NovelToon NovelToon
Can We?

Can We?

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:348
Nilai: 5
Nama Author: Flaseona

Perasaan mereka seolah terlarang, padahal untuk apa mereka bersama jika tidak bersatu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Flaseona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Can We? Episode 16.

...« Oh gitu »...

“Halo!” Arasya menyapa sebuah ponsel yang mengarah padanya. Tengah menunjukkan dua wajah sepasang suami-istri yang sedang melambaikan tangan ke arah Arasya.

“Udah dua hari. Masih betah gak?”

Suara Devan dari dalam ponsel terdengar memecahkan keheningan di dalam kamar inap Arasya.

“Masih kok. Tadi aku jogging. Tapi Mas Gavan gak ikut.”

“Tumben kamu jogging dan tumben Mas gak jogging. Mas Gavan lagi ngapain tuh?”

Arasya mengarahkan ponselnya ke samping bawah. Di mana Gavan masih tertidur dengan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Tentu itu adalah ulah Arasya.

“Kok masih tidur udah siang gini? Jangan-jangan Mas Gavan sakit?”

Sebab kecurigaan Devan, Arasya langsung menyentuh kening Gavan. Helaan nafas terdengar setelahnya. “Enggak ih! Mas kagetin aja. Orang tadi bangun kok pas sarapan. Aku beliin bubur lho!”

Devan mengangguk-anggukan kepalanya di balik layar. Sedangkan Senaza tertawa lirih merasa gemas terhadap Arasya yang mengerucutkan bibirnya tanda kesal.

“Uangnya udah habis belum, Dek? Kalau habis Mas Devan bakal kirim lagi.” Itu Senaza yang berbicara.

Sang suami yang mendengarnya langsung mendengus, tetapi setuju atas ucapan istrinya.

“Iya, Dek. Kurang itu pasti kalau mau jajan di sana. Mahal-mahal banget. Mas kirim nanti selesai panggilan.” Devan menimpali.

“Enggak. Belum habis. Orang tadi aku dipaksa pakai uang Mas Gavan kok. Padahal aku udah tolak lho, Mas. Aku juga udah cerita kalau Mas Devan kirim aku uang. Tapi katanya di sini cuma terima uang cash, dan aku gak tarik tunai sama sekali pas kemarin.”

“Ya udah gapapa pakai uang Mas Gavan. Habisin aja sekalian.” Devan suka sekali menyulut api.

“Cuma lain kali harus ada uang cash ya, Dek. Buat jaga-jaga. Di taruh di tas sama di dompet juga. Kalau butuh cash jadinya gak ribet harus tarik tunai dulu atau pinjem temennya. Ngerti ‘kan, Dek?” Senaza memberi petuah yang diangguki oleh Arasya.

“Iya, Kakak. Ngerti. Nanti aku minta Mas Gavan dulu deh.”

Tawa serak dari sebelah Arasya membuat si empunya menoleh. “Eh, Mas udah bangun!”

Lalu dengan cepat Arasya berpindah posisi. Ia merebahkan dirinya di samping Gavan dan mengarahkan ponselnya di depan wajah Gavan.

“Pagi.” Sapa Gavan singkat.

“Udah siang kali, Mas. Enak ya ampe betah tidur gitu. Si anu gimana, Mas? Oh iya, kok malah kalian yang se kamar? Harusnya tuh Mas Gavan sama Kakak temenmu itu, Dek.”

“Hah!” Arasya berteriak panik. “Sssttt!” bisik Arasya memperingati, meskipun percuma.

“Ya dia sama pacarnya lah, Dev. Ngapain sama Mas.” Jawaban enteng dari Gavan membuat Devan terkejut bukan main.

Di seberang sana, Devan semakin heboh menanyakan kejelasannya. “Kok bisa? Ini gimana deh ceritanya kok jadi ngenes banget, Mas? Gak jago apa narik perhatian cewe?”

Arasya menggigit bibirnya semakin panik, ia ingin menarik ponselnya tetapi di tahan oleh Gavan.

“Apanya yang ngenes? Dan kenapa harus jago narik perhatian cewe, Dev? Aneh kamu. Itu masih di rumah apa gak kerja?”

Devan menggelengkan kepalanya. “Kemarin aku lembur sama Sena. Jadi hampir sebagian kerjaan yang penting-penting udah selesai semua. Tapi, Mas... Kok bisa dia pacaran sama orang? Kata Adek, Mas deket sama dia, harusnya Mas dong yang pacaran sama dia...”

Devan masih berusaha mempertahankan topik itu. Mumpung jauh. Dan Gavan tidak akan menyemprot Devan karena menanyai perihal sensitif itu.

