Alina, seorang gadis lugu yang dijebak kemudian dijual kepada seorang laki-laki yang tidak ia kenali, oleh sahabatnya sendiri.
Hanya karena kesalahan pahaman yang begitu sepele, Imelda, sahabat yang sudah seperti saudaranya itu, menawarkan keperawanan Alina ke sebuah situs online dan akhirnya dibeli oleh seorang laki-laki misterius.
Hingga akhirnya kemalangan bertubi-tubi menghampiri Alina. Ia dinyatakan positif hamil dan seluruh orang mulai mempertanyakan siapa ayah dari bayi yang sedang ia kandung.
Sedangkan Alina sendiri tidak tahu siapa ayah dari bayinya. Karena di malam naas itu ia dalam keadaan tidak sadarkan diri akibat pengaruh obat bius yang diberikan oleh Imelda.
Bagaimana perjuangan seorang Alina mempertahankan kehamilannya ditengah cemoohan seluruh warga. Dan apakah dia berhasil menemukan lelaki misterius yang merupakan ayah kandung dari bayinya?
Yukk ... ikutin ceritanya hanya di My Baby's Daddy
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mimpi Erlan
Erlan melangkah menghampiri seorang gadis yang sedang duduk dengan posisi membelakanginya. Sejak tadi gadis itu hanya menangis dan suara tangisannya terdengar begitu memilukan dan sangat menyayat hati.
Perlahan Erlan menyentuh pundak gadis itu kemudian menyapanya.
"Nona ... apa Nona baik-baik saja?"
Gadis itu menghentikan tangisnya kemudian menoleh kepada Erlan sambil menyeka air mata yang masih membanjiri kedua pipinya yang terlihat kemerahan.
Erlan membulatkan matanya setelah sadar siapa gadis itu. Gadis yang selama ini menghantui pikirannya. Gadis yang sudah menemani tidurnya saat ia menginap di sebuah hotel berbintang, di kota A.
"Ka-kamu?!" pekik Erlan seakan tidak percaya bahwa gadis itu sudah berada di hadapannya.
"Ya, Tuan. Ini saya ...."
Gadis itu tersenyum kepada Erlan. Senyuman termanis yang pernah Erlan lihat dalam seumur hidupnya. Erlan bahkan terpaku dan tidak bisa berkata apa-apa saat bersitatap mata dengan gadis yang entah siapa namanya.
"Tuan Erlan, lihatlah ...." Gadis itu mengelus perutnya yang terlihat buncit sambil terus tersenyum menatap Erlan yang sekarang nampak kebingungan.
"A-apa ini?" pekik Erlan sambil menautkan kedua alisnya.
Gadis itu meraih tangan Erlan kemudian meletakkan tangan lelaki itu di atas perutnya yang membuncit seraya menyandarkan tubuhnya yang mungil di dada bidang Erlan.
"Cobalah Anda rasakan bagaimana cara dia menendang perutku, Tuan Erlan."
Erlan menyentuh perut besar itu dan benar saja, ia merasakan saat bayi yang ada di dalam kandungan gadis itu menendangnya dengan keras.
"Oh, Tuhan! Dia menendang," pekik Erlan sambil tersenyum puas.
Di saat Erlan begitu bahagia karena dapat merasakan pergerakan bayi itu, tiba-tiba saja ia kembali dikejutkan dengan suara tangisan gadis itu lagi.
Erlan membalikkan tubuh mungil gadis itu dan menatapnya dengan seksama. "Kenapa kamu menangis lagi?"
"Tolong aku, Tuan Erlan. Segera temui aku, aku membutuhkanmu ...," ucapnya dengan air mata yang meluncur dengan deras di kedua pipinya.
Setelah mengatakan hal itu tiba-tiba gadis itu menghilang dari hadapannya dan membuat Erlan panik. Erlan berteriak-teriak, mencoba memanggil gadis yang namanya saja ia tidak tahu.
"Jangan tinggalkan aku! Aku berjanji akan bertanggung jawab dan segera menikahimu, percayalah padaku!" teriak Erlan.
Erlan membuka matanya dan ia berkeringat dingin. Sekarang ia sadar bahwa ternyata apa yang terjadi barusan hanyalah mimpi.
"Ya, Tuhan! Mimpi itu seperti nyata dan ini terus terjadi berulang-ulang," gumam Erlan seraya mengusap wajahnya dengan kasar.
Ia memperhatikan jam digital yang berada di atas nakas dan sekarang sudah saatnya untuk Erlan melakukan ritual paginya. Setelah mandi dan berpakaian rapi, kemudian sarapan sama seperti biasanya, Erlan pun segera berangkat menuju perusahaan yang saat ini dalam pimpinannya.
Di kantornya.
"Sean, bisakah kamu membantuku?" tanya Erlan dengan wajah kusut menatap Sean sambil memainkan pena yang sedang ia pegang.
"Tentu saja, Tuan. Katakanlah," sahut Sean tersenyum, seraya memperhatikan raut wajah Erlan dengan seksama.
"Akhir-akhir ini aku sering memimpikan gadis itu, Sean. Gadis yang tidur bersamaku di hotel pada malam pertemuanku dengan Tuan Joseph. Di dalam mimpiku, gadis itu menangis dan memintaku untuk segera menemuinya. Ia mengaku bahwa dirinya sedang mengandung anakku, Sean. Jujur, aku takut! Bagaimana jika itu benar-benar terjadi," tutur Erlan, masih dengan ekspresi wajah cemas sekaligus takut.
Sean pun nampak kebingungan mendengar penuturan Bossnya itu. "Sekarang apa yang bisa saya lakukan, Tuan Erlan?" tanya Sean.
"Aku ingin kamu temui Tuan Joseph dan cari tahu tentang gadis itu."
Sean pun menganggukkan kepalanya. "Tentu saja, Tuan Erlan. Saya akan segera berangkat ke kota A untuk menemui Tuan Joseph."
"Bagus, terima kasih." Akhirnya Erlan menyunggingkan sebuah senyuman di wajah tampannya.
Sementara itu di kediaman Alina.
Alina bingung apa yang harus ia lakukan sekarang. Semua tetangga sudah tidak ada yang mempedulikan dirinya. Bahkan tidak jarang mereka malah menghardik dan menghinanya tanpa memikirkan bagaimana perasaannya.
Uang simpanan Alina pun sudah mulai menipis. Sedangkan saat ini ia sama sekali tidak memiliki pekerjaan. Bahkan Bu Dita pun memutuskan pekerjaannya secara sepihak dan tanpa memberitahu apa alasan ia memecat Alina.
Satu-satunya harapan Alina sekarang ini adalah lelaki yang sudah menghamilinya. Berharap lelaki itu bersedia bertanggung jawab, paling tidak untuk bayinya. Namun, sayangnya hingga sekarang ia tidak tahu siapa dan di mana lelaki itu berada.
Hari ini Alina berniat mengunjungi hotel yang menjadi saksi awal mula kehancuran hidupnya. Ia membutuhkan informasi dari hotel tersebut. Walaupun sebenarnya Alina tidak begitu yakin hotel tersebut bersedia membantunya.
Setelah menghembuskan napas panjang, Alina pun melangkahkan kakinya keluar dari rumah itu.
"Semoga mereka bersedia memberi tahu informasi tentang lelaki itu," gumam Alina.
Baru saja Alina melangkahkan kakinya, para tetangga julid yang berada di samping kiri dan kanannya sudah mulai membuka suara mereka. Ucapan yang membuat telinga dan hati gadis itu sakit.
...***...