NovelToon NovelToon
Gelapnya Jakarta

Gelapnya Jakarta

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / Sistem / Mengubah Takdir / Anak Lelaki/Pria Miskin / Preman
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Raka, seorang pemuda 24 tahun dari kota kecil di Sumatera, datang ke Jakarta dengan satu tujuan, mengubah nasib keluarganya yang terlilit utang. Dengan bekal ijazah SMA dan mimpi besar, ia yakin Jakarta adalah jawabannya. Namun, Jakarta bukan hanya kota penuh peluang, tapi juga ladang jebakan yang bisa menghancurkan siapa saja yang lengah

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16 Kejaran Tanpa Henti

Pagi hari tiba dengan kabut yang menyelimuti Jakarta. Kota ini seolah tidak pernah tidur, dan meskipun Raka, Nadia, dan Pak Hasan sudah berpindah tempat beberapa kali, perasaan mereka tetap terjaga oleh ketegangan yang tak kunjung hilang. Rumah aman yang mereka tempati saat ini adalah sebuah rumah kosong yang tidak lagi digunakan oleh pemiliknya. Lokasinya cukup jauh dari keramaian, namun masih dalam jangkauan jalur utama yang bisa menghubungkan mereka dengan KPK.

Raka duduk di meja, mengamati dokumen yang kini menjadi satu-satunya barang berharga yang bisa menyelamatkan mereka dari musuh yang tidak terlihat. Bayu, yang baru saja pulang setelah menghubungi beberapa orang penting, memasuki ruangan dengan wajah cemas.

“Kita nggak punya banyak waktu,” katanya langsung tanpa basa-basi. “Informasi baru yang gue terima, mereka mulai mengorganisir pasukan untuk mengejar lo. Ke mana pun lo pergi, mereka akan mengikutinya. Kita harus gerak cepat.”

Raka mengangguk, matanya berkilat tajam. “Kita nggak bisa terus bersembunyi seperti ini, Bayu. Bukti-bukti ini harus sampai ke KPK, dan kita nggak bisa mundur sekarang.”

“Lo bener, Rak,” jawab Bayu. “Tapi kita harus hati-hati. Kalau mereka tahu rencana kita, kita nggak akan sempat apa-apa. Kita nggak hanya melawan orang biasa, mereka punya jaringan yang luas.”

Raka berdiri dan berjalan ke jendela, menatap Jakarta yang tampak begitu jauh dan tidak terjangkau dari posisinya saat ini. “Mereka mungkin punya banyak orang, Bayu. Tapi kita juga punya kebenaran di pihak kita. Kita nggak bisa berhenti.”

Nadia yang sejak tadi diam, mendekat dan menyentuh lengan Raka. “Kita semua sudah jauh terlibat, Rak. Kita harus pastikan kalau bukti ini sampai ke tempat yang tepat.”

Raka menatap wajah Nadia, lalu mengangguk pelan. “Iya, Nad. Gue janji, kita akan keluar dari ini.”

**Rencana Terakhir**

Setelah berdiskusi panjang, mereka menyusun rencana. Bayu akan mengalihkan perhatian pihak yang mengincar mereka dengan menyebarkan informasi palsu dan menyusupkan orang-orang tertentu ke dalam jaringan yang bisa menambah kebingungannya.

Sementara itu, Raka, Nadia, dan Pak Hasan akan melanjutkan perjalanan mereka menuju KPK dengan jalur yang lebih aman dan tersembunyi. Mereka harus berpisah sementara dan bertemu di tempat yang telah disepakati.

Bayu memberikan instruksi terakhir. “Lo semua harus berhati-hati. Jangan sampai ada yang tahu rute kalian. Pak Hasan, lo ikut sama Raka dan Nadia. Gue akan memastikan jalur aman untuk kalian.”

Pak Hasan mengangguk, wajahnya terlihat serius. “Kita sudah terlalu jauh terlibat, Bayu. Kita harus pastikan bukti ini sampai ke tempat yang tepat.”

Setelah merencanakan semua dengan detail, mereka pun berangkat. Bayu memberikan dua motor cadangan yang akan membawa mereka ke jalur yang lebih aman. Dengan hati-hati, Raka, Nadia, dan Pak Hasan meninggalkan rumah aman itu, melintasi jalan-jalan kecil Jakarta yang sibuk.

**Kejaran yang Tak Terhindarkan**

Setelah beberapa jam perjalanan, saat mereka memasuki daerah yang lebih jauh dari keramaian, Raka merasa semakin cemas. Meskipun mereka sudah berhati-hati, ada sesuatu yang terasa tidak beres. Perasaannya semakin tertekan, dan ia mulai memperhatikan kendaraan yang melintas di jalan. Namun, tampaknya mereka tidak diikuti.

