Jalan hidup ini bagaikan roda. Kadang di atas kadang di bawah. itulah yang terjadi pada seorang wanita yang tidak muda lagi.
Namun demi buah hatinya ia berusaha bertahan. yang dipikirkan bagaimana supaya anaknya bisa sekolah dan bertahan hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husnel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Izinkanlah ya Allah
Setelah pamitan dengan orang tuanya. Nabil pun masuk ke mobil Ben yang terparkir di depan rumah.
"Eh. Neng Nabil ke mana atuh. Ih kok bisa ya dapat pacar pakai mobil, asalkan orang baik aja ya teh.." Ujar salah seorang ibuk-ibuk tetangga Nabil yang berdiri pas depan pagar. Di samping PAUD milik Bunda Mei.
"Iya Kasihan kan Bundanya yang sudah cari uang kalau dapat calon mantu yang jelas kerjaannya." Ujar satunya lagi.
Beni dan Nabil mendengar dengan jelas percakapan mereka. Beni memegang tangan Nabil dan menggelengkan kepalanya.
Nabil pun mengangguk, ia tidak mungkin melawan ibuk-ibuk yang julit Karena ada Ben. Jika tidak udah pasti Dia akan membalasnya.
"Begitulah di sini Bang. Makanya aku tidak mau ada laki-laki datang ke rumah, walau teman aku kadang pengen kerjakan tugas kelompok di rumah ku. Tapi selalu aku tolak. Karena lingkungan seperti ini." Curhat Nabil.
Beni tersenyum." Dimana-mana itu ada dek. Yang penting kita nggak begitu. orang iri tuh tandanya ia tidak mampu seperti kita makanya cari kelemahan kita. Jadi jangan hirau kata-kata yang membuat kita down. Tapi jadikanlah sebagai motivasi gambar lebih semangat lagi kedepannya." Nasehat Ben.
Nabil pun mengangguk. Tak terasa mereka bercerita apa adanya tanpa mereka sadari. Keakraban itu terjalin. Keduanya saling bercerita tentang apa yang mereka alami. Hingga Ben menghentikan mobilnya di sebuah kafe yang beraroma romantis dengan alam. Kursi Kayu yang tertata di bawah pohon rindang. Jadi tampak sejuk dan arsi.
"Duduklah... " Beni mengeluarkan kursi kayu tersebut. Ia pun duduk setelah Nabil duduk berhadapan dengannya.
"Kamu suka tempatnya." Tanya Beni tersenyum lembut.
"HM. Ya.. tempatnya Ardi sekali. Aku suka." Ujarnya sumringah.
Beni pun tersenyum memandang gadis tersebut." Kalau kamu suka, jadi tempat favorit kita ya, kalau kita pergi main." Usul Ben yang juga di setujui Nabil.
Tak lama datang seorang pelayan menghampiri mereka. " Kamu pesan apa. Pilih saja sendiri ya, samakan saja untuk Abang." Beni menyerahkan menu yang di berikan gadis pelayan kafe. Nabil mengangguk dan memilihnya.
"Pasangan romantis." Goda si pelayan.
Beni hanya tersenyum, Sedangkan Nabil jadi salah tingkah. Ia menutup wajahnya dengan buku menu. Seolah ia memilih menu yang akan dia pesan.
Nabil pun memberikan buku tersebut setelah memilihnya." Ini mbak." Ujarnya. Ia belum melihat ke arah Ben yang ia tahu Ben memperhatikannya.
"Dek.." panggil Ben lembut. Nabil menoleh.
"Ada apa. kok kelihatan kesal gitu.?" Tanah Ben yang tidak tahu. Kalau ia sebenarnya malu mendengar godaan pelayan tadi. Mereka kan tidak ada hubungan. .
"Ah nggak.. Lagi bingung aja." Jawabnya asal.
Beni mendekatkan kursinya. Ia penasaran apa yang di pikirkan gadisnya. " Apa yang bikin adek bingung." Beni setengah berbisik. Nabil bisa merasakan Deri nafas Ben yang ada di sebelahnya, tubuh Nabil menjadi kaku.
"Kok Abang duduk di sini..." Usir Nabil saat baru sadar dengan Ben yang makin dekat.
Beni terkekeh." Kenapa.? Kan nggak dekat dengan calon istri sendiri." Goda Ben pada gadis tersebut.
Nabil nampak sewot." Calon istri. Sejak kapan.. Jangan ngadi-ngadi deh pak. nanti jatuh kalau terlalu lama mimpinya." Sewot Nabil.
