NovelToon NovelToon
About Rain And You

About Rain And You

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Duda
Popularitas:807
Nilai: 5
Nama Author: Ika Putri

Hujan deras di tengah malam menyatukan langkah dua orang asing, Dasha dan Gavin di bawah payung yang sama. Keduanya terjebak di sebuah kafe kecil, berbagi cerita yang tak pernah mereka bayangkan akan mengubah hidup masing-masing.

Namun hubungan mereka diuji ketika masa lalu Gavin yang kelam kembali menghantui, dan rahasia besar yang disimpan Dasha mulai terkuak. Saat kepercayaan mulai retak, keduanya harus memilih menghadapi kenyataan bersama atau menyerah pada luka lama yang terus menghantui.

Mampukah Dasha dan Gavin melawan badai yang mengancam hubungan mereka? Ataukah hujan hanya akan menjadi saksi bisu sebuah perpisahan?

Sebuah kisah penuh emosi, pengorbanan, dan perjuangan cinta di tengah derasnya hujan. Jangan lewatkan perjalanan mereka yang menggetarkan hati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25

Hujan turun deras di luar, menciptakan simfoni alami yang mengalun lembut di balkon kamar Dasha. Ia duduk di kursi rotan yang nyaman, selimut tipis melilit tubuhnya, sementara tangan kanannya menggenggam segelas cokelat hangat. Uap dari minuman itu menghangatkan wajahnya yang tenang, namun pikirannya sedang berkelana ke masa lalu.

Dasha tersenyum kecil mengingat momen itu, menghirup aroma cokelat hangatnya. Siapa sangka, pertemuan sederhana di bawah hujan itu akan membawa mereka sejauh ini menjadi pasangan yang saling mendukung, membangun keluarga kecil yang penuh cinta.

Hujan di luar tetap turun deras, namun bagi Dasha, hujan bukan lagi sekadar tetesan air dari langit. Hujan adalah pengingat akan keajaiban kecil yang bisa mengubah hidup, seperti bagaimana ia bertemu Gavin di tengah badai, dan menemukan cinta yang kini menjadi pusat dunianya.

Tiba-tiba suara pintu balkon yang terbuka pelan membuyarkan lamunannya. Gavin muncul dengan senyum hangat, membawa secangkir teh di tangannya. Ia mendekat dan duduk di kursi sebelah Dasha, mengenakan sweater yang tebal untuk melawan udara dingin hujan.

"Menikmati hujan lagi?" tanya Gavin lembut, sambil menatap wajah Dasha yang masih dipenuhi kehangatan nostalgia.

Dasha mengangguk kecil, matanya tetap menatap ke luar. "Hujan selalu mengingatkanku pada hari kita bertemu. Kamu ingat?"

Gavin tertawa kecil, suaranya sehangat teh yang ia pegang. "Tentu saja aku ingat. Hari itu aku berpikir, 'Siapa perempuan cerdas ini yang terlihat begitu tenang di tengah kekacauan?' Aku tidak pernah menyangka akan melihatmu lagi, apalagi sampai sejauh ini."

Dasha menoleh ke arahnya, menatap mata pria yang menjadi pusat hidupnya kini. "Aku juga tidak pernah menyangka. Tapi aku bersyukur. Hujan membawa kita bersama, dan sampai sekarang, setiap tetesnya selalu terasa seperti pengingat betapa beruntungnya aku memilikimu."

Gavin tersenyum dan meraih tangan Dasha, menggenggamnya erat. "Dan aku bersyukur setiap hari. Kamu, Nathan, dan calon anggota keluarga kecil kita yang baru ini," katanya sambil melirik lembut ke perut Dasha yang membesar.

Mereka terdiam sejenak, hanya menikmati kebersamaan diiringi suara hujan yang mengguyur deras. Tak lama kemudian, suara langkah kecil terdengar dari dalam kamar. Nathan muncul dengan piyamanya yang bergambar dinosaurus, rambutnya sedikit acak-acakan.

"Mom, Dad, kalian ngapain di sini?" tanyanya dengan suara mengantuk sambil memegang boneka kudanya.