“Oh jadi Adek yang cerita?”

Gavan menoleh ke samping, menyadari tangan Arasya gemetar dan mendapati ekspresi panik dari wajah si kecil.

“Enggak! Eh, iya! Aku yang cerita. Tapi itu yang dulu. Yang sekarang aku enggak. Aku juga kaget tau kalo Kak Lina udah punya pacar. Beneran aku gak tahu apa-apa.” Jawab Arasya seperti membaca bait rap di sebuah lagu.

Gavan tertawa lirih. Mengacak rambut Arasya sebelum menarik si kecil untuk merebahkan diri di lengannya. Lalu mengambil ponsel milik Arasya dan mematikan panggilannya secara sepihak.

“Hah?! Mas! Kok di matiin? Pasti nanti Mas Devan ngomel-ngomel ih!” tangan kecilnya ingin meraih ponselnya kembali. Hanya saja tangan Gavan lebih cekatan untuk menaruh ponselnya ke atas meja nakas, kemudian menarik Arasya sampai tertelan di dalam dekapan Gavan.

“Agh! Gak bisa napas!” keluh Arasya sembari berusaha melepaskan diri.

“Nanti Mas gak ikut lagi, ya.”

“Hah? Kok gitu?” tiba-tiba nada bicara Arasya terdengar lesu. Ia menatap Gavan dengan raut wajah menyedihkan. “Mas cemburu lihat Kak Lina sama pacar barunya, ya?”

Mendapat pertanyaan mendadak itu, entah bagaimana bisa air liur Gavan terjebak di tengah-tengah saluran tenggorokan sehingga ia tersedak dan terbatuk hebat.

Arasya yang panik melihat Gavan yang terbatuk terus menerus, segera mengambil botol air putih yang berada di meja. Arasya menyuruh Gavan untuk duduk kemudian baru menyerahkan sebotol minuman itu pada Gavan.

“Mas! Makanya kalau bangun tidur tuh gak boleh bikin orang sedih. Harus minum air putih dulu.” Peringat Arasya yang justru terdengar lucu di telinga Gavan.

Pria tersebut meminum setengah isi botol itu sebelum kembali menyerahkannya pada Arasya. Gavan mengacak rambut Arasya sebelum bangkit dari ranjang mereka.

“Kok bisa kepo banget, Dek? Mas ngerokok dulu, ya.”

Kamar mereka berada di lantai dua, memiliki balkon yang menghadap kolam renang dibawahnya.

Arasya yang benar-benar tidak ingin menjauh dari Gavan segera mengikuti lelaki itu meskipun ia tahu jika Gavan akan merokok.

“Dek? Mas mau ngerokok.” Ulang Gavan, mengira bahwa mungkin Arasya tidak mendengar perkataannya tadi.

“Ya ngerokok aja. Kata Mas aku kepo, jadi ya aku beneran kepoin. Mas gapapa gak perlu bohong, aku bisa kok jaga rahasia.”

Binar dari mata Arasya memberikan silau yang mengganggu mata Gavan. Membuat pria tersebut memalingkan tatapannya ke arah depan. Memilih melamun daripada harus menyalakan rokoknya.

“Terus kalau Mas Devan kepo ke Adek? Tanya-tanya ke Adek, gimana?”

“Ya dijawab lah.”

Jawaban enteng dari Arasya tanpa pikir panjang itu mengundang tawa bagi Gavan. Rasa-rasanya pertanyaan Gavan terdengar seperti soal penjumlahan bagi Arasya. Yang sekali dengar langsung tahu jawabannya di luar kepala.

“Bagus. Adek jago banget jaga rahasia, ya.” Ujar Gavan dengan maksud menyindir.

“Iya, ‘kan? Ayo cepet makanya cerita sama aku.” Tangan Arasya menggoyangkan tangan Gavan yang bertumpu pada pagar pembatas di balkon tersebut.

“Mas enggak cemburu ya, Dek. Mas gak ada apa-apa sama Lina. Cuma sebatas teman aja.”

Arasya melihat fitur tegas Gavan dari samping. “Kenapa gitu? Kenapa cuma temen aja? Dulu aku kenalin Mas sama Kak Lina ‘kan biar Mas punya pacar. Aku niatnya bantuin Mami juga lho, Mas.”

“Mas gak akan pacaran, Dek. Sama siapa pun itu. Kalau dikenalin ya boleh, Mas hargai itu. Tapi hanya sebatas kenalan. Mami udah tahu kok masalah ini. Walaupun kadang-kadang masih tetep iseng pengen Mas cepet punya pasangan. Makasih ya Adek udah mau bantuin Mami.”

...« Terima kasih sudah membaca »...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!