Tiba-tiba, ponsel Raka berdering. Ia mengangkatnya dengan cepat.

“Raka, mereka tahu!” suara Bayu terdengar di ujung telepon, terdengar sangat tegang. “Mereka udah melacak jejak kalian. Mereka tahu lo menuju ke KPK. Segera keluar dari jalur utama!”

Raka langsung memberi isyarat kepada Nadia dan Pak Hasan. “Cepat! Kita harus pindah jalur!”

Mereka segera berbelok ke jalanan kecil yang lebih sepi, namun rasa cemas terus menggelayuti pikiran Raka. Setelah beberapa menit berlalu, mereka melihat sebuah mobil hitam yang melintas dengan kecepatan tinggi, dan Raka menyadari itu adalah kendaraan yang mereka takutkan.

“Mereka di belakang kita,” kata Nadia dengan suara gemetar.

Raka menahan napas. “Kita harus tetap tenang. Jangan sampai mereka bisa mendekat.”

Namun, suara mesin kendaraan yang semakin mendekat membuat mereka semakin panik. Dalam sekejap, mobil hitam itu melaju lebih cepat dan menutup jalur mereka.

“Mundur!” teriak Raka. “Cepat, belok kiri!”

Tetapi, tiba-tiba mobil itu menghentikan langkahnya dan dua orang pria keluar dengan senjata terhunus. Mereka berjalan dengan penuh keyakinan, menghampiri Raka dan kelompoknya.

“Nggak bisa lo kabur kali ini, Raka,” kata salah satu pria itu sambil tersenyum sinis.

Raka merasakan ketegangan yang luar biasa. Sebelum situasi semakin memburuk, ia harus berpikir cepat. “Kalian tahu apa yang gue bawa, kan? Ini lebih besar dari yang kalian bayangkan.”

Pria itu tertawa kecil. “Gue nggak peduli apa yang lo bawa. Ini adalah peringatan terakhir buat lo.”

Raka menatap mereka dengan tajam, mencoba membaca situasi. Ia tahu, jika ia tidak bergerak cepat, mereka akan kehilangan kesempatan untuk menyelamatkan bukti yang bisa menghentikan segala persekongkolan ini.

Dalam momen yang penuh ketegangan ini, Raka tahu bahwa tidak ada lagi ruang untuk mundur. Dengan keputusan bulat, ia memberi isyarat kepada Nadia dan Pak Hasan untuk mundur perlahan. Ia sendiri melangkah maju, menghadapi para pria bersenjata itu dengan tekad yang tidak tergoyahkan.

“Lo salah, kalau lo pikir gue akan mundur,” kata Raka, matanya penuh keyakinan.

Raka berdiri tegap, matanya menatap tajam dua pria bersenjata yang menghadangnya di tengah jalan sepi. Mobil hitam mereka terparkir di belakang, menyekat jalan. Nadia dan Pak Hasan sudah mundur perlahan, siap untuk melarikan diri jika keadaan semakin buruk, sementara Raka tetap berdiri dengan penuh keyakinan.

“Lo pikir gue akan mundur?” kata Raka dengan suara datar, meskipun hatinya berdebar hebat. Ia tahu, ini adalah titik balik. Tidak ada jalan kembali.

Pria pertama, bertubuh kekar, tersenyum sinis. “Gue sudah bilang, Raka. Ini adalah peringatan terakhir.” Dia mengacungkan senjata ke arah Raka, jari-jarinya yang kekar sudah siap untuk menekan pelatuk.

Namun, Raka tidak menunjukkan tanda-tanda takut. Dalam sekejap, ia melompat ke samping, menghindari tembakan pertama yang meleset. Gerakan Raka cepat, penuh ketepatan. Ia tahu bahwa saat ini, semua yang dia latih selama bertahun-tahun, semua pengalamannya dalam bertahan hidup di Jakarta, akan diuji.

Pria kedua, yang lebih kurus dan gesit, bergerak cepat untuk mengejar. Namun, Raka sudah siap. Dengan cepat, ia menendang roda motor yang ada di dekatnya, membuatnya terjatuh dan menahan tubuh pria itu dalam satu gerakan. Raka menggunakan tubuh pria itu sebagai perisai, menghimpitnya dengan kuat hingga pria itu terjatuh, senjata terlepas dari tangannya.

