Andhira baru saja kehilangan suami dan harus melahirkan bayinya yang masih prematur akibat kecelakaan lalulintas. Dia diminta untuk menikah dengan Argani, kakak iparnya yang sudah lama menduda.
Penolakan Andhira tidak digubris oleh keluarganya, Wiratama. Dia harus tetap menjadi bagian dari keluarga Atmadja.
Akankah dia menemukan kebahagiaan dalam rumah tangganya kali ini, sementara Argani merupakan seorang laki-laki dingin yang impoten?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14. Senjata Pusaka
Bab 14
Malam hari Andhira terlihat bimbang, apa harus menggunakan lingerie seksi tadi siang atau tidak. Dia malu kalau harus menggoda duluan suaminya.
"Tapi, Mas Gani menyuruh aku untuk memakai ini." Andhira menatap baju berbahan lembut yang ada di tangannya.
Selagi Arya tidur, Andhira pun mengganti piyama dengan lingerie seksi. Terlihat tubuh sintal dan mulusnya terpantul di cermin. Muka wanita itu merah merona karena tubuhnya terlihat jelas dibalik kain tipis yang sebatas paha atas dan bagian dadanya terekspos.
Andhira sering mendengar kalau para suami suka melihat istrinya berpenampilan terbuka dan seksi juga berdandan cantik. Maka dia pun memoles wajahnya dengan make up dan tidak lupa menyemprotkan parfum ke beberapa titik bagian tubuhnya.
"Rambut aku diikat atau digerai, ya?" Andhira memiliki rambut hitam panjang dan cukup tebal, tetapi sangat halus.
"Aku gerai saja."
Sebelum menemui Argani, Andhira pergi ke dapur untuk membuatkan kopi untuknya. Laki-laki itu hanya minum kopi ketika lembur. Lalu, dia pergi ke lantai atas di mana ruang kerja Argani berada. Jam masih menunjukkan pukul sembilan, biasanya laki-laki itu belum tidur.
Dengan jantung berdebar kencang, Andhira mengetuk pintu. Dia berharap ini awal hubungan suami-istri mereka. Selama ini Argani menjalani peran yang baik menjadi ayah untuk Arya. Laki-laki itu juga bertanggung jawab kepada dia, tanpa pernah meminta hak kepadanya.
Andhira juga tidak ingin membuat kecewa mertuanya. Mereka sangat berharap rumah tangga mereka langgeng dan bahagia, tidak ada perpisahan. Hal yang tidak enak baginya, Papa Anwar dan Mama Aini malah sering menasehati Argani agar selalu bersikap baik dan bertanggung jawab kepadanya dan Arya. Menjalankan kewajiban sebagai seorang suami dan ayah. Ini malah menjadi tamparan bagi Andhira yang tidak memerankan kewajiban sebagai seorang istri karena suaminya tidak akan pernah meminta hak kepadanya.
Argani yang sedang membaca menghentikan kegiatannya ketika mendengar suara ketukan. Dia beranjak untuk membuka pintu.
Mata Argani terbelalak seakan mau keluar dari tempatnya ketika melihat penampilan Andhira saat ini. Jakun dia naik turun dan sekujur tubuhnya berdesir. Tidak lupa jantung dia yang tadi sempat terasa jatuh ke dasar perut, kini berdetak kencang.
"Mas," panggil Andhira sambil tersenyum manis.
Tanpa aba-aba Argani menutup pintu, lalu menguncinya. Terlihat keningnya dipenuhi keringat. Dia pun segera mengambil handphone miliknya yang tergeletak di atas meja kerja.
"Halo, Dok."
"Ya, ada apa, Pak Gani?"
"Sepertinya pengobatan yang aku jalani selama tiga bulan ini sudah menunjukkan hasilnya."
"Benarkah, Pak?"
"Ya. Senjata pusaka aku sudah mulai bisa berdiri."
"Wah, bagus itu! Selamat, Pak. Semoga hubungan dengan istri semakin mesra dan langgeng. Jangan lupa jaga pola makan dan pikiran, ya, Pak."
Selama tiga bulan belakangan ini Argani menjalani pengobatan kepada dokter yang dahulu menangani dirinya. Dia juga konsultasi kepada seorang psikolog untuk mengembalikan kepercayaan diri sebagai seorang laki-laki. Karena dia sempat depresi setelah kecelakaan dahulu.
Tidak sia-sia perjuangan Argani untuk sembuh. Awal dia mau melakukan pengobatan ini karena banyak temannya ketika reuni memerhatikan dan menggoda Andhira yang terlihat muda dan cantik. Belum lagi Roy yang sering mengompori dirinya.
