NovelToon NovelToon
MY ARROGANT EX HUSBAND

MY ARROGANT EX HUSBAND

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Anak Genius / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Wanita Karir / Trauma masa lalu
Popularitas:6.1k
Nilai: 5
Nama Author: Agura Senja

Setelah menikahi Ravendra Alga Dewara demi melaksanakan wasiat terakhir dari seseorang yang sudah merawatnya sejak kecil, Gaitsa akhirnya mengajukan cerai hanya dua bulan sejak pernikahan karena Ravendra memiliki wanita lain, meski surat itu baru akan diantar ke pengadilan setahun kemudian demi menjalankan wasiat yang tertera.

Gaitsa berhasil mendapatkan hak asuh penuh terhadap bayinya, bahkan Ravendra mengatakan jika ia tidak akan pernah menuntut apa pun.

Mereka pun akhirnya hidup bahagia dengan kehidupan masing-masing--seharusnya seperti itu! Tapi, kenapa tiba-tiba perusahaan tempat Gaitsa bekerja diakuisisi oleh Grup Dewara?!

Tidak hanya itu, mantan suaminya mendadak sok perhatian dan mengatakan omong kosong bahwa Gaitsa adalah satu-satunya wanita yang pernah dan bisa Ravendra sentuh.

Bukankah pria itu memiliki wanita yang dicintai?

***

"Kamu satu-satunya wanita yang bisa kusentuh, Gaitsa."

"Berhenti bicara omong kosong, Pak Presdir!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agura Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Mulai Sekarang, Kita Hidup Berdua

Dua minggu berlalu sejak Gaitsa memergoki suaminya sedang bersama wanita lain. Dan sejak saat itu juga ia pindah ke apartement-nya sendiri. Tidak ada satu pun yang mengetahui tempat itu, termasuk orang-orang dari Dewara Grup.

Gaitsa pikir waktu selama dua minggu cukup untuk menenangkan hatinya, tapi ketika melihat lagi pria tampan yang sudah memporakporandakan hatinya duduk angkuh sembari menyilangkan kaki di hadapannya, Gaitsa kembali mengingat luka yang menggerogotinya.

"Jadi, setelah kabur dari rumah, kamu mau apa sekarang? Aku tidak punya waktu, cepat katakan urusanmu."

Tidak ada kekhawatiran. Pria di hadapan Gaitsa masih tidak berperasaan seperti biasa. Gaitsa sempat berharap mungkin saja Ravendra akan menanyakan keadaannya, di mana ia tinggal dan kenapa meninggalkan rumah.

Hal-hal berbentuk kekhawatiran meski secuil saja dari pria itu mungkin akan mengubah keputusan Gaitsa. Nyatanya, netra cokelat itu tetap sama dingin dan penuh amarah seperti biasa.

Dua bulan, usia yang sangat muda untuk sebuah pernikahan, tapi mau bagaimana lagi, mereka tidak bisa terus berada dalam sebuah hubungan hanya dengan status ‘suami-istri’. Padahal Gaitsa sempat berharap pernikahannya akan baik-baik saja meski mereka tidak saling mencintai, selama bisa berkompromi dan diskusi tentang apa pun masalahnya. Tapi ternyata harapan itu pupus begitu saja. Gaitsa menarik napas berat sebelum menyodorkan map merah muda berisi gugatan cerai yang sudah ditandatangani olehnya.

"Aku ingin bercerai," ucap Gaitsa tegas, tangannya di bawah meja saling meremat kuat. "Tidak mungkin bercerai saat usia pernikahan masih dua bulan, jadi aku menulis tanggal satu tahun dari sekarang."

Ravendra menarik surat yang disodorkan Gaitsa, membacanya sekilas sebelum membubuhkan tanda tangan. Sudah bisa ditebak, Ravendra tidak menanyakan apa pun.

"Sudah kutandatangani. Selesai, kan? Bisa aku pergi sekarang?" Ravendra yang memang sejak kedatangannya terlihat sedikit gelisah dan terus saja melirik ponselnya, kembali menyodorkan berkas perceraian setelah selesai membubuhkan tanda tangan.

Kelegaan yang sedikit terlihat di wajah pria itu membuat tangan Gaitsa gemetar. Berbanding terbalik dengan perasaannya yang remuk redam, Gaitsa tersenyum, terlihat angkuh dan tegas di tatapan Ravendra, sama seperti biasa.

"Terima kasih atas kerjasamanya, Tuan Muda Ravendra."

Gaitsa berusaha menahan perasaan kecewa yang lagi-lagi memenuhi hatinya hingga terasa menyesakkan saat Ravendra langsung pergi tanpa mengatakan apa pun lagi.