Tembakan kedua pria itu terdengar, tapi Raka sudah bergerak dengan cekatan, bersembunyi di balik mobil yang terparkir, membuat para penyerangnya kesulitan untuk menembaknya. Namun, ini bukan pertarungan biasa. Ini adalah pertarungan untuk bertahan hidup, untuk memastikan bahwa kebenaran yang mereka bawa sampai ke KPK.

Raka bernafas cepat, jantungnya berdegup kencang. Saat pria kekar itu bergerak untuk mendekat, ia tidak memberikan ampun. Dengan cepat, Raka menarik pistol dari saku jaketnya dan mengarahkan senjata ke pria itu. “Berhenti!” serunya.

Pria itu terhenti sejenak, namun tetap menatap Raka dengan penuh kebencian. “Lo pikir lo bisa lari dari kami?” kata pria itu sambil tertawa sinis.

Tanpa memberi kesempatan untuk bertindak, Raka melesat maju, menendang kaki pria itu, dan memaksa senjata untuk jatuh. Dalam satu gerakan cepat, Raka menyarungkan senjatanya, lalu melancarkan serangan cepat dengan tinjunya ke perut pria itu, membuatnya terhuyung mundur.

Di saat yang sama, pria kedua kembali menyerang, mencoba menusuk Raka dengan pisau yang dibawanya. Namun, Raka sudah siap. Dengan cekatan, ia memblokir serangan pisau itu dengan lengan kanan, lalu menangkis serangan kedua dengan kaki kirinya. Dalam satu gerakan fluid, Raka melayangkan tendangan keras ke dada pria itu, membuatnya terlempar ke tanah.

Tak ada kata-kata lagi. Raka tahu, kalau dia tidak bisa mengalahkan mereka sekarang, maka bukti yang ia bawa akan jatuh ke tangan yang salah, dan perjuangannya akan sia-sia.

Dalam momen itu, seolah waktu berhenti. Raka berdiri tegak di tengah jalan, bernapas berat, menatap kedua pria yang terjatuh di kakinya.

Dengan langkah tenang, ia mendekat ke pria pertama yang terbaring lemah.

“Gue nggak akan biarkan kalian merusak hidup gue dan orang-orang di sekitar gue,” katanya pelan, sebelum berbalik dan berlari menuju Nadia dan Pak Hasan, yang sudah siap dengan motor mereka.

“Mereka nggak akan berhenti, Rak,” kata Nadia, dengan wajah cemas.

Raka mengangguk, matanya tajam menatap ke depan. “Gue tahu. Tapi mereka juga nggak tahu kalau kita nggak akan berhenti.”

Dengan semangat yang tak tergoyahkan, mereka melaju cepat meninggalkan tempat itu, menyisakan dua pria yang tergeletak di jalan, tak berdaya. Namun, ancaman tetap ada di depan.

Suara deru motor menghilang di balik kabut pagi yang masih menyelimuti Jakarta. Namun, ancaman yang mengintai masih jauh dari usai. Di balik perjuangan ini, ada sebuah kebenaran yang harus terungkap—dan Raka tahu, meski banyak rintangan yang harus dihadapi, ia tidak akan pernah menyerah.

1
🌜💖Wanda💕🌛
Luar biasa
meris dawati Sihombing
Kereta Api Sumatera tujuan Jakarta dah ada gt?
Kardi Kardi
good workssss
Aditya Ramdhan22
lanjutkan suhu
Irhamul Fikri
kenapa bisa kesel kak
ig : mcg_me
gw pernah hidup kayak gini di bawah orang, yg anehnya dlu gw malah bangga.
hadeh hadeh, kesal banget klo inget peristiwa pd wktu itu :)
ig : mcg_me
semangat Arka
Irhamul Fikri: wah pastinya dong, nanti di bagian ke 2 lebih seru lagi kak
total 1 replies
Aditya Ramdhan22
wow mantap suhu,lanjutkan huu thor
Irhamul Fikri: jangan lupa follow
Irhamul Fikri: siap abngku
total 2 replies
Putri Yais
Ceritanya ringan dengan bahasa yang mudah dipahami.
Irhamul Fikri: jangan lupa follow
Irhamul Fikri: Terima kasih kak
total 2 replies
Aditya Warman
berbelit belit ceritanya
Aditya Warman
Tolong dong tor,jangan mengulang ngulang kalimat yg itu² aja ..boring bacanya...jakarta memang keras...jakarta memang keras...
Heulwen
Dapat pelajaran berharga. 🧐
Uchiha Itachi
Bikin saya penasaran terus
Zuzaki Noroga
Jadi nagih!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!