Bukan musuh tapi setiap bertemu ada saja yang diperdebatkan. Setiap hari mereka bertemu, bukan karena saking rindunya tapi memang rumah mereka yang bersebelahan.
Mungkin peribahasa 'witing tresno jalaran soko kulino' itu memang benar adanya. Karena intensitas keduanya yang sering bersama membuat hubungan antara mereka makin dekat saja.
Di usia Abhista Agung yang ke 31, masalah muncul. Dia ditodong untuk segera menikah, mau tidak mau, ada atau tidak calonnya, ibu Abhista tak peduli! Yang penting ndang kawin, kalau kata ibunya Abhi.
Lalu bagaimana cara Abhi mewujudkan keinginan sang ibu? Apa dia bisa menikah tahun ini meski calonnya saja belum ada?
Ikuti kisah Abhista selanjutnya di Emergency 31+
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembicaraan di dalam mobil
Turun dari lantai dua kamarnya dengan setelan kasual, Abhi selalu bisa membuat dirinya terlihat cocok dengan padu padan pakaian yang dikenakan.
"Mau ke mana mas? Bukannya masih libur?" Ahiyung menikmati secangkir kopi hitam buatan Sekar sebelum nanti siang berangkat bertugas kembali.
"Nganter Deepika kerja pah." Terang Abhi jujur.
Sekar yang tadi sibuk di dapur dengan bumbu nasi goreng sedikit berlari ke ruang tengah di mana anak dan suaminya berada.
"Nganter kerja siapa? Pacar? Orang mana mas? Kenapa nggak dikenalin sama mamah dan papah?" Sekar masih memegang spatula di tangannya, dia sangat antusias.
"Bukan pacar mah. Dia mau nganterin Deepika kerja, iya kan mas?" Ahiyung yang kali ini menjawab karena anaknya anteng-anteng saja tanpa mengeluarkan suara.
"Iya." Irit sekali Abhi bicara.
"Deepika? Deepika anaknya mbak Sani? Kamu pacaran sama dia mas?" Masih saja bertanya dengan pertanyaan yang nyaris sama.
"Iya, dia. Tapi kami nggak pacaran mah."
Sebelum mendapat pertanyaan lebih banyak lagi, Abhi berpamitan untuk segera mengantar Deepika berangkat kerja.
"Sejak kapan mereka dekat? Bukannya mereka itu sering ribut tiap kali ketemu." Sekar bermonolog.
"Sejak negara api menyerang mah." Ucap Ahiyung asal.
"Menyerang siapa?" Sekar kebingungan.
"Menyerang mamah, pake kekuatan seribu hentakan. Hahaha."
"Koko ngaco. Masih pagi juga ngomongin itu."
Melihat istrinya berlalu kembali ke dapur dengan muka merah menahan malu, tawa Ahiyung makin terdengar membahana.
Dan Abhi sudah mengeluarkan mobilnya. Dia bukan menunggu di dalam mobil atau di depan halaman rumahnya tapi memilih ke rumah Sani untuk menjemput Deepika.
"Eh, iya mas Abhi. Ada apa?"
Tanya Sani yang juga sudah siap akan pergi ke kiosnya.
"Mau ijin mengantar Deepika ke tempat kerja tant. Boleh?"
Seperti tidak memberi pilihan lain, Abhi menekankan kata 'boleh?' di ujung kalimat yang dia utarakan.
"Lho, bukannya dia biasanya bawa motor sendiri. Kok mendadak manja sama mas Abhi. Jangan dibiasain mas, takutnya ngerepotin mas Abhi." Tutur Sani sambil mempersilakan Abhi duduk.
"Aku libur tant. Nggak merasa direpotkan."
Sani mau menjawab lagi tapi keburu Deepika muncul dan siap untuk berangkat kerja. Tanpa banyak obrolan lagi yang terjadi, Sani mengijinkan Deepika pergi diantar Abhi. Sani bisa melihat binar keceriaan muncul kembali di mata anaknya.
"Udah sarapan?" Tanya Abhi melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Belum. Kan tadi dari kamar, turun ke bawah langsung nemuin kamu mas. Tadi ngobrolin apa sama ibuk? Dimarahi ya?"
"Sarapan dulu, biar nggak ngelantur ngomongnya."
"Dih mas.. Ngelantur gimana? Aku kan nanya." Deepika mengerucutkan bibirnya.
Datang ke tempat kerja setelah badai besar yang merubah status di dalam hubungan percintaannya memang bukan suatu yang mudah Deepika lakukan. Ada perasaan tidak nyaman, entah karena apa tapi Deepika tidak bisa menampik perasaan tidak mengenakan itu.
"Mikirin apa?" Tanpa melihat ke arah Deepika, Abhi bertanya sambil tetap fokus berkendara.
"Kayak belum siap aja ketemu orang-orang di kantor... Semacam apa ya.."
"Malu? Bukan kamu yang selingkuh kan?" Tanya Abhi di sela kegiatan menyetirnya.
