Kapan lagi baca novel bisa dapat hadiah?
Mampir yuk gaes, baca novelnya dan menangkan hadiah menarik dari Author 🥰
-------------------
"Aku akan mendapatkan peringkat satu pada ujian besok, Bu. Tapi syaratnya, Bu Anja harus berkencan denganku."
Anja adalah seorang guru SMA cantik yang masih jomblo meski usianya sudah hampir 30 tahun. Hidupnya yang biasa-biasa saja berubah saat ia bertemu kembali dengan Nathan, mantan muridnya dulu. Tak disangka, Nathan malah mengungkapkan cinta pada Anja!
Bagaimana kelanjutan kisah antara mantan murid dan guru itu? Akankah perbedaan usia di antara keduanya menghalangi cinta mereka? Ikuti kisah mereka di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Tetangga Baru
"BROOO!!!"
Nathan reflek menutup telinga saat mendengar teriakan nyaring Andi. Dengan langkah gembira, Andi langsung berlari dan memeluk Nathan.
"Gua kangen banget sama Lo, Bro!"
Nathan buru-buru melepaskan diri dari pelukan Andi. "Heh! Ngapain lo peluk-peluk gue! Banyak orang yang ngeliat! Jangan sampe gue dikira homo ya!"
"Yaelah Bro! Ini tuh ungkapan rasa sayang gue ke Lo, sahabat gue semasa SMA!"
"Sahabat?" Nathan mengernyitkan dahi. "Sejak kapan kita sahabatan?"
"Aaahhh! Kok Lo gitu sih, bro? Padahal kan sejak kelas satu SMA kita duduknya sebangku terus!"
"Itu kan karena nggak ada yang mau sebangku sama orang cerewet kaya Lo," tukas Nathan sambil melangkah masuk ke restoran. Andi mengikutinya dengan terburu-buru.
"Berarti Lo satu-satunya orang yang mau sebangku sama Gue ya, Bro? Ya ampun! Gue jadi terharu deh!"
Nathan hanya terdiam sambil menggelengkan kepala, malas menjawab. Ia kemudian duduk di kursi restoran yang sudah dipesan Andi.
"Mbak!" Andi mengangkat tangannya pada salah satu pelayan yang lewat. "Kita mau pesan!"
Andi kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Nathan. "Gue pesen yang mahal-mahal nggak apa-apa kan, bro?"
Nathan tersenyum, membuat gestur mempersilahkan.
"Aseeekkk!" Andi tertawa kegirangan. Tanpa malu-malu, ia pun memesan makanan yang paling mahal.
"Jadi, gimana? Udah dapet gedungnya?" tanya Nathan setelah pelayan yang mencatat pesanan mereka melangkah pergi.
"Udah dong!" Andi mengeluarkan ponsel, menunjukkan gambar sebuah gedung kepada Nathan. "Gue yakin Lo pasti suka! Ruangannya besar dan letaknya strategis. Harganya pun tergolong murah! Pokoknya Lo nggak bakalan kecewa deh!"
"Oke," Nathan menganggukkan kepala. "Nanti Gue akan langsung survei ke sana."
"Tapi, gue heran deh Than. Lo kan di Australia udah punya kerjaan bagus, gajinya gede pula. Dalam dua tahun, Lo bahkan udah diangkat sebagai manajer. Kenapa Lo milih balik ke Indonesia buat bikin perusahaan sendiri?"
"Empat tahun," ralat Nathan. "Gue direkrut perusahaan itu waktu masih kuliah,"
"Gilaaa..." Andi tak bisa menyembunyikan kekagumannya, mulutnya sampai ternganga mendengar pengakuan Nathan. "Gue semakin merasakan adanya kesenjangan otak di antara kita,"
Nathan tertawa. "Lo baru sadar kalau teman sebangku Lo ini jenius?"
"Makanya!" Andi menggebrak meja, membuat Nathan terperanjat kaget. "Lo kan sejenius itu! Kenapa Lo milih balik ke Indonesia?"
Nathan terdiam sejenak, lalu senyum tipis muncul di bibirnya. "Ada yang pengen gue kejar,"
Andi terbelalak. "Jangan-jangan... cewek?"
