Sekuel(Emily:Ketika cinta harus memilih)
Maxime Alexander Lemos pria berusia 37 yang merupakan orang kepercayaan pimpinan mafia paling kejam di Jerman jatuh cinta pada seorang gadis namun cintanya harus kandas terhalang restu dari orangtua gadis yang ia cintai dan meninggalkan luka yang begitu mendalam hingga cinta itu berubah menjadi dendam. Ia pergi meninggalkan semuanya merelakan orang yang ia cintai menikah dengan pria pilihan orangtua.
Hingga berbulan lamanya dan keduanya kembali dipertemukan dengan keadaan yang berbeda.
Bagaimana kisah mereka, yuk simak!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6.Kritis
Para anak buah Maxime membentengi Maxime yang menggendong Amora masuk ke dalam markas dari para musuh yang berusaha untuk membidik keduanya. Sementara Damian dan Revan masih berusaha menghabisi lawan mereka.
Maxime langsung meminta Kakek Armand menghubungi Dokter Cleo. Kakek Armand memang berada di dalam dan tidak diperbolehkan oleh Amora dan Damian untuk keluar
"Max, Dokter Cleo hari ini mulai cuti," ucap Armand.
"Lalu bagaimana lagi caranya Kek, Amora bisa kehilangan banyak darah," jawab Armand menatap wajah pucat Amora. Melihat keadaan Amora saat ini mengingatkannya dengan Amelia pernah tidak sadarkan diri karena kehujanan tapi sekarang keadaannya berbeda yang ada dihadapannya bukanlah Amelia tapi orang lain.
"Hubungi dia Kek, minta dia datang!," ucap Maxime karena hanya Dokter Cleo yang biasa menangani mereka jika mereka ada yang terluka.
"Baiklah," jawab Armand segera menghubungi Dokter Cleo.
Maxime menatap Amora dengan gelisah. Entah kenapa tiba-tiba hatinya tidak tenang dan juga sakit melihat keadaan Amora saat ini. Apakah karena Amora mirip dengan Amelia atau ada hal lain yang ia rasakan pada gadis ini.
Armand meminta pada Kakeknya jika ia yang bicara pada Dokter Cleo. Ini benar-benar urgent jika tidak nyawa Amora tidak bisa di selamatkan karena kehilangan banyak darah.
"Cleo, aku tidak menerima apapun alasanmu. Datanglah ke markas jika kamu tidak ingin karirmu berakhir saat ini juga," ucap Maxime dengan penuh ancaman. Ia tidak peduli jika Cleo hari ini sedang dalam masa cuti kehamilannya. Yang ia ingin sekarang Amora segara ditangani.
"Baiklah Max, beri aku jalan untuk masuk ke Mansion. Bukankah kata Kakek Armand terjadi kekacauan di depan markas kalian. Aku tidak ingin nyawaku dan anakku menjadi korbannya," jawab Dokter Cleo.
"Semuanya sudah aman terkendali," jawab Maxime saat melihat Revan dan Damian masuk dan mengacungkan jempol padanya.
"Baiklah. Minta Revan menjemputku sekarang juga!," ucap Cleo karena suaminya tidak lagi mengizinkannya mengendarai mobil sendiri.
"Hm"
"Amora, bangun!," ucap Revan langsung menghampiri Amora yang ditidurkan Maxime diatas sofa. Melihat keadaan Amora mengingatkannya dengan kejadian delapan bulan silam saat ia menyelamatkan Amora dari sebuah kecelakaan yang membuatnya koma selama satu bulan.
"Van, kau jemput Dokter Cleo di rumahnya!," ucap Maxime dengan tatapan dinginnya. Ia merasa tidak suka saat Amora diperhatikan sepatu itu oleh Revan.
"Jarak rumah Cleo dari disini hanya lima menit berkendara Max, dia bisa menyetir sendiri bukan?. Amora harus segara ditangani," jawab Damian menimpali.
"Pergi saja Van atau nyawa Cleo tidak bisa terselamatkan!," ucap Maxime.
"Pastikan Amora tetap bernafas!," ucap Revan langsung berlari keluar. Ia memang berhasil menghabisi para musuhnya meski keadaannya saat ini juga kacau. Ia mendapat luka sayatan di beberapa bagian tubuhnya tapi ia tidak mempedulikannya karena itu adalah hal biasa baginya.
"Hm," angguk Maxime.
Maxime menghampiri Amora yang tiba-tiba saja mengalami kejang."Amora, bertahanlah," ucap Maxime mengenggam tangan gadis itu.
"Max, kita tidak punya cara lain selain mengeluarkan selongsong peluru itu dari tubuh Amora dari pada nyawanya tidak terselamatkan," ujar Damian itu cemas melihat keadaan Amora. Meski Amora baru bergabung dengan mereka berarti Amora sudah menjadi bagian dari keluarga mereka.