"Apa karena wanita itu, kekasihmu, yang memintamu untuk tidak pergi terlalu lama?" Gaitsa tidak bisa menahan air mata yang kembali jatuh.

Haah ... Gaitsa menarik napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Ia baru akan berdiri setelah mengambil map merah muda dari atas meja sebelum dunianya terasa berputar. Wanita itu kembali duduk, menahan mual dan pusing yang tiba-tiba menyerang.

Akhir-akhir ini kondisi tubuhnya kurang baik. Gaitsa merasa lebih cepat lelah, napasnya kadang berat, belum lagi pusing dan mual yang datang tanpa peringatan. Gaitsa juga tidak bisa makan dengan benar selama dua minggu terakhir.

Gaitsa tidak tahu alasan sakitnya, entah karena perlakuan Ravendra atau akibat sulit mencerna makanan, tapi rasanya mustahil ia sakit hanya karena memikirkan masalah pernikahan dan suami yang berselingkuh.

"Aku harus ke dokter dulu," lirihnya saat rasa pusing juga ikut mendera.

Satu jam kemudian, Gaitsa sampai di UGD, tapi setelah melakukan beberapa pemeriksaan, dokter yang ditemui Gaitsa malah mengernyitkan dahi dan tersenyum, sebelum merujuknya ke bagian obgyn. Apa hubungannya sakit kepala dan mual yang Gaitsa rasakan dengan dokter kandungan?

Gaitsa cemas. Berbagai pikiran negatif memenuhi kepalanya. Bagaimana kalau ketakutan yang tiba-tiba menghampirinya benar-benar terjadi?

"Hasilnya sudah keluar, Nyonya Gaitsa."

Gaitsa menelan ludah setelah dokter kandungan yang memeriksa sebelumnya menerima kertas dari salah seorang perawat.

"Wah, selamat, Nyonya Gaitsa! Hasilnya positif," ucap lembut wanita berseragam putih, menatap penuh perhatian pada Gaitsa. "Anda hamil," katanya seraya tersenyum.

Hamil. Gaitsa masih menatap linglung pada wanita berkaca mata di hadapannya. Satu kata yang diucap wanita itu dengan senyum lembut membuat Gaitsa mempertanyakan kesehatan telinganya sendiri. Apa ia salah dengar?

"Maksudnya ... hamil? Benar-benar hamil yang itu?" Gaitsa menanyakan berulang meski sudah mendapat jawaban yang sama. "Ada bayi di perutku? Bagaimana bisa?"

Wanita berkacamata itu mulai mengernyitkan kening pada reaksi Gaitsa. "Masih berupa janin lebih tepatnya," ucapnya seraya menghapus pikiran negatif. "Tentu saja bisa jika Anda melakukan hubungan intim tanpa menggunakan pengaman," lanjutnya memberi pengertian.

Gaitsa memijat kening, mengingat malam yang ia habiskan bersama Ravendra di malam pertama pernikahan mereka. Memangnya pria itu tidak pakai pengaman? Gaitsa tidak punya pengalaman tentang itu, jadi tidak sempat berpikir soal pengaman dan lainnya.

"Apa Anda akan menggugurkannya?"

Pertanyaan yang dilayangkan penuh kehati-hatian itu membuat Gaitsa mendongak.

"Anda terlihat tertekan setelah mendengar tentang kehamilan, jadi saya pikir Anda mungkin ingin menggugurkannya. Saya tidak bermaksud ikut campur, tapi di luar sana ada banyak sekali perempuan yang menginginkan seorang anak. Daripada menggugurkannya, bukankah lebih baik menyerahkannya untuk diadopsi orang lain setelah ia lahir?"

Gaitsa termenung. Ia tidak pernah berpikir akan memiliki anak, apalagi dalam kondisi baru saja bercerai. Lalu, apa Gaitsa memiliki keberanian untuk menggugurkan kandungannya? Kalau memilih melahirkannya, apa yang akan dikatakan orang-orang, teman-teman kantornya, tentang status bayi ini?

Ah ... benar! Perceraiannya dan Ravendra belum terjadi. Masih ada waktu satu tahun untuk melahirkan bayi dengan status jelas sebagai istri seseorang.

"Aku tidak berniat menggugurkannya," ucap Gaitsa seraya menguatkan hati. "Terima kasih sudah mengingatkan."

Gaitsa mengelus perutnya yang masih rata, tangannya gemetar dan berkeringat dingin. Gaitsa tidak tahu rasanya punya orang tua, jadi bagaimana ia harus mempelakukan anaknya nanti?