Senyum Nathan yang semakin lebar membuat Andi yakin kalau tebakannya benar.
"Gilaaa.. Lo romantis banget bro! Siapa cewek itu? Gue kenal nggak?"
"Yah...mungkin?"
"Wahhh, gila sih. Tuh cewek beruntung banget. Kalau gue yang jadi cewek itu, gue nggak akan pikir panjang. Gue akan langsung nerima Lo, bahkan akan gue kasih jiwa raga gue ke Lo. Ambil semuanya Mas! Ambil!" Andi membuat mimik menggoda yang malah membuat Nathan bergidik.
"Kalau bentukan ceweknya kaya Lo, justru gue bakalan kabur ke Antartika dan nggak akan balik seumur hidup."
"Tega banget sih, lu!" sembur Andi kesal. "Walaupun bentukan gue nggak seganteng Lo, gini-gini gue punya banyak cewek! Hai mbak..." Andi mengedipkan sebelah matanya pada pelayan wanita yang membawakan pesanan mereka. Tapi bukannya tergoda, pelayan itu malah memandang Andi jijik. Sebaliknya, ia malah tersenyum manis saat melihat Nathan.
"BUAHAHAHA!" Nathan tak bisa menyembunyikan tawanya. "Daripada Lo sibuk godain cewek, lebih baik Lo fokus sama skripsi Lo. Masa udah tujuh tahun kuliah nggak lulus-lulus!"
"Haduh, jangan ngomongin skripsi di depan gue! Gue alergi!" Andi menggaruk-garuk badannya sendiri. "Asli dah, nyesel gue nggak dengerin omongan Bu Anja waktu sekolah dulu!"
Mendengar nama Anja disebut, sontak Nathan menajamkan telinganya. "Emangnya Bu Anja ngomong apa sama Lo?"
"Ya nggak tau! Gue kan nggak dengerin!" Jawab Andi yang langsung memancing emosi Nathan.
"Sialan Lo!" Nathan melemparkan tisu ke arah Andi dengan kesal. Andi malah terkekeh.
"Omong-omong," Nathan berdehem, mencoba mengatur nada bicaranya agar tidak terdengar gugup. "Lo sering denger kabar tentang guru-guru kita dulu nggak?"
"Guru-guru kita dulu?" Andi tampak mengunyah steak sambil berpikir keras. "Maksud Lo guru SMA kita dulu?"
"Ya iyalah, Andiii.. Kita kan satu sekolah cuma di SMA aja.." Nathan menepuk jidatnya sendiri, merasa kesal karena harus berhadapan dengan orang selemot Andi.
"Iya juga ya! Hahahaha!" Andi malah tertawa terbahak-bahak. "Kalau guru-guru, beberapa ada sih yang masih kontakan sama gue. Lo inget Bu Anja? Wali kelas kita dulu?"
Ya mana mungkin gue nggak inget sama pujaan hati gue sendiri? Justru kabar yang pengen gue tau itu ya kabarnya dia! Batin Nathan.
"Inget. Kenapa?" Jawab Nathan pura-pura santai, padahal aslinya di dalam hatinya bergemuruh hebat.
"Sampe sekarang doi belum nikah," Andi berkata setengah berbisik. "Padahal gue kira dia bakalan nikah sama cowoknya yang ganteng itu. Tapi nggak tau kenapa, sampe sekarang nggak nikah-nikah. Kasian dia, sering diomong perawan tua sama orang-orang,"
"Siapa yang berani bilang begitu?!" Nathan melotot. Andi jelas terkaget-kaget dibuatnya.
"Kenapa Lo yang marah?"
"Ya, habisnya, orang-orang kita itu beneran kolot banget. Kalau ada cewek yang umurnya dua puluh ke atas dan belum nikah pasti diomongin. Dibilang perawan tua lah, nggak laku lah. Padahal, siapa tau cewek itu lebih memilih karirnya ketimbang nikah, kan?" Nathan berkata dengan menggebu-gebu. "Malah bagus Bu Anja nggak nikah cepet-cepet,"
"Bagus kenapa?" tanya Andi penasaran.
