Rara Artanegara yang dahulu dikenal cukup cantik namun sejak mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai seorang sekretaris PT. GINCU karena permintaan suaminya, Pramana Handoko, bentuk tubuhnya berubah menjadi tak terawat dan cukup berisi. Padahal sebelum menikah ia begitu langsing bak gitar Spanyol.
Pernikahan yang sudah dijalani selama lima tahun, awalnya begitu bahagia namun berakhir dengan luka dan nestapa pada Rara. Sang ibu mertua yang selalu menuntut cucu padanya. Sering berlaku tak adil dan kejam. Begitu juga adik iparnya.
Bak jatuh tertimpa tangga. Dikhianati saat hamil dan kehilangan bayinya. Terusir dari rumah hingga menjadi gelandangan dan dicerai secara tidak terhormat.
"Aku bersumpah akan membuat kalian semua menyesal telah mengenalku dan kalian akan menangis darah nantinya. Hingga bersujud di kakiku!" ucap Rara penuh kebencian.
Pembalasan seperti apa yang akan Rara lakukan? Simak kisahnya💋
DILARANG PLAGIAT🔥
Update Chapter : Setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 - Apartemen
Rara pun pergi meninggalkan PT. GINCU dengan hati yang gamang. Satu sisi ia kecewa dengan sang suami yang tega menggadaikan rumah peninggalan orang tuanya tanpa meminta izin padanya. Hatinya juga meyakini ada sesuatu yang ditutupi oleh suaminya.
Mengenai isu perselingkuhan sang suami dengan sahabatnya yakni Anita, masih abu-abu baginya. Selama mata kepalanya sendiri belum melihat dengan jelas perselingkuhan keduanya, maka ia masih berusaha di posisi yang netral.
"Au_chhh..." cicit Rara mendadak berhenti berjalan seraya memegang perutnya.
Tiba-tiba perutnya terasa kraam. Lelah fisik dan hati tengah menghinggapi sosok Rara. Tatkala dirinya tengah bahagia telah dikarunia janiin dalam kandungannya. Calon buah hati yang telah lama dinantikan, tetapi kehadirannya juga bersamaan dengan datangnya cobaan di hidupnya.
"Ya Tuhan aku ingin hidup bahagia. Terima kasih atas anugerahmu di dalam rahhiimku saat ini. Tetapi aku ingin cobaan yang datang di hidupku sekarang, mohon usir yang jauh untuk pergi. Aku lelah," batin Rara sendu.
Mendadak Rara berjalan tak tentu arah. Ia rasanya sedang malas untuk pulang ke rumah ibu mertuanya. Tak terasa hari sudah menjelang sore.
Saat dirinya hendak membeli minuman di sebuah mini market, tiba-tiba ia melihat mobil sang suami terparkir di depan mini market tersebut. Rara pun langsung bersembunyi sambil mengawasi pintu mini market.
Ia berencana membuntuti sang suami. Dirinya tak masuk ke dalam minimarket tersebut. Khawatir sang suami melihat dirinya.
Tak berselang lama sekitar sepuluh menit kemudian, hatinya mendadak mencelos dan air matanya tak dapat dibendung kala melihat suaminya keluar dari mini market tersebut dengan memeluk mesraa sahabatnya sendiri yakni Anita.
Deg...
"Mas Pram... Anita... " batin Rara sendu.
Mobil Pram tak lama akhirnya pergi meninggalkan parkiran mini market tersebut.
"Aku harus mengikuti mereka," cicit Rara seraya menghapus air matanya.
Lantas Rara segera menyetop taksi di depan mini market.
"Ikuti mobil sedan hitam di depan itu ya, Pak. Jangan sampe lolos!" perintah Rara dengan nada tegas.
"Siap, Non."
Taksi yang dinaiki Rara pun melaju mengikuti mobil Pram dari arah belakang.
"Aku harus membuktikannya sendiri apa benar kalian berdua berselingkuh di belakangku. Jika sampai benar, kamu harus memilih dia atau aku, Mas!" batin Rara geram seraya matanya menatap tajam mobil Pram yang berada tak jauh di depannya.
Tak lama mobil Pram pun tiba di apartemen Anita. Keduanya tampak keluar lalu berjalan masuk menuju ke sebuah apartemen yang masih berada di wilayah Jakarta.
Taksi Rara pun berhenti di lobby apartemen tersebut. Ia melihat Pram dan Anita masuk ke sebuah apartemen yang tampak asing baginya. Sebab Rara tak pernah tahu jika Pram memiliki unit di sana atau teman yang tinggal di apartemen tersebut.
"Ini Pak uangnya. Kembaliannya ambil saja."