Jangankan bercintaa dengan Andhira, mencium bibirnya saja belum pernah. Paling mencium pucuk kepala wanita itu jika di depan orang tuanya.
Argani masih belum percaya kalau senjata pusaka miliknya sudah mulai bisa berdiri. Dia sampai bingung harus gimana sekarang. Laki-laki itu juga lupa kepada Andhira yang terdiam mematung di depan pintu.
Sang istri terkejut ketika pintu langsung ditutup oleh suaminya. Andhira merasa kalau Argani tidak menginginkan dirinya. Tidak terasa air matanya jatuh menetes, meluncur di pipinya yang mulus.
"Apa tubuhku seburuk itu, sampai-sampai kedua suamiku tidak menginginkannya," batin Andhira.
Dengan perasaan hati yang hancur Andhira kembali ke kamar. Dia mengganti lingerie seksi itu dengan piyama. Dia juga memasukan pakaian tadi ke dalam sebuah kotak, lalu menyimpan di lemari bagian bawah.
Air mata Andhira tidak mau berhenti keluar karena terlalu sakit hatinya. Dia menangis dalam diam agar tidak membangunkan Arya.
***
Pagi hari Argani olahraga dengan semangat. Dia harus bisa menjaga stamina tubuh dan menjaga kesehatan serta pola makan dengan kandungan gizi yang seimbang. Ketika melihat Andhira dan Arya di halaman rumah sedang berjemur, dia tersenyum lebar.
"A ... A-Arya ...."
Argani mau memanggil Andhira juga, tetapi jantungnya berdetak terlalu kencang sampai membuatnya gugup. Bayangan Andhira dengan lingerie-nya semalam terus saja menari-nari di pelupuk matanya.
Andhira menoleh ke arah Argani. Hatinya terasa pedih ketika melihat senyum laki-laki itu. Dia sempat lupa diri kalau suaminya itu mau menikah dengannya hanya demi Arya agar tetap bersama keluarganya. Bukan berarti mau menerima dirinya juga.
Argani berjongkok di depan Arya, lalu mengangkat tinggi-tinggi. Bayi itu tertawa bahagia dan itu membuat Andhira ikut bahagia.
"Melihat Arya bisa tumbuh baik dan selalu bahagia, sudah cukup bagiku," batin Andhira lirih.
"Kamu hari ini ada kegiatan kampus?" tanya Argani.
Di tanya seperti itu oleh suaminya tentu saja membuat Andhira terkejut. Lalu, dia menjawab, "Hari ini libur tidak ada kelas."
"Bagiamana kalau kita pergi jalan-jalan setelah sarapan?"
"Boleh."
Setelah mandi dan sarapan, Argani membawa keluarga kecilnya jalan-jalan ke taman wisata alam. Udara yang bersih dan segar juga pemandangan yang indah dipandang mata, membuat orang-orang yang datang ke sana merasa betah.
Argani menggendong Arya dan sebelah tangan lainnya menggandeng tangan Andhira. Keadaan di sana tidak begitu ramai karena bukan hari libur.
Arya berlari mengejar kupu-kupu yang beterbangan di taman rumput yang dikelilingi oleh bermacam-macam bunga yang sedang bermekaran. Argani mereka tingkah bocah itu dengan ponselnya.
Andhira mengikuti ke mana pun putranya bergerak. Dia akan membangunkan tubuh Arya jika jatuh, padahal bayi itu akan bangun sendiri jika jatuh.
Diam-diam Argani memerhatikan Andhira lewat layar handphone. Selain merekam Arya, dia juga merekam Andhira. Laki-laki itu tidak sadar jika bibirnya terus menyunggingkan senyum.
"Andhira?"
Andhira yang sedang memangku Arya agar tidak terlalu jauh berlari, menoleh ke arah sumber suara. Dia melihat dosennya sedang bersama seorang wanita cantik.
"Pak Dimas."
Wanita yang berdiri di sampingnya menatap tajam kepada Andhira. Dia memperlihatkan wajah dingin.
Argani yang sedang merekam sejak tadi, mematikan videonya. Lalu, dia mendekati istri dan putranya.
"Mereka siapa?" tanya Dimas.
Ditanya seperti itu membuat Andhira tersenyum tipis. Identitas dia sebagai seorang istri dan ibu memang tidak diketahui oleh orang-orang di kampus.
"Kenalkan, Pak. Ini Mas Gani dan ini Arya," jawab Andhira sopan dan tidak lupa senyum manis menghiasi wajahnya.
Argani ingat dengan laki-laki yang kini berdiri berhadapan dengannya. Dia adalah laki-laki yang menghampiri Andhira kemarin begitu turun dari mobil.
***