Anastasia, wanita berhijab itu tampak kacau, wajahnya pucat pasi, air mata tak henti mengalir membasahi wajah cantiknya.
Di sudut rumah sakit itu, Ana terduduk tak berdaya, masih lekat diingatannya ketika dokter memvonis salah satu buah hatinya dengan penyakit yang mematikan, tumor otak.
Nyawanya terancam, tindakan operasi pun tak lagi dapat di cegah, namun apa daya, tak sepeser pun uang ia genggam, membuat wanita itu bingung, tak tahu apa yang harus di lakukan.
Hingga akhirnya ia teringat akan sosok laki-laki yang telah dengan tega merenggut kesuciannya, menghancurkan masa depannya, dan sosok ayah dari kedua anak kembarnya.
"Ku rasa itu sudah lebih dari cukup untuk wanita rendahan seperti mu... ."
Laki-laki kejam itu melempar segepok uang ke atas ranjang dengan kasar, memperlakukannya layaknya seorang wanita bayaran yang gemar menjajakan tubuhnya.
Haruskah Anastasia meminta bantuan pada laki-laki yang telah menghancurkan kehidupannya?
IG : @reinata_ramadani
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinata Ramadani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pemeriksaan Lanjutan
°°°~Happy Reading~°°°
"Tidak apa-apa nyonya Ana ... Lagi pula putrimu ini sangat menggemaskan. Boleh saya bawa pulang?"
"Maaf dokter. Sebaiknya jangan. Dia--suka makan. Nanti dokter kewalahan," kekeh Ana melontarkan candaannya.
"Tidak apa. Aku akan berikan dia makanan yang banyak setiap harinya. Jadi pipinya ini akan semakin besar dan menggemaskan."
"Mollin shuka mamam tante dotell. Shuka shuka shuka, hihihi..." pekik Maurin mengerti obrolan keduanya. Membuat keduanya sontak tergelak.
Gadis kecil itu, ahhh... Tak tau lagi bagaimana harus menjabarkannya, ia benar-benar menggemaskan. Seperti boneka hidup saja.
"Dan lihat siapa anak tampan ini... Mallfin Emmanuel?"
Dokter Stephanie dibuat tertegun saat menatap pada sosok didepannya. Sosok bocah laki-laki dengan bola mata berwarna biru. Wajah itu--
"Mereka kembar?" Dokter perempuan itu segera menetralisir rasa terkejutnya. Bagaimanapun, itu akan sangat mustahil bukan?
"Iya dokter. Mereka kembar."
"Bagaimana anda begitu beruntung nyonya Ana, memiliki sepasang anak kembar yang sangat menggemaskan ini."
Ana menyunggingkan senyumnya. Ia tak menyangkalnya. Ia memang beruntung memiliki malaikat kecil yang selalu ada di setiap kesulitannya.
Ana benar-benar beruntung memiliki keduanya.
"Baiklah, apa yang membuat nyonya Ana sampai berkunjung kesini?"
"Ana. Panggil Ana saja dok..." pinta Ana merasa aneh dengan panggilan yang tersemat di depan namanya.
"Ahhh, baiklah... Ana. Dan kamu juga harus memanggilku Steavee, setuju? "
"Baiklah, dokter Steavee."
Dokter Stephanie pun memulai pemeriksaannya. Sama seperti dokter sebelumnya, dokter Stephanie tampak menanyakan berbagai hal terkait kondisi Mallfin saat ini. Bagaimana riwayat kesehatannya selama ini, dan gejala apa saja yang dialami.
Puas mengorek jawaban dari Ana, kini dokter muda itu beralih pada si kecil
Mallfin. Melakukan pemeriksaan fisik adalah yang terpenting, tidak boleh ada salah penafsiran atau semua akan fatal akibat salah penelitian.
"Sepertinya kita harus melakukan pemeriksaan lanjutan. Kita perlu melakukan uji MRI pada Mallfin untuk mengetahui kondisi Mallfin yang sebenarnya..." putus dokter Stephanie saat menemukan kejanggalan pada kesehatan bocah laki-laki itu.
"Apa itu-- aman dok? Maksudnya, putra saya masih kecil." jelas Ana khawatir. Perkataan dokter itu terdengar menakutkan. Perempuan itu harap-harap cemas.
"Tidak apa-apa Ana, pemeriksaan ini aman untuk anak kecil. Semua sudah sesuai prosedur, jadi tidak akan berbahaya."
Ana menghela nafas dalam. Bohong jika ia bilang ia baik-baik saja. Nyatanya, kini ia dirundung ketakutan.
"Baiklah dokter Steavee. Tolong lakukan yang terbaik untuk putra saya."
"Tapi sebelum itu, aku ingin memberi tau, ruangan ini harus steril. Maurin sebaiknya tidak ikut memasuki ruangan ini, takutnya akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan."
Membuat Ana seketika itu dilema. Di satu sisi ia harus menemani pemeriksaan sang putra. Namun di sisi lain, ia juga tak akan tega jika harus meninggalkan sang putri seorang diri. Apalagi gadis kecil itu tak pernah ia tinggal sendiri sebelumnya.
"Maurin bisa kamu titipkan pada salah satu perawat di sini... Jadi kamu bisa menemani Mallfin, bagaimana?" Saran Dokter Stephanie.
Ana menatap bingung pada si kecil Maurin yang tampak asik menyedot susu coklatnya, wajah polos Maurin benar-benar membuat Ana tak tega. Ia sungguh tak tenang jika harus meninggalkan sang putri seorang diri di tempat terasing.
"Baik dok..." Putus Ana pada akhirnya.
Ana mendekati si kecil Maurin yang masih setia menggenggam susu kotaknya, ia harus memberikan pengertian pada gadis kecil itu agar bersedia di tinggal nantinya.
"Sayang... Maurin... ."
Gadis kecil itu langsung melepaskan sedotan dari mulut kecilnya. "Iyya myh... Kita mau pullang sheukallang?"
🍁🍁🍁
Annyeong Chingu
Siapa yang mau nemenin si gemoy Maurin bermain nih, hihihi
Happy reading
Saranghaja 💕💕💕