"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sang Pemilik Hati Yang Sebenarnya
Untuk beberapa saat, Bumi seakan berhenti berputar bagi Rafli. Pikirannya kalut, ia merasakan getaran hebat membekuk tubuhnya dalam sepersekian detik. Pemandangan mengerikan yang terpampang jelas tepat di hadapannya itu memaksa bola matanya berair.
Bahkan ngilu dari benturan akibat didorong keras oleh Arumi seakan tak ada artinya lagi. Di tengah kepanikan, ia melepaskan pelukan pada tubuh Aika, dan berlari menuju Arumi yang sudah tergeletak di jalanan.
Salah satu anak buahnya dengan cepat menggantikan untuk menggendong Aika. Gadis kecil itu menangis histeris, tampak kebingungan dan takut. Sang pengawal pun mencoba memeriksa tubuhnya, demi memastikan adanya luka atau tidak. Beruntung Aika hanya mengalami sedikit lecet di bagian lengan.
Sementara Rafli meraih tubuh tak berdaya Arumi dan memeluknya sangat erat. Arumi masih setengah sadar, tatapannya sayu, dan beberapa kali mengerang dengan suara lemah. Di beberapa bagian tubuhnya mengalir cairan merah segar akibat luka sobekan. Sebab mobil tadi menghantam tubuhnya hingga terpental beberapa meter.
Dalam hitungan detik, orang-orang di sekitar lokasi kejadian sudah berkerumun. Masing-masing mereka menunjukkan raut prihatin.
"Aika ...," lirih Arumi. Bola matanya berputar ke kanan dan kiri demi menemukan keberadaan putrinya.
"Aika baik-baik saja." Suara Rafli terdengar gemetar. Perlahan ia membuka cadar yang menutupi wajah Arumi, karena ia tampak kesulitan meraup udara. Sejenak Rafli memandangi wajah Arumi yang sengaja disamarkan dengan makeup. Sekarang Rafli tahu mengapa Yuna tidak dapat mengenalinya saat pertama kali datang ke rumah sebagai pengasuh.
Keadaan semakin tidak kondusif. Suasana panik dan mencekam semakin menyelimuti sekitar lokasi kejadian. Dalam waktu cukup singkat sudah terjadi penumpukan kendaraan.
Evan dan Osman yang baru tiba segera berjongkok di sisi Rafli dan Arumi. Keduanya pun sama terkejutnya. Tiba-tiba saja Arumi sudah tergeletak dengan bersimbah darah.
"Apa yang terjadi?" tanya Evan.
Namun, Rafli seolah tak kuasa menjawab. Benteng kokoh yang ia bangun runtuh seketika, dan yang dapat ia lakukan hanya memeluk Arumi dalam tangis.
Di tengah suasana panik yang mendominasi, Osman berusaha untuk berpikir jernih. Tanpa menunggu komando, ia berlari ke arah parkiran yang berada tak jauh dari lokasi kejadian. Kemudian mengarahkan mobil ke arah kerumunan orang. Ia harus berkali-kali membunyikan klakson mobil untuk mendapat jalan.
"Ayo, cepat naik!" teriak Osman, saat telah berada tepat di samping Rafli.
Evan pun bergerak dengan cepat. Melihat Rafli yang tampak sangat shock, ia memilih untuk menggendong Arumi menuju mobil, sebab Rafli mungkin tidak akan kuat di saat seperti ini. Ia meminta Rafli naik ke mobil lebih dulu agar dapat memangku Arumi.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Rafli terus memeluk Arumi. yang sekarang sudah dalam keadaan tak sadarkan diri lagi. Berulang-ulang ia memanggil nama wanita itu, tetapi tak ada respon apapun dari Arumi.
"Lebih cepat, Osman!" desak Rafli.
Osman tak menjawab. Yang ia lakukan hanya fokus mengemudi. Evan yang duduk di sisinya juga hanya sesekali melirik ke belakang. Lalu, mengeluarkan ponsel dan menghubungi rumah sakit. Kebetulan rumah sakit tempat mereka akan membawa Arumi adalah rumah sakit tempat Rafli dan Evan praktek.
Rafli melelehkan air mata tatkala Arumi mengeluarkan cairan merah di sudut bibirnya.
"Apa kau punya tissue basah?" Rafli melirik Osman.
"Ada, Tuan. Di saku belakang."
Rafli segera meraih tissue basah dan mengusap darah yang meleleh di sudut bibir Arumi. Ia juga menghapus noda makeup, sehingga tampak jelas wajah asli Arumi.
Tak kuasa menahan rasa sakit, lelaki itu kembali memeluk wanita yang dibenci tetapi sangat ia rindukan. Sang pemilik hati yang sesungguhnya.
"Bangun, Arumi, maafkan aku!"
*
*
*
Rafli terduduk lemas di depan ruang IGD. Ia hanya menatap beberapa dokter dan perawat yang keluar masuk ke ruangan secara bergantian. Seluruh tubuhnya gemetar.
Sebagai seorang dokter ahli bedah, seharusnya situasi seperti ini bukan hal baru baginya. Hampir setiap hari berhadapan dengan pasien sekarat atau bahkan meninggal di meja operasi.
Tetapi saat dihadapkan dengan Arumi sebagai pasien, seluruh keahliannya seperti menghilang. Pikirannya sekarang hanya dipenuhi rasa takut kehilangan untuk ke dua kali.
Lihatlah lelaki itu sekarang. Ia hanya terduduk sambil menjambak rambutnya.
"Tenanglah. Mereka pasti akan melakukan yang terbaik untuk Arumi." Evan tiba-tiba datang dan menepuk bahu Rafli.
Tetapi ia terdiam. Mulutnya seperti terkunci. Tiba-tiba Rafli teringat akan sesuatu yang sempat terlupa.
"Aika di mana?"
"Aku meminta mereka membawanya ke rumahku. Setidaknya di sana ada Hanna, Sky dan Star yang akan menemaninya. Dia tadi sangat ketakutan."
Rafli bernapas lega sambil menyandarkan punggung di dinding. Menunggu selama dua jam di depan ruangan itu terasa sangat lama.
Tak lama berselang, pintu ruangan itu terbuka dan memunculkan seorang dokter wanita. Baik Rafli maupun Evan langsung berdiri menghampiri sang dokter yang merupakan rekan mereka itu.
"Bagaimana?"
Sang dokter terdiam sambil menatap Rafli dan Evan bergantian. Dari raut wajahnya, Rafli sudah menebak bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi terhadap Arumi.
"Jangan membuatku mengulang pertanyaan, Dokter Sandra!"
...****...