Dasha dan Gavin saling pandang lalu tersenyum. "Kami sedang menikmati hujan, Nak," jawab Gavin sambil mengulurkan tangan untuk menggendong Nathan ke pangkuannya.

Nathan menguap kecil, lalu bersandar di dada Gavin. "Aku suka hujan tapi lebih suka kalau kita cerita-cerita," katanya dengan mata setengah tertutup.

Gavin tertawa kecil. "Baiklah, cerita apa yang kamu mau dengar kali ini?"

Nathan berpikir sejenak, lalu berkata, "Ceritain waktu Dad ketemu Mom di hujan. Kayak di film yang seru itu."

Dasha dan Gavin tertawa pelan, lalu memulai kisah mereka untuk kesekian kalinya. Nathan mendengarkan dengan mata berbinar meski kantuk mulai menyerangnya. Hujan terus mengalun di luar, menjadi saksi kebahagiaan keluarga kecil itu, seakan dunia di luar sana lenyap dalam kehangatan cinta yang mereka ciptakan bersama.

.

.

.

.

.

Malam itu, suasana rumah terasa hangat meski hujan masih mengguyur di luar. Di ruang keluarga, Dasha duduk di meja kecil bersama Nathan yang sibuk dengan tugas mewarnainya. Nathan menggenggam krayon warna-warni, berusaha dengan sungguh-sungguh mewarnai gambar seekor kuda yang diberikan oleh gurunya di sekolah tadi pagi.

"Mom, aku mau kuda ini warnanya cokelat. Seperti kuda yang kemarin," ujar Nathan sambil menunjuk gambar tersebut dengan antusias.

Dasha tersenyum lembut. "Ide yang bagus, Nak. Tapi jangan lupa tambahkan warna lain untuk pelana atau latar belakangnya, supaya lebih menarik."

Nathan mengangguk dengan serius, lalu mengambil krayon merah untuk mewarnai pelana. Sementara itu, Dasha duduk di sampingnya, memberikan petunjuk dan sesekali membantu membetulkan garis yang keluar dari gambar.

Di ruang kerja, Gavin duduk di meja kayu besar yang dipenuhi dokumen dan laptopnya. Meski lelah setelah seharian bersama keluarga, ia tahu ada beberapa hal penting yang harus diselesaikan sebelum esok hari. Namun, sesekali ia mendengar tawa kecil dari ruang keluarga, yang membuatnya tersenyum sendiri.

Setelah beberapa saat, Gavin memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ia berjalan menuju ruang keluarga, menemukan Dasha dan Nathan yang masih asyik dengan tugas mewarnainya. Nathan menatap gambar kudanya dengan penuh kebanggaan.

"Mom, lihat! Kudanya sudah jadi!" serunya sambil menunjukkan karyanya.

Gavin mendekat, duduk di samping Nathan, dan memandang gambar itu dengan penuh perhatian. "Wah, ini keren sekali, Nak. Kamu benar-benar berbakat. Mungkin nanti kamu bisa jadi seniman!" katanya sambil mengusap kepala Nathan dengan bangga.

Nathan tertawa kecil. "Aku masih mau jadi pemain kuda, Dad. Tapi aku juga mau belajar menggambar lebih banyak!"

Dasha tersenyum melihat interaksi mereka. "Bagus, Nathan. Kamu bisa jadi apa saja yang kamu mau, asal kamu rajin belajar dan terus berlatih."

Setelah selesai mewarnai, Dasha dan Gavin membantu Nathan membereskan meja. Mereka lalu mengantar Nathan ke kamarnya. Sebelum tidur, Nathan memeluk kedua orang tuanya erat, merasa sangat dicintai.

Setelah Nathan tertidur, Dasha dan Gavin kembali ke ruang keluarga. Gavin meraih tangan Dasha, mengucapkan terima kasih dengan suara lembut.

"Kamu luar biasa, Sha. Terima kasih sudah selalu ada untuk Nathan dan aku."

