NovelToon NovelToon
Haluan Nadir

Haluan Nadir

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Cinta setelah menikah / Pernikahan Kilat / Pengganti / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:12.3k
Nilai: 5
Nama Author: Windersone

Jodoh adalah takdir dan ketetapan Tuhan yang tidak bisa diubah. Kita tidak tahu, siapa, di mana, dan kapan kita bertemu jodoh. Mungkin, bisa saja berjodoh dengan kematian.

Kisah yang Nadir ditemui. Hafsah Nafisah dinikahi oleh Rashdan, seorang ustaz muda yang kental akan agama Islam. Hafsah dijadikan sebagai istri kedua. Bukan cinta yang mendasari hubungan itu, tetapi sebuah mimpi yang sama-sama hadir di sepertiga malam mereka.

Menjadi istri kedua bertolak belakang dengan prinsipnya, membuat Hafsah terus berpikir untuk lepas dalam ikatan pernikahan itu karena tidak ingin menyakiti hatinya dan hati istri pertama suaminya itu. Ia tidak percaya dengan keadilan dalam berpoligami.

Mampukah Hafsah melepaskan dirinya dari hubungan itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Windersone, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kejutan untuk Hafsah

🍃🍃🍃

Dengan antusias Hafsah membuka kotak kado yang diberikan Nadif. Gadis itu membukanya di atas kasur, di mana terdapat sebuah kotak musik dengan miniatur alat musik piano. Juga ada cokelat dan sepucuk surat di sana. Tulisan di surat tersebut membuat Hafsah tersenyum.

Gadis itu sudah lama tahu Nadif menyukainya, tapi ia berpura-pura tidak tahu dalam situasi juga memiliki perasaan yang sama, tetapi tidak sekuat Nadif. Hafsah tidak terlalu fokus dengan perasaannya karena mengutamakan karir meski tidak kuliah. Jadi, perasaan itu bisa dikontrol dan hanya menaruh segalanya kepada sang pencipta. Jika mereka memang ditakdirkan, maka mereka akan bertemu dan bersama. Namun, sepertinya takdir mereka berkata lain.

Isi Surat:

Jika kamu belum menikah, hari ini menjadi hari aku akan melamarmu. Tapi, sepertinya jodoh berkata lain, kita tidak ditakdirkan. Meskipun begitu, aku harap kamu bahagia walaupun menjadi istri kedua. Maaf, aku terlambat mengatakannya, aku menyukaimu dan mencintaimu sejak lama.

“Terima kasih karena sudah menyukaiku,” ucap Hafsah, bisa mengerti dengan situasi mereka saat ini.

Cara Nadif menyikapi situasi mereka saat ini cukup dikagumi oleh Hafsah, pemuda itu tidak melawan takdir dengan memaksakan perasaannya. Toh, takdir juga tidak bisa dibantah.

“Dia siapa?” tanya Rashdan sambil mencondongkan tubuh ke depan, menaruh posisi kepala berada tepat di atas pundak kanan Hafsah.

Kertas tersebut dilipat Hafsah dengan cepat. Namun, percuma saja, Rashdan sempat membaca isinya, tetapi pria itu bertingkah seolah tidak melihat. Rashdan duduk di tepi kasur, mengambil kotak musik dan cokelat yang dikeluarkan dari kotak tadi.

“Hari ini kamu ulang tahun?” tanya Rashdan sambil memperhatikan kedua benda itu.

“Iya. Hari ini usiaku baru genap 21 tahun,” jawab Hafsah dengan senyuman ringan.

Rashdan manggut-manggut sambil membuka bungkus cokelat yang ada di tangannya, memakannya.

“Enak,” ucap Rashdan.

Hafsah menoleh ke arah suaminya itu ketika sibuk melipat rapi kertas tadi dan menaruhnya ke dalam kotak tadi. Hafsah diam mematung memperhatikan Rashdan memakan hadiah ulang tahunnya tanpa izin.

“Itu cokelatku.” Hafsah berbicara dengan suara dan ekspresi sedikit kecewa, tampak seperti anak kecil.