"Tapi--
"Kau pasti bisa melakukannya Max. Apakah kau tidak ingat dulu juga pernah menyelamatkan nyawa Revan yang hampir juga kehilangan nyawanya jika saja kau tidak mengeluarkan selongsong peluru itu dari tubuhnya," ucap Damian.
"Baiklah...," angguk Maxime. Ia tidak punya cara lain untuk menyelamatkan nyawa Amora. Ia tidak ingin ada Revina kedua.
Maxime mengangkat tubuh Amora menuju ruangan yang diperuntukkan untuk perawatan bagi anggota yang terluka. Wajah gadis itu makin terlihat pucat karena darah yang terus mengalir meski Maxime sudah berusaha untuk mengikat lukanya untuk menghentikan darah yang keluar.
Maxime memulai mengeluarkan selongsong peluru yang ada di bahu kanan Amora. Dengan tangan bergetar Maxime membuka resleting gaun Amora Dengan begitu hati-hati agar memudahkannya untuk mengeluarkan selongsong peluru itu.
"Max... apa yang kau lakukan?," teriak Cleo yang baru saja datang.
"Cleo..."
"Keluarlah!, biarkan aku yang tangani," ucap Cleo segara memakai sarung tangannya dan memulai pekerjaannya.
"Aku akan disini Cleo," jawab Maxime kekeuh. Entah kenapa ia tidak ingin berjauhan dengan Amora. Ia juga tidak mengerti dengan dirinya sendiri yang tiba-tiba saja merasakan hal seperti itu padahal ia masih berharap untuk bersama dengan Amelia yang sampai saat ini tidak ia ketahui dimana keberadaannya.
"Kau membuatku tidak fokus saja Max," ucap Cleo.
"Aku janji tidak akan mengganggumu," jawab Maxime yang tatapannya masih tertuju pada Amora yang baru saja selesai dipasang oksigen.
Cleo hanya bisa mengangguk pelan karena ia tahu seorang Maxime tidak akan pernah bisa dilarang.
Cleo fokus pada pekerjaannya untuk segara mengeluarkan peluru yang bersarang di tubuh Amora."Max...seperti kita harus membawanya ke rumah sakit. Kondisinya semakin menurun, aku tidak bisa bekerja sendiri jika keadaannya seperti ini," ucap Cleo karena tiba-tiba Amora kembali mengalami kejang. Ia belum berhasil mengeluarkan selongsong peluru itu dari tubuh Amora.
"Lakukan yang terbaik Cleo," jawab Maxime.
***
Amora saat ini ditangani oleh tim Dokter di ruang operasi. Maxime membawa Amora ke rumah sakit untuk menyelamatkan nyawa gadis itu.
Sementara itu Maxime menatap lurus pada Revan yang tampak begitu kuatir didepan pintu ruang operasi. Revan terlihat begitu mencemaskan keadaan Amora. Melihat Revan mencemaskan Amora entah kenapa ia tidak suka.
Tidak lama kemudian pintu ruang operasi terbuka dan terlihat Revan segara menghampiri Dokter yang menangani Amora. Dokter yang sama menangani Amora delapan bulan yang lalu.
"Dokter bagaimana keadaan Amora?," tanya Revan. Sementara Maxime hanya memperhatikan interaksi Revan dengan Dokter itu.
"Keadaannya kritis karena pasien kehilangan banyak darah," jawab Dokter.
"Oh ya... apakah pasien sudah mendapatkan ingatannya kembali?. Masalahnya pasien tidak lagi datang ke sini memeriksakan kondisinya," tanya Dokter membuat Revan tampak gelagapan karena Maxime menatapnya dengan tatapan penuh curiga.
"Be-belum Dokter," jawab Revan.
"Anda ini bagaimana, bukankah saya sudah katakan sebelum pasien mendapatkan ingatannya kembali, dia harus melakukan cek up rutin dan terus mengkonsumsi obatnya," ucap Dokter.
"Cedera di kepalanya jika tidak ditangani dengan baik, akan berdampak buruk dikemudian hari," sambung Dokter.
"I-iya Dokter. Setelah ini saya akan meminta Amora untuk kembali melanjutkan pengobatannya," jawab Revan.
"Harus itu," ucap Dokter.
" Oh ya untuk sementara pasien akan ditempatkan di diruang ICU sebelum ia melewati masa kritisnya," sambung Dokter lalu segara pergi meninggalkan Revan yang terdiam membeku.
"Kau menyembunyikan sesuatu dariku tentang Amora, Revan?," tanya Maxime dengan tatapan menghunusnya pada Revan. Ia paling membenci yang namanya kebohongan.
"Max aku--
"Katakan siapa Amora sebenarnya, Revan?," tanya Maxime dengan kalimat penuh tuntutan.
"Dia--
...****************...
Author skip dulu ya...hehehe
semoga para penjaga tidak ada yg berkhianat
bagaimana busuk nya kake Arman