Dalam kehidupan sebelumnya, Xin Yi tidak pernah mengerti. Mengapa Gu Rui, yang disebut sebagai Putri satu-satunya keluarga Gu, selalu membidiknya.
Selalu merebut apa yang jadi miliknya, dan berusaha mengalahkan nya disetiap hal yang ia lakukan.
Tidak sampai suatu hari, Xin Yi menemukan catatan lama ibunya.
Dia akhirnya mengerti, bahwa yang sebenarnya anak kandung Tuan Gu adalah dirinya...
" Xin Yi, matilah dengan tenang dan bawa rahasia itu terkubur bersama tubuhmu. "
Gu Rui membunuhnya dengan kejam, merusak reputasinya, mencuri karya miliknya, dan memfitnah nya sebagai putri palsu yang hanya ingin menipu harta ayahnya.
....
" Tunggu, jadi maksudnya aku adalah Xin Yi itu sekarang.. "
Xi Yi, seorang pemenang penghargaan aktris terbaik selama lima tahun berturut-turut.
Harus kehilangan nyawanya akibat ditikam sampai mati oleh fans fanatiknya.
Dia kemudian terlahir kembali sebagai Xin Yi didunia yang lain.
Dia adalah seorang aktris, mampukah dia berubah menjadi Xin Yi Idol.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seojinni_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Kehangatan di Pagi Hari dan Undian Tak Terduga
Pagi di apartemen Huo Qian dimulai dengan aroma kopi segar yang memenuhi udara. Xin Yi, dengan langkah ringan, muncul dari kamar, masih setengah mengantuk. Rambutnya berantakan, dan dia mengenakan sweater kebesaran milik Huo Qian, yang membuat tubuh mungilnya terlihat semakin kecil.
Huo Qian, yang sedang duduk di meja dapur, menyeringai lebar saat melihatnya. "Gadis kecil, kau tahu sweater itu terlalu besar untukmu, kan? Atau jangan-jangan kau sengaja mencuri bajuku?"
Xin Yi memutar matanya, mengambil cangkir kopi yang sudah tersedia. "Aku tidak punya baju ganti, ingat? Dan lagi, ini nyaman. Jangan terlalu banyak bicara pagi-pagi."
Huo Qian bangkit, mendekatinya dengan langkah santai, lalu menyandarkan tubuhnya di meja dapur. Dia menatap Xin Yi dengan tatapan penuh godaan, sudut bibirnya terangkat nakal. "Kalau kau terus tinggal di sini, aku mungkin harus membelikanmu lemari pakaian baru. Atau mungkin, kau hanya ingin semua bajuku?"
Xin Yi hampir tersedak kopinya. Dia menatapnya dengan ekspresi setengah marah, setengah malu. "Berhenti bicara omong kosong, Huo Qian. Aku hanya di sini sementara. Dan, untuk catatan, sweatermu tidak sehebat itu."
Huo Qian tertawa kecil, lalu mendekatkan wajahnya. "Oh ya? Tapi kau masih memakainya. Kau tahu, kau terlihat cukup manis dengan itu."
Xin Yi memutuskan untuk membalas. Dia menatapnya dengan mata yang menyipit licik, lalu mendekatkan wajahnya ke wajah Huo Qian. "Tentu saja aku terlihat manis. Bukankah itu alasan kau tidak bisa berhenti menggoda, Tuan Huo?"
Huo Qian terdiam sejenak, tidak menyangka Xin Yi akan melawan balik. Untuk pertama kalinya, wajahnya sedikit memerah. Dia cepat-cepat mengalihkan pandangan sambil berdeham. "Hah, kau belajar cepat, ya."
Xin Yi tersenyum puas. Dalam hati, dia berpikir, "Sebagai mantan aktris, seni akting terbaikku adalah seni merayu."
***
Liburan akhirnya selesai, dan para peserta kembali ke lokasi syuting dengan semangat baru. Produser berdiri di depan mereka dengan senyum penuh arti, memberikan pengarahan.
"Kali ini, tantangan kalian akan berbeda," katanya dengan nada misterius. "Kalian akan tampil di depan audiens secara langsung. Tapi siapa audiens kalian? Itu akan ditentukan melalui undian."
Ruangan langsung dipenuhi bisikan antusias. Para peserta saling bertukar pandang, penasaran dengan audiens seperti apa yang akan mereka dapatkan.
Di tengah ruangan, layar besar menampilkan permainan digital dengan jarum yang berputar di atas berbagai kategori audiens. Ketua tim maju satu per satu untuk menekan layar, mencoba menghentikan jarum di kotak yang diinginkan.
Gu Rui maju lebih dulu dengan percaya diri. Dia menekan layar dengan ekspresi tenang, tapi ketika jarum berhenti di kotak bertuliskan "Panti Jompo," wajahnya langsung berubah pucat.
