Julian. Tadi saat aku bertanya pada Ailen apakah bedebah itu masih berani menggodanya atau tidak, dia dengan jujur menjawab masih. Lalu aku mengancam ingin membersihkan bibirnya yang digunakan untuk bicara dengan bedebah itu. Tahu tidak seperti apa reaksinya?"
"Tidak tahu, Tuan. Kan saya menunggu di mobil. Lagipula jika saya ikut, Anda tidak akan mungkin mengijinkan saya masuk ke dalam apartemen Nona Ailen," jawab Julian dengan jujur.
"Itu benar sekali. Andai saja bisa, ingin rasanya aku membungkus Ailen untuk diriku sendiri. Sayang sekali dia seorang bidadari bebas yang tak mungkin bisa dikekang. Hmmm,"
"Lalu selanjutnya bagaimana? Apa jawaban Nona Ailen setelah Anda mengancamnya?"
"Dia histeris. Lalu aku tertawa terbahak-bahak. Hahahaha,"
Entah apa yang lucu. Wajah Derren sampai memerah karena menertawakan ceritanya sendiri. Menyaksikan hal tersebut, Julian santai bersikap masa bodo. Dia fokus saja mengemudikan mobil menuju rumah.
Drtt drrtt
Ponsel Derren bergetar. Malas, dia memberikan benda pipih tersebut pada Julian tanpa melihat siapa yang menelpon.
"Ini Nona Zara. Perlu diangkat tidak?"
"Terserah kau saja. Yang penting jangan mengganggu kesenanganku."
"Baiklah,"
Dengan satu tangan tetap memegang stir, Julian menjawab panggilan dari Nona Zara. "Halo, Nona. Ada apa?"
["Julian, mana Derren? Berikan ponsel itu padanya. Aku mau bicara,"]
"Tuan Derren bilang sedang tidak ingin diganggu. Besok saja jika ingin bicara dengan beliau."
["Tidak mau. Aku inginnya sekarang. Cepat!"]
Keras kepala. Julian lalu menepikan mobil sebelum menoleh ke kursi belakang. "Tuan, Nona Zara memaksa ingin bicara dengan Anda."
"Ck!"
Karena suasana hatinya sedang baik, Derren akhirnya bersedia bicara dengan Zara. Dia menyalakan tombol loudspeaker kemudian menyelipkan ponsel ke kerah baju Julian. Terlalu malas untuk memegangnya.
"Apa maumu? Bicara yang cepat. Aku sedang tidak mood mendengar suara wanita lain."
["Wanita lain? Apa maksudnya, Derren? Jangan bilang kau punya kekasih baru setelah mencampakkan aku. Apa benar?"]
Derren tak langsung menjawab. Tubuhnya memang ada di sana, tapi pikirannya berada di tempat lain. Dalam angan, Derren tengah membayangkan posisi tidur seperti apa yang dilakukan oleh Ailen. Apakah tertelungkup seperti anak kucing, atau malah telentang seperti kura-kura. Astaga.
["Derren, jangan diam saja. Ayo cepat jawab apakah kau mempunyai wanita idaman lain atau tidak. Cepat jawab, Derren!"]
"Berisik!"
Satu kata yang mana langsung membungkam kecerewetan Zara. Malas, Derren segera mematikan panggilan dan menonaktifkan ponsel. Terlalu membuang waktu jika bicara terlalu lama dengan wanita itu.
"Sepertinya sikap Anda akan menambah masalah baru, Tuan. Saya yakin Nyonya akan meneror Anda malam ini," ucap Julian mengingatkan bosnya akan dampak dari mengabaikan Nona Zara. Bukan membela wanita pengkhianat itu, hanya kasihan saja pada bosnya. Pasti akan berakhir uring-uringan jika sang nyonya besar sudah buka suara.
"Masa bodo dengan masalah itu. Antara aku dengan Zara sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Kenapa harus takut? Toh dia sendiri yang membuat semuanya hancur. Jadi ya santai saja," sahut Derren tak peduli. Dia lalu meminta Julian untuk diam karena ingin lanjut membayangkan posisi tidur Ailen.
(Ah, apa aku kembali ke apartemen Ailen saja ya? Baru sebentar berpisah, aku sudah rindu setengah mati padanya. Hm)
***