"Ya bukan lah mas! Aku ini setia! Nggak ada di kamus hidupku untuk selingkuh, mencanangkan hati, atau mendua sana-sini. Buat ku, kalo udah berkomitmen sama satu orang ya udah. Nyampe akhir aku bakal setia sama orang itu! Tapi emang kebangetan itu si belek kuning sama pasangan mesumnya si Saepudin! Bikin mental orang down aja!
Kini Deepika mencurahkan isi hatinya yang gondok gundah gulana akibat ulah Lisa dan Sae. Bukannya menjawab, lagi-lagi si irit bicara itu hanya diam. Masih jalanan yang menjadi fokus utamanya. Berharap ada kalimat yang bakal terucap dari bibir Abhi, ternyata harapan Deepika itu langsung menghilang bersama terpaan angin.
"Aku lagi curhat lho mas, ya Allah ya Robbi! Bisa ya ada orang males ngomong kayak kamu, seenggaknya nenangin aku kek. Kasih saran apa gitu yang bisa bikin aku nggak terpuruk lagi. Kamu kok nggak peka banget sih mas."
Abhi melihat sebentar ke arah Deepika lalu memalingkan lagi pandangan ke jalan raya.
"Aku emang kayak gini. Kenapa marahnya ke aku, bukan aku yang selingkuh dari kamu kan?" Ucap Abhi.
"Ya emang enggak, lha tapi tadi kan mas Abhi duluan yang tanya, aku mikirin apa. Giliran tak jawab malah kayak aku yang dapet kacang! Ngeselin pangkat kuadrat kamu itu mas!"
"Deep."
"Apa?!"
"Deep.."
"Hiih apa sih mas, apa??"
"Deepi."
"Nggeh dalem mas Abhi. Hamba belum budek yang mulia, jangan lah yang mulia memanggil hamba berkali-kali tanpa maksud dan tujuan yang jelas. Nanti hamba makin frustasi lho karena ulah mas Abhi."
Senyum Abhi bisa dilihat oleh Deepika. Ada perasaan menyenangkan di hati Abhi ketika bisa membuat Deepika terus mengoceh seperti itu.
"Sesuka itu kamu sama suaraku sampai kamu selalu protes kalau aku jarang ngomong di depan mu hmm?" Goda Abhi.
"Dih pede mu mas mas."
Abhi kembali mengulum senyum.
"Kamu mau denger aku ngomong apa Deep? Perasaan nggak nyaman yang sekarang ini ada di hatimu itu wajar. Kamu belum terbiasa dengan status sendiri. Karena.. Mungkin di tempat mu bekerja, si Saeton itu selalu menomorsatukan kamu, memanjakan mu dengan sikap manisnya, menggrojok mu dengan semua perhatian dan kasih sayang. Sampai kamu atau siapapun nggak akan nyangka kalau dia bisa bermain pedang di belakang mu."
"Dan sekarang, status kalian udah bubar jalan. Ada perasaan sedih tapi lebih banyak ke arah kecewa karena dia berselingkuh. Dalam hati mu masih ada dia. Dan itu lah kenapa kamu secerewet ini sekarang. Mungkin jika pisahnya kalian bukan karena perselingkuhan, bukan begini reaksi yang kamu perlihatkan."
Melongo. Deepika sampai menatap Abhi dengan beberapa kali kedipan mata karena baru saja bicara sepanjang jalan kenangan di hadapannya.. Maksudnya di sampingnya!
"Emang reaksi ku bakal gimana kalo ditinggal karena alasan lain?"
"Tergantung."
"Mulai mulaiiii.. Terus aja terooos. Ngomong sepotong sepotong! Lama-lama aku yang kesel ini bakal gantung kamu di pohon tomat lho mas!"
"Tergantung alasan pisahnya, Deep. Kalau pisahnya kalian karena beda alam, mungkin sekarang ini kamu nggak lagi ada di mobil ku untuk berangkat kerja tapi meratap dan menangis di kuburan karena kepergiannya. Segi positifnya, Saeton bakal kamu kenang seumur hidup mu sebagai mantan terindah. Tapi kalo cerita gini, Saeton jadi tersemat sebagai mantan terbajingan mu. Aku turut prihatin dengan itu, sungguh."
"Maas!" Deepika melotot sambil memukul pelan bahu Abhi.
"Nggeh.. Dalem. Pripun, mulai terpesona sama suara ku hmmm?" Di ujung kalimat itu Abhi makin melebarkan senyumnya.
Dan mobil mewah Abhi tiba di kantor stasiun radio menurunkan Deepika dari dalam sana. Dia yang akan masuk ke dalam dicegah oleh Abhi dengan mengetuk bahu gadis itu.
"Tunggu di sini sebentar."
"Eh apa? Kan udah sampai.. Oiya, lupa.. Makasih ya mas udah nganterin aku selamat sampai tujuan."