Beni terkekeh. Ini yang dia suka dengan gadis tersebut. kalau berkata tanpa di buat-buat lembut. Emang dasarnya saja ia itu jutek. Tapi bagi Ben itu buat dia makin cinta dan gemes.
Beni :"Boleh cubit nggak.?"
Nabil:"Nggak."
Ben: "Boleh dekat nggak?"
Nabil:"Nggak."
Beni:"Boleh cinta nggak?"
Nabil:"Nggak."
Beni: " Jadi bolehnya ngapain dong. Nikah aja." Goda Ben. Nabil yang menatapnya sengit tadi langsung berpaling. Tangannya ia pilin Krena grogi.
Beni yang perhatikan tingkah gadis tersebut tersenyum. Ia selalu suka dengan tingkahnya itu yang apa adanya.
"Abang serius dengan ucapannya" Tanya Nabil setelah cukup lama diam.
Pelayan datang mengantarkan pesanan mereka. " Makanlah dulu. Nanti nggak enak di anggur kan lama." Perintah Ben lembut.
Mereka pun akhirnya memakan menu sederhana. nasi goreng suwir ayam dengan banyak toping dan sup buah yang segar.
"HM. Pesanan ku sehat semua ya. biasanya anak muda sekarang sukanya makan kekinian." Beni menikmatinya.
"Abang tidak suka. Biar aku pesankan lagi." Nabil merasa tidak enak.
"Bukan tidak suka. Malah sebaliknya. Kamu nggak suka makan mie instan yang berbagai olahan gitu." Tunjuk Ben pada spanduk yang terpanjang di sana.
Nabil menggeleng." Bunda sering mengingatkan kami. Kalau ada yang sehat kenapa pilih yang lain." Jawabnya. Beni pun mengangguk.
Beni berpikir sendiri.Mereka melanjutkan makan sampai makanan mereka habis. Hanya tinggal sup buah yang belum di sentuh. Beni pun mengambil sup buah tersebut.
"Kamu suka minuman seperti ini. Kenapa nggak pilih minuman yang lagi viral. Kan banyak tuh minuman kafein yang sangat menggiurkan." Tanya Beni makin penasaran.
"Kata Bunda sih. minuman kafein itu enak. Tapi tidak bagus di konsumsi tiap hari dan juga tidak sehat. Itu akan merusak tubuh kita. Jika kita lebih menjaga pola makan dan minum kita, kita tidak perlu berobat. Karena mencegah lebih baik dari pada mengobati." Nabil menceritakan semua apa yang ia dapat dari orang tuanya. Terutama Bundanya yang sering bercerita dengannya.
"Bunda hebat ya. Milik anak yang cantik dan pintar seperti kamu. Abang bahagia jika Allah mengizinkan Abang masuk ke keluarga kamu." Ujar Beni serius.
Nabil terdiam. Wajahnya kembali panik. Beni bisa melihat itu. Beni menggenggam tangan gadis tersebut berubah dingin.
"Dek. Dengar Abang. Abang memang menyayangi adek, dan ingin menjadikan adek milik Abang selamanya. Namun Abang tidak ingin memaksanya. Kita jalani ini apa adanya dulu, Yang pasti Adek itu calon istri Abang. Mau ya.. Jangan tolak Abang." Nabil menatap mata Ben yang tidak ada kebohongan.
Ia menarik tangannya pelan." Bang. Terus terang. Aku belum pernah pacaran. Dan belum pernah jatuh cinta... Jika nanti aku bisa mencintai Abang. Apa Abang janji tidak tinggalkan aku nantinya." Pinta Nabil.
"Sama Dek. Abang juga belum pernah pacaran. Abang dulu malah sering di jelek-jelek kan teman Abang. Kan kulit Abang agak gelap. Biasanya cewek kan suka dengan pemuda yang kulitnya putih, tinggi. Itu terlihat keren ya kan.? Nah Abang tidak pernah di pandang baik oleh mereka saat SMA. Tapi kalau adek pasti banyak yang suka kan.?" Tanya Ben yang di anggukkan tanpa sadar.
Beni terkekeh melihat jawaban jujur gadis tersebut. Ia selalu saja tertawa jika dekatnya.
"Ya Allah. Izinkanlah dia jadi istriku satu untuk selamanya." Lirih Beni memandang Nabil lekat. Sedangkan yang di kandang membuang muka karena tidak nyaman.