***

"Huweekk! Ugh!" Gaitsa terduduk di depan kloset, setelah lagi-lagi memuntahkan seluruh isi perutnya. Rasa mual dan pening yang mendera kepalanya membuat wanita itu bersandar lemas di dinding kamar mandi.

"Apa rasanya memang sesulit ini?" Gaitsa bergumam, air mata perlahan membanjir di pipinya saat lagi-lagi kepalanya berdenyut sakit.

Dokter bilang untuk menelepon kapan pun Gaitsa membutuhkan saran. Meski begitu, kesulitan tidak bisa makan apa pun tidak bisa dicari solusinya. Gaitsa sudah minum susu khusus, ia memilih rasa stroberi yang baunya tidak terlalu menyengat dibanding coklat atau vanila, tapi tetap saja nihil.

Semua makanan atau minuman yang Gaitsa telan akan dimuntahkan lagi. Katanya ini adalah gejala umum bagi wanita yang tengah hamil. Gaitsa hanya tidak pernah berpikir rasanya akan sangat sulit. Sudah menderita seperti ini pun, dokter bilang bahwa kondisi Gaitsa jauh lebih baik dari wanita lainnya.

Gaitsa sudah mendengar bahwa trimester pertama memang yang paling rentan dan sulit. Kondisi akan membaik seiring bertambahnya usia kandungan.

"Tapi, rasanya aku tidak sanggup lagi." Suara Gaitsa gemetar ketika memeluk lutut. Wanita itu menggigit bibir, perasaan yang selama ini selalu ia abaikan membuat air matanya kembali luruh.

Ia kesepian. Sekelebat wajah seseorang mampir di kepalanya, sosok gagah dan tampan yang bibirnya selalu membentuk garis lurus. Pria tanpa perasaan yang telah mengoyak pernikahan mereka menjadi tidak berbentuk.

Meski begitu, Gaitsa merindukannya. Ia menginginkan Ravendra di sisinya, menerima pelukan dan usapan lembut serta kata-kata yang menenangkan setiap kali Gaitsa memuntahkan makanannya di kamar mandi.

Sebuah harapan yang mustahil terjadi. Perasaan lemah yang harusnya tidak pernah Gaitsa rasakan.

"Hormon sialan!" Gaitsa mengumpat di tengah tangisnya, masih memeluk lutut dengan tubuh lemas.

"Kenapa aku harus mengalami ini sendirian? Kenapa selalu aku?"

Gaitsa berdiri setelah menghapus kasar jejak air mata di pipinya, melangkah cepat menuju nakas kecil di sisi ranjangnya, membuka laci terbawah dan mengeluarkan map merah muda berisi surat-surat perceraian.

Wanita yang wajah cantiknya terlihat redup dengan cekung di bawah mata itu menuju dapur, menghidupkan kompor dan meletakkan berkas yang dibawanya ke atas api, membiarkan kertas-kertas itu terlahap menjadi abu.

Gaitsa menderita sendirian, kesulitannya menelan makanan, rasa mual dan pusing, perubahan emosi dan kelelahan mental lainnya membuat wanita itu bertekad.

"Tidak akan kubiarkan orang itu mengenal bayiku!"

Setelah melempar berkas perceraiannya ke dalam api, Gaitsa memutuskan untuk keluar apartement, berjalan-jalan di taman, menghirup udara demi menenangkan hatinya. Gaitsa menarik napas panjang, menghirup udara seraya netra gelapnya memandang langit malam, kosong, sama seperti binarnya. Tidak ada bintang yang terlihat, seolah mengejek Gaitsa bahwa tidak ada juga cahaya untuknya.

"Kita akan hidup bahagia meski cuma berdua, Nak. Kamu akan jadi orang paling beruntung di dunia meski hanya punya seorang ibu." Gaitsa bergumam seraya mengelus perut, tersenyum lembut meski embun kembali menggenang di pelupuk matanya.

1
Agnes🦋
.
Agnes🦋
blm update ya kak
Agnes🦋
seruuuu
Agura Senja: Terima kasiiihh
total 1 replies
Agnes🦋
aslii seru tor ceritanyaaa, pliss update dong torr
Agura Senja: Terima kasih sudah mampir yaa... Gaitsa akan tayang 5 bab setiap hari 😍
total 1 replies
Agura Senja
otewe bucin parah
Sunarmi Narmi
Itu pak CEO kena karma
..rasain akibat bikin wanita sakit hati...bikin dia bucin thor biar ngak arogant
Agura Senja: otewe bucin parah 😅
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!