Kecelakaan menjadikan tertulisnya takdir baru untuk seorang Annasya Atthallah. Berselang dua bulan setelah kecelakaan, gadis yang biasa dipanggil Nasya itu dipinang oleh orang tua lelaki yang merupakan korban kecelakaan.
Airil Ezaz Pradipta, terpaksa menyetujui perjodohan yang diam-diam dilakukan oleh kedua orang tuanya. Tidak ada yang kurang dari seorang Nasya. Namun dirinya yang divonis lumpuh seumur hidup menjadikan Airil merasa tidak pantas bersanding dengan perempuan yang begitu sempurna.
Lelaki yang dulunya hangat itu berubah dingin ketika bersama Nasya. Mampukah Nasya meruntuhkan tembok es itu dan melelehkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 17
Di sebuah gedung bertingkat yang menjulang tinggi Arraz sedang berada di ruangan Direktur Utama. Duduk tepat di depan Airil sambil memegangi sebuah amplop misterius.
"Seno Archer," Arraz mengeja sebuah nama yang tertera di depan amplop. Amplop itu berisi sebuah flashdisk.
“Flashdisk,” gumamnya dengan kedua alis saling bertautan.
"Coba sini lihat apa isinya," pinta Airil. Menghubungkan flashdisk ke laptop.
Arraz berdiri, ikut mengamati Airil yang sedang memeriksa isi flashdisk tersebut.
"Siapa yang berani menyelidiki perusahaan orang lain dan mengirimkannya pada kita?" Airil menoleh pada adik sepupunya dengan kening berkerut.
"Disini ada bukti pihak Vanguard Innovations yang melakukan kecurangan ketika kita berkompetisi untuk GENTA Group."
"Seno Archer," Arraz mengirimkan nama pada anak buahnya untuk diselidiki.
Tidak berapa lama dia menerima sebuah foto.
"Pengirim flashdisk ini adalah orang yang sering Kak Na temui. Ternyata dia seorang detektif swasta," beritahu Arraz.
"Nasya," gumam Airil menghela napas panjang. "Jadi ini alasannya bertemu pria itu, kenapa gegabah Nasya."
"Permisi," Nefa mengetuk pintu dengan sopan. Tidak seperti biasanya anak itu asal masuk.
"Masuk," jawab dua pria yang ada di ruangan itu sinis.
"Kalian kenapa?" Tanya Nefa keheranan, menatap kedua abang sepupunya satu persatu dengan mata mengedip-ngedip manja.
"Kalau tidak penting, keluar." Dua pria itu kembali berujar bersamaan.
Nefa membelalakkan mata, menatap horor kedua abangnya. "Ya ampun, aku salah apa?" Decaknya kasar.
"Sekretaris Tuan Winson baru saja mengabari, mereka mengajak Tuan Airil untuk bertemu membicarakan kerjasama besok siang jam sepuluh." Sebut Nefa ketus ketika tidak ada yang menghiraukannya.
"Eee tunggu dulu, coba ulang?" Arraz menahan tangan Nefa yang ingin keluar karena kesal pada mereka.
"Tidak ada siaran ulang. Gunakan telinga dengan benar!" Sarkas Nefa lalu keluar.
Airil langsung tertawa gelak melihat adiknya yang merajuk. Sementara Arraz geleng-geleng kepala.
"Abang tidak curiga Kak Na juga menemui Tuan Winson," tebak Arraz.
"Sepertinya memang begitu, dia bergerak terlalu jauh dan tidak mengerti dengan resiko yang dihadapinya." Airil menghela napas panjang kemudian menghubungi istrinya namun tidak tersambung.
Sementara Nasya yang sedang bertemu klien tidak tahu kalau sang suami sedang mengkhawatirkannya.
"Semoga kerjasama kita terjalin dengan baik, bagaimana kalau kita makan siang dulu." Ajak Pak Darma, salah satu perwakilan perusahaan properti terkemuka.
"Terima kasih Pak, saya tidak bisa berlama-lama." Pamit Nasya langsung beranjak setelah pembicaraan mereka selesai.
Sangat berhati-hati setiap bertemu klien, bahkan Nasya sering beralasan puasa demi tidak memakan apapun yang disajikan. Abi Adnan selalu mengingatkan agar dia selalu waspada setiap bertemu laki-laki karena tidak pernah tahu apa yang ada dalam pikiran mereka.
"Airil, kenapa menelpon?" Gumam Nasya ketika membuka ponsel, ada tiga panggilan tak terjawab dari suaminya. Perempuan itu tidak melakukan panggilan balik, dia akan menelpon setelah tiba di kantor nanti.
Namun saat Nasya tiba di kantor, Airil sudah menunggu di ruangannya.
"Mas, kamu sama siapa kemari?" Tanya Nasya terkejut melihat sang suami yang menunggunya di depan pintu.
"Aku ini cuma lumpuh, masih bisa melakukan segala sesuatu sendiri Nasya!" Airil berdecak karena dianggap begitu lemah oleh istrinya sendiri.
