NovelToon NovelToon
Love Or Tears

Love Or Tears

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Tukar Pasangan
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Putu Diah Anggreni

Rani seorang guru TK karena sebuah kecelakaan terlempar masuk ke dalam tubuh istri seorang konglomerat, Adinda. Bukannya hidup bahagia, dia justru dihadapkan dengan sosok suaminya, Dimas yang sangat dingin Dan kehidupab pernikahan yang tidak bahagia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putu Diah Anggreni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Takut

Fajar menyingsing dengan enggan, seolah ragu untuk menyinari rumah yang kini diselimuti ketegangan. Dimas terbangun dengan kepala berdenyut, hasil dari malam tanpa tidur yang dihabiskan dengan berbagai pikiran dan kecurigaan. Ia bangkit dari tempat tidur di kamar tamu, matanya merah dan bengkak.

Sementara itu, di kamar utama, Rani juga terjaga. Ia duduk meringkuk di sudut tempat tidur, selimut membungkus tubuhnya yang gemetar. Matanya yang sembab menatap kosong ke arah jendela, menyaksikan cahaya pagi yang perlahan merayap masuk.

Dimas melangkah keluar kamar, langkahnya berat menuju dapur. Aroma kopi yang baru diseduh mengisi udara, namun gagal mengusir atmosfer mencekam yang menyelimuti rumah. Ia duduk di meja makan, secangkir kopi panas di tangannya, menunggu.

Tak lama kemudian, Rani muncul di ambang pintu dapur. Wajahnya pucat, lingkaran hitam menghiasi matanya yang sembab. Ia berdiri ragu-ragu, seolah takut untuk melangkah lebih jauh.

"Duduklah," ujar Dimas datar, tanpa mengangkat pandangannya dari cangkir kopi.

Rani menurut, duduk di kursi di seberang Dimas. Keheningan yang menyesakkan menyelimuti mereka, hanya sesekali dipecahkan oleh suara seruput kopi Dimas.

"Kita akan ke rumah sakit hari ini," Dimas akhirnya memecah keheningan. Suaranya terdengar letih namun tegas. "Aku sudah membuat janji dengan Dokter Surya, spesialis saraf. Kita akan melakukan pemeriksaan menyeluruh."

Rani mengangguk lemah, tangannya yang gemetar menggenggam erat cangkir teh di hadapannya. "Baiklah," bisiknya.

"Jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kau benar-benar mengalami amnesia," lanjut Dimas, "maka kita akan mencari cara untuk mengatasinya. Tapi jika ternyata..." ia menggantung kalimatnya, matanya akhirnya bertemu dengan mata Rani, "jika ternyata kau berbohong, kita perlu bicara serius."

Rani menelan ludah, matanya berkaca-kaca. "Aku mengerti," ujarnya lirih.

Perjalanan ke rumah sakit dilalui dalam keheningan yang menyesakkan. Dimas fokus mengemudi, sementara Rani menatap kosong ke luar jendela. Pikiran keduanya berkecamuk, masing-masing tenggelam dalam kekhawatiran dan dugaan-dugaan.

Di rumah sakit, mereka disambut oleh Dokter Surya, seorang pria paruh baya dengan senyum ramah yang kontras dengan suasana tegang di antara Dimas dan Rani. "Selamat pagi, Pak Dimas, Bu Adinda," sapanya. "Mari, kita mulai pemeriksaannya."

Selama beberapa jam berikutnya, Rani menjalani serangkaian tes. Dari pemeriksaan fisik hingga tes psikologis, dari CT scan hingga MRI. Dimas menunggu dengan gelisah di luar, sesekali berjalan mondar-mandir di lorong rumah sakit.

Akhirnya, Dokter Surya memanggil mereka berdua ke ruangannya. Wajahnya serius ketika ia mulai berbicara, "Saya sudah melihat hasil pemeriksaan Ibu Rani," ujarnya. "Dan saya harus mengatakan, ini kasus yang cukup unik."

Dimas menegakkan tubuhnya, sementara Rani menunduk, tangannya meremas-remas ujung bajunya.

"Dari hasil pemeriksaan fisik dan pencitraan otak, tidak ada indikasi kerusakan yang signifikan yang biasanya menyebabkan amnesia," lanjut Dokter Surya. "Namun, dari hasil tes psikologis, ada indikasi stres berat dan kemungkinan... dissosiasi."

"Dissosiasi?" tanya Dimas, alisnya berkerut.

Dokter Surya mengangguk. "Ya, dissosiasi adalah kondisi di mana seseorang secara tidak sadar memisahkan diri dari ingatan, pikiran, atau identitas tertentu sebagai mekanisme pertahanan terhadap trauma atau stres berat."

Rani mengangkat wajahnya, matanya melebar. Dimas melirik ke arahnya, ekspresinya sulit dibaca.

"Jadi," Dimas memulai perlahan, "maksud dokter, istri saya benar-benar tidak mengingat ibunya? Tapi bukan karena amnesia dalam arti medis?"

"Benar," jawab Dokter Surya. "Ini lebih ke arah amnesia psikogenik. Pikiran Ibu Rani mungkin telah 'memblokir' ingatan tertentu sebagai bentuk perlindungan diri."

Rani mulai terisak pelan, bahunya bergetar. Dimas, meski masih terlihat bingung, mengulurkan tangan dan menggenggam tangan Rani.

"Apa yang bisa kita lakukan, dok?" tanya Dimas.

"Saya sarankan untuk memulai terapi psikologis," jawab Dokter Surya. "Kita perlu menggali apa yang menjadi pemicu kondisi ini. Mungkin ada kejadian traumatis atau konflik yang belum terselesaikan yang melibatkan ibu Ibu Adinda."

Setelah mendapatkan rekomendasi dan jadwal terapi, Dimas dan Adinda meninggalkan rumah sakit. Perjalanan pulang kembali dilalui dalam keheningan, namun kali ini terasa sedikit berbeda. Ada secercah pemahaman yang mulai tumbuh.

Sesampainya di rumah, Dimas memecah keheningan. "Adinda" ujarnya lembut, "maafkan aku karena telah menuduhmu berbohong."

Rani mengangkat wajahnya, air mata mengalir di pipinya. "Tidak, Dimas. Akulah yang harus minta maaf. Aku... aku mungkin memang tidak jujur pada diriku sendiri."

Dimas menghela nafas panjang. "Apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang membuatmu... memblokir ingatan tentang ibumu?"

Rani terdiam sejenak, matanya menerawang, mencoba menemukan jawaban yang tepat "Aku... aku tidak yakin. Tapi setiap kali aku mencoba mengingat tentang ibu, ada rasa sakit yang tidak bisa kujelaskan. Seperti ada dinding yang menghalangiku."

Dimas mengangguk perlahan. "Baiklah. Kita akan melalui ini bersama, oke? Kita akan mulai terapi, dan perlahan-lahan kita akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi."

Rani mengangguk, untungnya kebohongannya tidak terbongkar. Lalu, seulas senyum tipis muncul di wajahnya yang lelah. "Terima kasih, Dimas."

Malam itu, untuk pertama kalinya sejak lama, Dimas dan Rani tidur di kamar yang sama. Meski masih ada banyak pertanyaan yang belum terjawab, setidaknya ada pemahaman baru yang mulai tumbuh di antara mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!