Deepika tersenyum semanis mungkin lalu sedetik kemudian hilang tergantikan ekspresi manyun yang dibuat-buat.
"Cuma sebentar. Jangan kemana-mana." Abhi sedikit berlari menuju kembali ke mobilnya.
Dengan patuh Deepika menunggu Abhi di depan pintu kantor, sampai beberapa menit kemudian dia datang kembali dengan membawa bungkusan di tangannya.
"Di makan. Jangan dibiasain nggak sarapan. Aku pulang dulu."
Speechless. Deepika sampai nggak bisa berkata apa-apa. Tangannya menerima bungkusan yang Abhi berikan. Belum dia lihat isinya apa, tapi Deepika tersadar belum mengucapkan terimakasih karena pemberian dari Abhi tadi.
"Maaas Abhiiii..." Deepika sedikit berteriak karena Abhi sudah ada di dalam mobil.
Abhi mendongak lewat pintu kaca mobilnya yang sengaja di buka. Menaikkan alis sambil berkata tanpa suara ke arah Deepika.
"Semangat kerjanya."
Deepika tersenyum melambaikan tangan. "Hati-hati di jalan mas!"
Dan Abhi menjawab dengan anggukan kecil dipermanis karena dia menyertai senyuman di sana. Lalu mobil beserta pemilik tampannya pergi dari area kantor tempat Deepika bekerja.
"Buset. Apa itu tadi. Kao berubah jadi Tarzanwati kah?" Harvey menghampiri Deepika.
"Hehe.. Pagi bang. Libur dua hari kemarin kemana aja bang?" Deepika beramah tamah dengan rekan kerjanya.
"Di kos lah. Ku mau pulang kampung tapi tiket pesawat lagi mahal-mahalnya." Terang Harvey jujur.
"Kao tak apa kan? Ku kira kao bakal resign atau masih galau dan tak kerja karena masalah Kuncup dan Lisa kemarin itu."
Mereka berjalan menuju meja kerja.
"Kerja lah bang. Ngapain galauin orang nggak tau malu kayak mereka."
Sebenarnya Deepika malas membahas dua makhluk akhlak less itu, tapi mau bagaimana lagi. Pembahasan tentang duo ninak-ninuk itu masih menjadi trending topik di tempatnya bekerja.
"Kao memang hebat! Tak goyah dengan masalah sebesar itu, belum tentu aku bisa seperti kao misal aku yang ada di posisi kao. Memang jangan terlalu lama bersedih.. Tapi ku tengok tak nampak raut sedih di wajah kao. Apa karena si Camry hitam tadi?"
Harvey menaik turunkan alisnya menggoda Deepika.
"Hahaha.. Nggak lah bang. Eh kok aku nggak liat kak Juan, dia belum kerja apa gimana?" Deepika berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Lagi semedi di wece dia, habis makan kwetiau dua porsi hahaha."
"Hahaha. Tapi dia nggak apa-apa kan bang? Pak Arya nggak skors dia kan?" Tanya Deepika khawatir.
"Enggak. Nyatanya dia berangkat paling awal. Ku pikir dia berkemah di sini semalaman."
Dan dengan Harvey, Deepika bisa merasakan perhatian seorang abang, Harvey yang humoris dan terkesan dewasa meski usianya belum menginjak kepala tiga, menjadi tetua bagi para rekan kerjanya.
"Kabarnya itu Lisa sama Kuncup diberhentikan dari kantor kita sama pak Arya, kao tau.. Radio kita sampai viral dan masuk trending gara-gara mereka. Memang tak punya otak ku pikir mereka itu. Si Kuncup pula, punya otak tapi isinya ditukar sama isi kutang! Paok!"
"Mereka dipecat bang?" Deepika nampak terkejut.
"Itu sanksi yang paling pas buat mereka Dee. Masih ringan lah. Kalau semua orang paham bagaimana Tuhan memberi hukuman pada para pezina, aku yakin tak ada manusia di muka bumi ini yang mau melakukan dosa itu." Lanjut Harvey.
Dan obrolan mereka terputus oleh kedatangan Arya. Muka atasan mereka itu tampak ditekuk, seperti memang sedang malas untuk bercanda atau bahasa gaulnya adalah bete!
Rapat pagi dihadiri seluruh tim dan jajarannya serta dipimpin langsung oleh Arya. Lelaki yang menjabat sebagai pimpinan direktur itu menekankan pada semua rekannya yang bekerja di stasiun radio itu agar bisa menjaga norma dan adad. Perlunya membentengi diri dari godaan saetan yang terkutuk!
"Pak Arya tadi ngajakin rapat apa ngasih siraman rohani sih Dee.. Aku dengernya bukan kayak rapat biasa." Juan menyenggol Deepika yang akan memasuki ruang siaran.
"Bagus lah. Jadi kita semua diingatkan jangan sampai mendahulukan kepentingan selangkangan kalo belum punya lawan halal." Ujar Deepika asal.