"Makasih, Non. Semoga segala keinginan Non berjalan dengan baik," ucap sang supir taksi dengan tulus mendoakan Rara.
"Aminn... makasih banyak, Pak."
Akhirnya Rara pun turun dan bergegas mengikuti Pram dan Anita. Beruntung bagi Rara karena Pram dan Anita menghuni apartemen yang tingkat keamanannya sedikit longgar. Sebab ia tak perlu memiliki kartu akses khusus untuk dapat naik lift ke unit apartemen yang ditujunya.
Dikarenakan dominan apartemen mewah di Ibukota Jakarta yang menggunakan tingkat keamanan metode one gate system yang cukup tinggi, jika tak memiliki kartu khusus atau kartu penghuni maka mereka tak akan bisa untuk naik maupun turun lift di apartemen tersebut.
Rara melihat keduanya naik ke dalam lift tanpa bersama tamu yang lain karena apartemen tengah dalam kondisi cukup sepi. Rara pun berjalan dan membiarkan keduanya naik terlebih dahulu.
Selepas pintu lift tertutup, Rara berdiri di depan lift dan melihat mereka berhenti di lantai berapa.
Tring...
Ternyata unit yang mereka gunakan ada di lantai 15. Rara pun segera berjalan ke resepsionis.
"Permisi, Mbak. Saya saudaranya Tuan Pramana Handoko dan Ny. Anita di lantai 15. Saya terburu-buru harus segera menyerahkan barang pesanan mereka. Cuma saya lupa di unit nomor berapa. Padahal kemarin saya juga ke sini. Maklum faktor "U" mbak, jadi kadang lupa. Hehe..." cicit Rara sengaja berbohong.
"Oh iya, Bu. Enggak apa-apa. Pak Pram dan Ibu Anita di unit nomor 69 lantai 15," ucap sang resepsionis.
"Oh unit 69. Oke, Mbak cantik. Makasih banyak. Selamat bekerja," ucap Rara sopan seraya bergegas pergi menuju lantai 15 unit 69.
Tring...
Pintu lift terbuka dan Rara saat ini sudah berada di lantai 15. Ia berjalan perlahan mencari unit 69. Dan akhirnya matanya terdiam sejenak kala sasaran ia temukan.
Saat akan melangkah untuk mengetuk pintu unit 69, Rara melihat gagang pintu sepertinya akan terbuka. Padahal dirinya belum menekan bel apapun.
Akhirnya Rara pun bergegas berlari kecil lalu bersembunyi di celah tembok lain yang menuju pintu tangga darurat tak jauh dari unit tersebut. Ia pun mengintip adegan demi adegan yang terpampang nyata di depan matanya. Begitu menyesakkan hati bak teriris sembilu.
Pram berdiri di depan pintu unit apartemen Anita. Dirinya hendak berpamitan untuk pulang ke rumah.
"Hati-hati di jalan, Mas. Jangan lupa besok kemari untuk periksa kandunganku," ucap Anita m3sra seraya memeluk Pram.
"Iya. Sekarang aku harus segera pulang. Takutnya Rara curiga jika terlalu sering alasan dinas keluar kota. Kamu jangan lupa istirahat," ucap Pram seraya menciium sekilas bibir Anita yang justru dibalas dengan pagguutan mendalam oleh Anita.
Pram pun melepaskan segera karena ia tak mau terrbuuai terlalu jauh. Karena hari sudah sore menjelang petang. Khawatir terjebak macet di jalan.
Sedangkan di ujung seberang sana, ada hati seorang istri yang tengah menangis pilu. Air matanya menetes tak berhenti. Hingga ia membekap mulutnya sendiri kala melihat suaminya berpelukan dan berciuman mesra dengan wanita lain yakni sahabatnya sendiri.
Sahabat yang pernah ia bantu dengan tulus. Ia sayang seperti saudara. Ternyata menjadi duri dalam rumah tangganya. Menusuknya dari belakang. Sungguh tega.
Tangan Rara mengepal erat. Kemarahannya sudah berada di ubun-ubun pada kedua manusia lak- nat tersebut.
Selepas Pram pergi, pintu apartemen Anita telah tertutup rapat. Rara pun menghapus dengan cepat air matanya yang sebelumnya membasahi pipinya. Ia hapus hingga kering tanpa jejak.
Ting... tong...
Bel unit apartemen Anita pun tiba-tiba berbunyi. Sang empunya baru beberapa langkah lantas berhenti dan menoleh.
"Apa Mas Pram ketinggalan sesuatu? Kenapa balik lagi?" batin Anita seraya melangkah menuju pintu untuk membukanya.
Ceklek...
Derit pintu apartemen Anita terbuka.
Deg...
🍁🍁🍁
semangat terus...💪👍🙏