Dasha tersenyum, memegang tangannya dengan hangat. "Kita saling melengkapi, Vin. Dan aku bersyukur bisa menjalani ini bersamamu."

Malam itu, meski hujan terus turun, rumah kecil mereka dipenuhi kehangatan cinta dan kebersamaan. Mereka tahu bahwa meski kesibukan akan terus datang, momen sederhana seperti ini adalah hal yang paling berharga.

Pagi itu, suara hujan semalam sudah berganti dengan langit mendung yang tenang. Dasha, seperti biasa, bangun lebih dulu untuk menyiapkan sarapan. Namun, pagi itu ia dikejutkan oleh suara pelan dari kamar Nathan.

Ia segera menuju kamar anaknya dan menemukan Nathan meringkuk di tempat tidur, wajahnya terlihat pucat dengan pipi yang sedikit memerah. Dasha mendekat dan menyentuh kening Nathan. Rasanya panas.

"Nathan, kamu kenapa, Sayang?" tanya Dasha dengan cemas.

Nathan membuka matanya perlahan. "Mom, aku nggak enak badan. Rasanya panas dan lelah," jawabnya dengan suara serak.

Dasha segera mengambil termometer dari laci kamar dan mengukur suhu tubuh Nathan. Angka di layar menunjukkan 38,5 derajat Celsius. Nathan demam.

Gavin, yang baru saja turun dari kamar mereka, melihat Dasha dan Nathan di kamar anak mereka. "Ada apa, Sha?" tanyanya dengan nada khawatir, mendekat untuk memeriksa.

"Nathan demam, Gav. Dia sepertinya kelelahan atau mungkin kehujanan sedikit waktu kita pulang kemarin," jawab Dasha sambil mengelus kepala Nathan dengan lembut.

Gavin mengangguk dan segera mengambil telepon untuk menghubungi dokter keluarga mereka, memastikan Nathan mendapatkan perawatan yang tepat. Sementara menunggu, Dasha menyiapkan kompres air hangat untuk menurunkan suhu tubuh Nathan.

Nathan yang lemah tetap berusaha tersenyum pada ibunya. "Mom, aku nggak mau bikin Mom dan Dad khawatir."

Dasha menatapnya dengan penuh kasih, memeluk Nathan pelan. "Kamu nggak bikin kami khawatir, Sayang. Kami hanya ingin kamu cepat sembuh."

Dokter datang tak lama kemudian dan memeriksa Nathan dengan teliti. "Tidak ada yang serius, hanya demam biasa, kemungkinan karena kelelahan atau perubahan cuaca. Pastikan Nathan istirahat cukup, banyak minum, dan makan makanan bergizi. Jika demamnya tidak turun dalam 24 jam, beri obat yang saya resepkan," kata dokter itu dengan tenang.

Setelah dokter pergi, Gavin dan Dasha bergantian menjaga Nathan. Gavin membuatkan bubur hangat, sementara Dasha terus memantau suhu tubuh Nathan dan menghiburnya dengan cerita-cerita menyenangkan.

Meski hari itu terasa melelahkan, Dasha dan Gavin tidak menunjukkan kelelahan di depan Nathan. Mereka tahu betapa pentingnya memberikan rasa aman dan nyaman pada anak mereka. Nathan, meskipun lemah, merasa dikelilingi oleh cinta yang tak terbatas.

"Mom, Dad. makasih sudah jagain aku," kata Nathan pelan sebelum akhirnya tertidur.

Dasha dan Gavin saling pandang, tersenyum kecil meski lelah. "Ini tugas kita, Sayang," bisik Dasha sambil mengelus lembut rambut Nathan.

Hari itu, meski dimulai dengan kejutan, menjadi pengingat bagi Dasha dan Gavin akan betapa pentingnya keluarga, dan bahwa mereka selalu akan ada satu sama lain, dalam keadaan apa pun.

1
Jihan Hwang
hai aku mampir...masih nyimak, mampir juga yuk dikarya ku/Smile/
polarbear
Terimakasih sudah membaca novel saya semoga suka ya temen-temen 😁
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!