Nasya mengulum senyum mendengar keangkuhan suaminya.
"Sini," Airil meminta Nasya duduk di pangkuannya.
"Kita lagi di kantorku Mas," tolak Nasya. Berjalan menuju meja kerjanya dan meletakkan tas di sana.
Airil tidak peduli, menarik istrinya sampai terduduk di pangkuan. "Darimana?" Tanyanya mengintimidasi.
"Ketemu klien Mas," Nasya menyandarkan kepala ke bahu suaminya.
"Sudah makan?"
"Belum," jawab Nasya dengan gelengan kelapa.
"Kamu ketemu klien tapi nggak dikasih makan."
"Aku nggak pernah makan sama klien atau orang-orang yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan," jawab Nasya jujur.
"Tidak menghargai orang lain?" Komentar Airil.
"Aku bilang lagi puasa," jawab Nasya dengan cengiran lebar.
"Nakal," Airil menoel hidung istrinya. "Siapa yang ngajarin, hm?"
"Abi nggak bolehin aku makan dan minum sembarangan di luar."
"Seposesif itu?"
Nasya mengangguk pelan, "dulu ada kejadian yang tidak mengenakan sama Ummi Nana sebelum menikah dengan Abi Ken. Jadi Abi selalu mewanti-wanti anak perempuannya, apalagi kalau bertemu orang yang tidak dikenal."
"Terus, tahu nggak kalau yang kamu lakukan sekarang sangat berbahaya." Airil melingkarkan tangan di pinggang istrinya.
"Emang apa yang aku lakukan?" Tanya Nasya pura-pura tidak tahu dengan kedipan mata genit.
"Kau menyelidiki perusahaan Franky, Asya. Tahu sebahaya apa dia, bahkan rela melakukan apapun demi melancarkan tujuannya."
"Aku nggak takut, karena punya kamu yang akan selalu melindungiku Mas." Bisik Nasya dengan percaya diri.
"Nakal."
"Sedikit," Nasya terkekeh mengecupi pipi suaminya.
"Suka banget cium-cium aku ya."
"Kamu canduku Mas."
"Ternyata begini kelakuan perempuan yang disegani semua orang, hm." Airil menatap lembut perempuan yang selalu berusaha menyunggingkan senyuman di hadapannya.
"Di depan kamu aku nggak mau disegani, aku mau menjadi Annasya Atthallah sebagaimana diriku saat berada di tempat yang nyaman."
Airil mengangguk, membenamkan kepala Nasya ke dadanya. "Jadikan lah ini tempat ternyamanmu untuk pulang."
"Aku mendapatkanmu Mas," lirih Nasya dengan senyuman yang begitu bahagia. Entah kebahagiaan ini hanya untuk sementara atau akan bertahan selamanya. Namun Nasya ingin menikmati setiap waktu kebersamaannya ini, tanpa menyia-nyiakannya.
"Ehem."
Suara deheman membuat Nasya lekas melompat dari pangkuan suaminya.
"Key, kau mengagetkan calon babyku!" Geram Airil melihat pria yang berdiri dengan tenang di tengah pintu.
"Kak Nasya hamil?" Tanya Key terkejut.
"Belum untuk saat ini, masih diusahakan." Cetus Airil, menarik kembali istrinya sampai terduduk kembali di pangkuannya.
Nasya cuma bisa tersipu malu dibuat suaminya ini. "Bentar Mas, aku kirim email dulu."
"Kau menyusahkan istriku Key!" Geram Airil yang terpaksa melepaskan istrinya.
"Kalau tidak mau disusahkan simpan di rumah saja Bang," Key mendengus. Doa apa yang kakaknya ini gunakan sampai membuat pria itu bertekuk lutut di hadapannya.
"Ide bagus, besok kau tidak perlu bekerja lagi Sya. Aku masih bisa menafkahimu, bahkan apa yang kau inginkan akan kupenuhi." Tukas Airil, membawa kursi rodanya mendekati meja sang istri.
"Key, kamu meracuninya apa?"
"Mulai besok diam di apartemen. Rawat calon baby kita dengan baik." Ujar Airil posesif, melingkarkan tangan di pinggang istrinya yang sedang bekerja.
"Perusahaanmu dalam masalah Key," gerutu Nasya. Menatap tajam Key yang terheran-heran melihat kelakuan pria yang dianggapnya sangat berwibawa namun jadi seperti anak kucing di depan sang kakak.
"Abang tidak bisa seenaknya ya, ini bukan perusahaan Abang." Jawab Key yang tidak ingin berada dalam masalah.
"Sebenarnya kalian punya kesempatan yang sama. Jadi tidak ada salahnya kalau aku membantu istriku mengurus perusahaannya." Balas Airil dengan senyuman smirk.
"Terserah kalian, sana pacaran puas-puas." Seru Key mengalah, pasangan suami istri itu terkekeh geli melihat kepergian Key yang tanpa perlawanan.
sabar ya sa
key diamm
sblm.terkmabat