“Oh iya, aku makan,” ucap Rashdan, tersenyum lebar.

“Itu milikku!” Hafsah hendak mengambilnya, tapi Rashdan menjauhkan tangan yang memegang cokelat tersebut menjauh dari gadis itu.

Rashdan berdiri, semakin menghindar dengan Hafsah mengejarnya, mengikutinya sampai ke ruang tamu. Gadis itu bertingkah seperti anak kecil, berusaha menggapai sesuatu yang jauh lebih tinggi dari tubuhnya karena Rashdan mengangkat cokelat itu ke atas, sengaja menjahili istri keduanya itu.

“Ambil,” ucap Rashdan, tersenyum.

Hafsah diam sejenak sambil berpikir mencari cara untuk mengambil sebatang cokelat di tangan suaminya itu. Beberapa detik kemudian, Hafsah tersenyum dan menggelitik kedua pinggang Rashdan sambil tertawa. Akhirnya pria itu menurunkan tangannya dan Hafsah meraih cokelat tersebut.

Gadis itu duduk di bangku ruang tamu dan memakannya.

Suara tawa ringan mengundang pandangan Hafsah ke pintu, tampak beberapa santriwati tertawa ringan di halaman rumah. Mereka yang kebetulan melewati halaman rumah itu tidak sengaja melihat tingkah mereka berdua tadi. Mulut Hafsah berhenti mengunyah dan menoleh ke arah Rashdan yang berdiri di sampingnya, pria itu juga mengarahkan pandangan kepada para santriwati itu.

Para remaja muslimah itu melanjutkan perjalanan mereka dengan cepat, menghindari pandangan Rashdan dan Hafsah yang takutnya membuat mereka dimarahi.

Rashdan mengabaikan mereka dan duduk di samping Hafsah. Pria itu mematahkan cokelat di tangan istrinya itu dan hendak memakannya.

“Jangan makan banyak, nanti gigimu sakit,” ucap Rashdan dan mengunyahnya.

“Aku bukan anak kecil yang malas gosok gigi.”

“Benarkah? Baiklah. Setelah makan gosok gigi dan kita salat berjamaah di masjid bersama para santri,” ucap Rashdan.

Pria itu meraih beberapa tisu di atas meja dan membersihkan tangannya. Kemudian, Rashdan berdiri, berjalan memasuki kamar, meninggalkan Hafsah yang masih santai hendak menghabiskan cokelat di tangannya.

“Aku duluan ke masjid. Jangan telat datang,” ucap Rashdan sambil berjalan keluar rumah bersama sajadah di pundaknya.

“Magrib masih lama.”

“Aku mau melatih kedisiplinan para santri. Ingat, jangan sampai telat. Kalau kamu telat, kamu juga akan mendapatkan hukuman seperti para santri yang melanggar aturan,” ujar Rashdan sambil memakai sandal yang baru diambil dari rak sepatu yang ada di terasa.

“Assalamualaikum!” ucap Rashdan dan berjalan menuruni teras.

“Wa'alaikumussalam.”

***

Kedatangan Hafsah di masjid disambut dengan sapaan para santriwati yang berada di saf perempuan. Rashdan yang duduk paling depan, yang akan menjadi imam menoleh ke belakang, mengarahkan pandangan kepada istri yang kebetulan tidak tertutup oleh pembatas saf perempuan dan laki-laki. Gadis itu juga memandangnya. Mereka saling membagi senyuman yang membuat para santri terbawa suasana, mereka seakan sedang menonton drama romantis islami.

“Ciee …!” Kompak mereka menggoda kedua pengantin baru itu.

“Kalian apa-apaan?” Hafsah tertunduk dalam sipuan rasa malu.

Rashdan memainkan mata kepada mereka yang bisa ditatap olehnya sambil menganggukkan kepala dengan sorot mata yang bisa dimengerti oleh para santrinya itu. Hafsah tidak menyadari tingkah mereka karena Hafsah masih dengan posisi tertunduk.