"Panti jompo? Serius?" gumamnya sambil memegang kepala. "Bagaimana aku bisa menghibur para lansia? Haruskah aku menyanyi lagu-lagu lama atau belajar menari opera tradisional?"
Salah satu anggota timnya menepuk bahunya sambil menahan tawa. "Ini tantangan, ketua. Kau bisa melakukannya."
Gu Rui memutar matanya. "Kau tidak akan mengatakan itu kalau kau yang harus menari opera."
Giliran Xin Yi tiba. Dia maju dengan langkah tenang, menekan layar tanpa ragu. Jarum berhenti di kotak bertuliskan "Taman Kanak-Kanak."
Xin Yi tersenyum kecil, merasa lega. "Anak-anak? Ini akan menyenangkan."
Timnya langsung bersorak. Salah satu dari mereka berkomentar, "Ini cocok sekali untukmu, Xin Yi. Kau punya aura yang lembut, anak-anak pasti menyukaimu."
Sementara itu, hasil undian tim lain membuat suasana semakin heboh. Ada tim yang harus tampil di pasar, di rumah sakit, bahkan di stasiun pemadam kebakaran. Salah satu peserta yang mendapat tugas di pasar langsung mengeluh. "Bagaimana kita bisa menyanyi di pasar? Orang-orang pasti sibuk belanja!"
Suasana semakin ramai dengan tawa dan komentar. Tapi perhatian semua orang tetap tertuju pada Gu Rui, yang masih terlihat kesal dengan hasil undiannya.
"Panti jompo? Kenapa aku selalu dapat tugas yang aneh?" keluhnya lagi.
Xin Yi, yang mendengar itu, tidak bisa menahan senyum kecil. Dia melirik Gu Rui sambil berkata dengan nada santai, "Mungkin ini kesempatanmu untuk menunjukkan sisi lembutmu, Gu Rui. Aku yakin para lansia akan menyukaimu."
Gu Rui menatapnya dengan tajam, tapi tidak membalas. Dalam hati, dia tahu Xin Yi benar.
Dengan hasil undian yang sudah ditentukan, semua tim mulai bersiap menghadapi tantangan baru. Xin Yi, bersama timnya, berjanji untuk memberikan yang terbaik, terutama untuk para anak-anak kecil yang akan menjadi audiens mereka.
***
Sementara itu, tim Xin Yi sangat antusias. Mereka memutuskan untuk bertemu di TK sebelum hari pertunjukan untuk mengenal anak-anak dan mendengarkan apa yang mereka inginkan.
Saat tiba di TK, anak-anak langsung menyambut mereka dengan antusias.
"Kakak cantik, kalian mau nyanyi apa?" tanya seorang anak kecil dengan mata berbinar.
Xin Yi tersenyum lembut, berjongkok untuk sejajar dengan anak itu. "Kau ingin kami menyanyi apa?"
"Lagu tentang bintang! Dan tarian juga!"
Lu Zhi tertawa. "Anak-anak ini tahu apa yang mereka mau."
Xin Yi mengangguk. "Baik, kita akan membuat sesuatu yang penuh warna dan ceria. Mereka harus merasa seperti sedang berada di dunia dongeng."
Setiap tim mulai bekerja keras untuk mempersiapkan pertunjukan mereka. Meskipun tantangan ini berbeda dari sebelumnya, semuanya tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk menunjukkan sisi lain dari kemampuan mereka.
***
Rapat pagi itu terasa lebih panjang dari biasanya bagi Huo Qian. Suara para direktur yang sedang memaparkan laporan seperti menjadi latar belakang yang samar, sementara pikirannya melayang ke tempat lain. Asistennya, yang duduk di sudut ruangan, mencatat gerak-gerik bosnya dengan rasa ingin tahu. Huo Qian, yang biasanya tegas dan fokus, terlihat gelisah.
Ketika rapat berlanjut, dia mulai mengetukkan jarinya ke meja dengan ritme cepat, sesuatu yang jarang dia lakukan. Setelah beberapa saat, dia berdiri tiba-tiba, memotong pembicaraan salah satu direktur. "Kita cukupkan sampai di sini. Rapat selesai."
Para eksekutif saling bertukar pandang, bingung dengan keputusan mendadak ini. Asistennya segera menyusulnya ke luar ruangan. "Bos, apakah Anda baik-baik saja? Apa perlu saya panggilkan dokter? Atau… Anda sakit perut?"
Huo Qian berhenti sejenak, menatap asistennya dengan ekspresi datar. "Sakit perut? Kau pikir aku anak kecil?" Dia melangkah cepat menuju mobilnya, meninggalkan asistennya yang tertegun.
"Aku hanya tak punya waktu untuk omong kosong seperti ini," gumamnya sambil membuka pintu mobil.