Karena nanti aku yang bakalan nikahin dia, batin Nathan sambil senyum-senyum sendiri. Andi yang melihat tingkah temannya itu hanya bisa geleng-geleng kepala.
Apa ini ya efek dari orang jenius? Otaknya kadang-kadang sinting.
...----------------...
Sementara itu, Anja tengah berjalan kembali ke kantor dengan langkah cepat. Rencananya, dia hanya akan mengambil tas dan bergegas pulang. Ia malas harus berinteraksi dengan Bu Eni lagi.
Sayangnya, harapan Anja pupus sudah. Bu Eni malah sudah duduk manis di dalam kantor. Anja hanya bisa menghela napas panjang, mencoba pura-pura tak melihat wanita itu.
"Bu Anja!"
Apa lagi sih Eni Sutemi? Anja mengeluh di dalam hati. Tidak cukupkah kejulidanmu tadi pagi kepadaku?
"Ada yang mau ngajak kenalan Bu Anja. Dia duda tanpa anak, umurnya memang udah empat puluhan, tapi masih kelihatan muda kok. Orangnya baik dan kerjanya juga udah mapan,"
"Ah, anu Bu, nggak perlu—"
"Udah Bu Anja, nggak usah malu-malu. Saya juga udah kirim foto sama nomernya Bu Anja, katanya dia suka. Nanti kalau ada nomer yang ngechat Bu Anja, berarti itu orangnya,"
"Loh, kok Ibu nyebar foto sama nomer saya tanpa izin, sih?" Anja mulai merasa kesal. "Itu privasi loh, Bu!"
"Aduh, udah deh Bu. Nggak usah ribet. Harusnya Bu Anja bersyukur karena udah saya bantuin. Udah ya, saya mau pulang. Semoga sukses," tanpa merasa bersalah, Bu Eni kemudian melangkah santai keluar kantor. Anja hanya bisa mendengus kesal. Tapi masih berusaha bersabar dan tidak meributkan hal itu. Tidak enak kalau dilihat orang.
Anja pulang ke rumah dengan bibir cemberut. Ia menyalami sang Ibu tanpa berkata apa-apa. Ibu juga tidak bertanya, sepertinya tau kalau mood putrinya itu sedang buruk.
"Ada kue tuh di meja makan," ucap Ibu. "Rasa cokelat kesukaan kamu."
Mendengar kata 'cokelat', Anja langsung merasa bersemangat. Ia bergegas ke meja makan dan mengambil kue yang dimaksud, lalu menyuapkannya ke mulut.
"Enaknya!" Anja tersenyum senang. Cokelat adalah salah satu hal yang paling ia sukai di dunia ini. "Tumben Ibu beli kue nggak nyuruh aku?" tanyanya pada Ibu yang ikut duduk di sebelahnya.
"Bukan Ibu yang beli, tadi dikasih sama tetangga baru."
"Tetangga baru?" Anja mengernyitkan dahi. "Loh? Rumah di sebelah kita ini udah dibeli orang?"
"Udah. Penghuninya cowok, ganteng banget. Dia baru datang dari luar negeri. Katanya dia pindah ke sini karena mau buka perusahaannya sendiri. Keren kan?"
"Hmmm," Anja menjawab sambil mengunyah kue cokelat.
"Emangnya kamu nggak tertarik sama cowok itu, Nja?" pancing Ibu.
"Yaelah Bu, cowok yang sesempurna itu mana ada yang masih jomblo sih? Kalaupun jomblo, seleranya pasti bukan aku." Anja lantas mengangkat piring kue dan membawanya masuk ke kamar. Dia harus cepat-cepat kabur sebelum pembahasan itu berlanjut.
"Haduh, harus gimana aku sama anak itu?" Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya, merasa pusing sendiri.
anjaaa kamu itu jangan mau ditindas cindiiiiii,,,😠😤
aduhh kayaknya ruwett ya 😂 apalagi kalo tau Anja sempet ngomong ke Cindy buat ngerebut Nathan dari Anja .. apa gak shocking soda tuh si Nathan