Para Santri itu menganggukkan kepala dan dengan cepat mereka membetulkan posisi kepala mereka saat melihat Hafsah mengangkat pandangannya. Seketika gadis itu memperhatikan sekeliling, merasa tingkah mereka yang membuatnya merasa aneh.

“Kalian kenapa?” tanya Hafsah ke beberapa santriwati yang duduk di sampingnya.

Mereka hanya tersenyum dan berdiri, lanjut menunaikan salat Magrib. Salat tiga rakaat tersebut diselesaikan dalam waktu sekitar sepuluh menit, dilanjut doa. Setelah itu, mereka mengaji sampai bertemu dengan salat Isya.

Usai salat Isya dilangsungkan, bergegas para santri meninggalkan masjid dengan gelagat yang aneh Di mata Hafsah. Kepergian mereka meninggalkan gadis itu dan Rashdan, di mana pria itu mulai bangkit dari posisinya, dan berjalan menghampiri Hafsah bersama sebuah Al-Qur'an di tangan kanannya.

Rashdan duduk di hadapan Hafsah. Gadis itu menyalam dengan mencium punggung tangan Rashdan.

“Kita baca Al-Qur'an sama-sama,” ucap Rashdan dan membuka kitab suci umat Islam yang ada di tangannya.

“Anak-anak kenapa pergi? Aneh,” ucap Hafsah.

“Biarkan saja,” balas Rashdan.

Pria itu mulai membaca tulisan arab dari salah satu surah yang ada di Al-Qur'an tersebut.

Setengah jam waktu dihabiskan Rashdan untuk menyelesaikan bacaannya, di mana Hafsah mengikutinya dengan suara kecil yang terdengar, tampak malu-malu karena bacaannya tidak sebagus sang suami.

“Assalamualaikum, Ustaz! Semuanya sudah siap!” seru seorang santriwati yang berbicara dari pintu masjid kepada Rashdan.

“Wa'alaikumussalam. Baiklah.” Rashdan menutup Al-Qur'an yang ada di pangkuannya dan berdiri.

Hafsah ikut berdiri, memperhatikan Rashdan menaruh Al-Qur'an di lemari di sudut masjid, di mana terdapat sebuah lemari penyimpanan Al-Qur'an.

Rashdan kembali menghampiri Hafsah, menggenggam tangan kanan gadis itu, mengajaknya meninggalkan masjid, lalu berjalan menuju rumah.

Langkah Hafsah berhenti di halaman rumah karena pemandangan yang membuatnya kaget. Mata gadis itu menjelajah, memperhatikan halaman rumah yang luas diduduki oleh para santri. Mereka duduk membentuk sebuah lingkaran besar di atas tikar di mana terdapat makanan di hadapan mereka.

“Hari kelahiran tidak harus dirayakan. Tapi, tidak ada salahnya jika kita merayakannya dengan cara bersyukur. Yaumul milad,” ucap Rashdan yang berdiri di sisi kanan Hafsah.

Pandangan Hafsah beranjak dari para santri dan ustazah maupun ustaz pembimbing yang memandu para santri itu menyiapkan acara tersebut, ia menatap Rashdan dengan wajah terharu.

“Kita adakan syukuran kecil-kecilan. Tadi aku menyuruh Ustazah Dila dan Ustaz Hanafi untuk menyiapkannya bersama beberapa santriwati sore tadi,” terang Rashdan dan mengarahkan pandangan kepada mereka yang disebutnya.

“Terima kasih,” ucap Hafsah dengan perasaan bahagia.

1
Sofian
lama ya baru up lagi,lagi penasaran jga🫢
Fitri Nur Hidayati
iya pak syahril. kalo mau pisah beneran ka nunggu debay nya lahir dulu.
Fitri Nur Hidayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
semangat ya thoor , cerita keren....💪
Hilda Hayati
lanjut thor
Baiq Susy Meilawati Syukrin
hmmmm...ribet bet bet.,.🤦🤦🤦
Hilda Hayati
jangan lama2 min kelanjutannya keburu lupa alurnya
Hilda Hayati
keren ceritanya, islami, biin penasaran.
Hilda Hayati
kapan kelanjutannya min, penasaran gmana jadinya hub mereka
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!