Pikirannya dipenuhi oleh satu hal—Xin Yi. Pagi tadi, dia mengatakan bahwa dia akan pergi ke taman kanak-kanak untuk bertemu dengan anak-anak kecil. Meskipun Huo Qian tahu gadis itu kuat dan mampu menjaga dirinya sendiri, ada sesuatu yang membuatnya khawatir. Setelah kejadian di rumah Xin Yi beberapa waktu lalu, dia tidak bisa menghilangkan rasa waspada itu.
Saat mobilnya berhenti di depan taman kanak-kanak, Huo Qian keluar dengan langkah tenang, namun matanya dengan cepat menyapu area sekitar. Dia menemukannya.
Xin Yi berada di tengah lapangan bermain, dikelilingi oleh sekelompok anak kecil. Dia sedang bermain kereta kuda bersama mereka, dengan senyum cerah yang memancar dari wajahnya. Tawanya terdengar jelas, seperti melodi yang menghangatkan hati. Anak-anak kecil itu tertawa riang, menarik-narik tangan dan bajunya, memanggil namanya dengan penuh semangat.
Huo Qian bersandar di pagar, memperhatikannya dalam diam. Dia tidak tahu berapa lama dia berdiri di sana, tapi ada sesuatu yang membuatnya tidak bisa berpaling. Xin Yi terlihat begitu alami, penuh kasih sayang, dan hidup.
"Gadis kecil ini… dia benar-benar berbeda. Mandiri, kuat, dan lembut pada saat yang sama," pikirnya sambil tersenyum kecil.
Namun, pikirannya tiba-tiba melayang lebih jauh. Melihat Xin Yi bermain dengan anak-anak membuatnya membayangkan sesuatu yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya. "Jika dia bisa sebahagia ini dengan anak-anak orang lain… bagaimana jika itu anak kami?"
Huo Qian terkekeh pelan pada dirinya sendiri, merasa betapa konyolnya pikirannya saat ini. "Aku benar-benar terlalu jauh berpikir sekarang."
Xin Yi akhirnya menyadari keberadaannya. Dia melambaikan tangan dengan sedikit bingung. "Kenapa kau ada di sini?" tanyanya saat mendekat.
"Kau pikir aku akan membiarkanmu sendirian setelah apa yang terjadi? Aku hanya memastikan kau baik-baik saja," jawabnya santai, meskipun matanya mengamati sekeliling dengan tajam, memastikan tidak ada yang mencurigakan.
Xin Yi menghela napas, merasa sedikit kesal namun juga tersentuh. "Aku baik-baik saja, Huo Qian. Kau tidak perlu terus mengkhawatirkanku."
"Oh, aku tidak khawatir," jawabnya dengan nada menggoda. "Aku hanya ingin memastikan tidak ada pria lain yang mencoba mendekatimu."
Xin Yi memutar matanya, tapi tidak bisa menahan senyum kecil. "Kau benar-benar tidak bisa berhenti menggoda, ya?"
"Hanya denganmu," jawabnya santai, membuat Xin Yi langsung terdiam dan wajahnya memerah.
Huo Qian tertawa kecil melihat reaksinya. "Baiklah, aku akan menunggu di mobil. Jangan terlalu lama."
Saat dia kembali ke mobil, dia sekali lagi melihat Xin Yi yang kembali bermain dengan anak-anak. Dia tidak bisa menahan senyum hangat yang muncul di wajahnya. "Gadis ini benar-benar berbahaya," gumamnya pelan. "Dia bahkan tidak sadar betapa berartinya dia bagiku."
***
Ketika Huo Qian duduk di dalam mobil, matanya tetap tertuju pada Xin Yi. Dia menyaksikan bagaimana gadis itu tertawa lepas, seolah dunia ini tak memiliki beban. Namun, senyumnya perlahan memudar saat matanya menangkap sesuatu yang aneh.
Di sudut taman, seorang pria berdiri dengan topi dan masker, tampak mengamati Xin Yi dari kejauhan. Pria itu tidak bergerak, hanya berdiri di sana, namun tatapannya terasa mencurigakan. Huo Qian langsung merasa ada yang tidak beres.
Kemudian, dia kembali mengamati pria itu dengan saksama. Ketika pria itu menyadari bahwa dirinya sedang diperhatikan, dia dengan cepat berbalik dan menghilang di antara kerumunan.
Huo Qian menggertakkan giginya, insting protektifnya langsung menyala. Dia keluar dari mobil dan berjalan cepat ke arah Xin Yi.
"Xin Yi," panggilnya dengan nada serius, membuat gadis itu menoleh dengan bingung.
"Ada apa?" tanya Xin Yi, heran melihat ekspresi tegang Huo Qian.
Dia tidak menjawab, hanya menatap sekeliling dengan waspada. Dalam hatinya, satu pikiran bergema: "Siapa pria itu, dan apa yang dia inginkan dari Xin Yi?"
Duh siapa itu kak, apa bakal ada penguntit dirumah xin yi?