Fika, seorang wanita polos, tiba-tiba terlibat dalam pertarungan dengan makhluk ghaib dan dimensi lain setelah mengetahui bahwa dalam darahnya mengalir warisan dari Sijjin, makhluk antar dimensi yang berbahaya. Untuk mencegah Sijjin mengamuk di dalam dirinya, Fika memiliki khodam pelindung yang membantunya. Sementara itu, sebuah organisasi bernama **Sanctorum**, yang terdiri dari lima orang terkuat di Bumi, memburu Sijjin. Fika harus menemukan cara untuk mengendalikan kekuatan yang ada dalam dirinya sebelum dunia dan dirinya hancur
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon farisky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 16 - MALAM MENCEKAM
Kamar itu terasa seperti ruang hampa. Lampu redup di sudut ruangan berpendar lemah, cahayanya hampir tidak cukup untuk mengusir kegelapan yang merayap dari setiap sudut. Udara di dalam ruangan terasa berat, seakan sesuatu yang tak terlihat menekan seluruh isi kamar.
Fika duduk di tepi ranjang, tubuhnya diam namun gemetar halus. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, bercampur dengan rasa lembap yang menguar dari dinding yang berlumut tipis. Napasnya teratur, tetapi terlalu pelan, seolah ia sengaja menahannya agar tidak memecahkan kesunyian yang begitu pekat.
Angin tidak berembus, namun tirai jendela yang setengah tertutup berkibar pelan, seperti ada sesuatu yang tak terlihat menyentuhnya. Bayangan di dinding bergerak samar, mengikuti irama yang tidak seharusnya ada. Fika melirik ke arah jendela, namun pandangannya segera terpaku pada lantai di bawahnya. Ia merasa jika ia menatap terlalu lama, sesuatu akan muncul dari balik tirai itu.
Jam dinding berdetak, tetapi suaranya terdengar lambat, seakan waktu di kamar itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Detik-detik terasa lebih panjang, membelah keheningan dengan jeda yang hampir tidak manusiawi.
Di sudut ruangan, sebuah lemari tua berdiri kokoh, pintunya sedikit terbuka. Celah kecil itu seperti lubang hitam, mengundang siapa saja untuk melihat ke dalamnya. Namun, Fika tahu lebih baik. Ia tidak bergerak, bahkan tidak melirik ke arah lemari itu. Hawa dingin mulai menjalar dari arah sana, membekukan ujung jari kakinya yang telanjang.
Kamar itu tetap sunyi, namun kehadiran yang tak kasat mata terasa nyata. Fika menggenggam sprei ranjangnya erat, berharap pagi segera datang.
“Bosannya…” Fika menghela napas panjang. "Apa yang dilakukan warga sini kalau bosan? Hei, kau!" Fika memanggil sesuatu dengan nada kesal. "Yang ada di dalam badanku! Jangan diem-diem aja! Jadi khodam kok seenaknya jidat!"
Suara berat terdengar dari dalam dirinya, penuh dengan nada tidak senang. "Apa maksud perkataanmu, bocah sialan?"
“Ajak ngobrol kek aku bosan woii !” Fika mendengus sambil menggerutu.
"sudah ku bilang aku bukan patner atau lain lainya jangan mencoba kepadaku bocah sialan" Ujar khodam
"Oh ya, ngomong-ngomong, aku mau tahu. Kenapa tadi kau membicarakan Faylyne?"
"Aku tidak tahu apa-apa soal dia," jawab khodamnya, datar.
“Bohong! Tadi kau mengoceh soal dia. Bagaimana mungkin kau tidak tahu soal dia?”
"Aku dan dia dua makhluk yang berbeda. Bagaimana mungkin aku tahu lebih dari itu? , lagi pula itu bukan urusan ku"
“Tapi kau melihatnya tadi, kan? Serangan itu luar biasa banget, bagaimana dia melakukannya yaa,ak ingin kuat seperti dia , benar benar menganggumkan ” ujar Fika, suaranya berbisik, sedikit terpesona saat mengingat cara Faylyne menggunakan pedangnya.
"Itu belum seberapa," khodamnya menjawab dengan nada dingin. "Dia masih belum mengeluarkan semuanya."
Fika terdiam sesaat sebelum bertanya lagi. “Kau benar. Tapi, dari mana dia mendapatkan kekuatan seperti itu?”
"Dia juga ada," jawab khodamnya tiba-tiba.
Fika mengernyit. "Ada apa?"
"Makhluk seperti aku. Di dalam dirinya. Aku bisa merasakannya," ujar khodam dengan suara rendah, seolah memberikan peringatan.
Fika langsung duduk tegak. “Apa dia lebih kuat dari kamu?”
"Perhatikan mulutmu kalau bicara," khodam mendesis marah. "Aku bisa menghabisi dia jika aku mau. Tapi aku tidak mau. Aku menunggu saja."
“Jangan macam-macam! Dia sudah baik ke aku. Jangan bikin masalah!” Fika memohon dengan nada tegas, meski ada sedikit ketakutan di ujung suaranya.
"Jangan perintah aku. Aku bergerak sendiri," balas khodam dengan nada tajam.
“Buset dah! Oke, oke, aku nggak ngatur-ngatur lagi. Tapi, ingat ya, aku bisa aja mengambil alih tubuh ini kalau kau bertindak aneh-aneh!”
"Mau dites?" tantang khodamnya dengan suara rendah yang membuat Fika merinding.
“Jangan dong!” Fika mengibaskan tangannya ke udara, seolah sedang berdebat dengan seseorang yang benar-benar berdiri di depannya. “Aku nggak sanggup tapi suatu saat aku pasti bisa lihat saja"
"Aahh, bosan banget. Mending tidur biar besok bisa jalan-jalan.” Ujar Fika sambil mengantuk
Saat Fika mulai berbaring di kasur di tengah sunyinya , disaat Fika ingin memejamkan mata suara khodamnya kembali terdengar, kali ini lebih serius. "Hei, bocah ingusan. Kau merasakan sesuatu, tidak?"
Fika langsung bangkit duduk. “Iya, ada sesuatu… datang. dia seperti ada didepan pintu”
"auranya padat dan gelap dan tidak satu tapi banyak" Ujar khodam Fika
"jangan takut takutin dong aku sendiri disini hei" Ujar Fika sambil. menarik selimutnya. tekanan kembali terasa seperti membuat dada Fika sesak, "aku harap semua baik baik saja aku mohon aku tidak ingin suatu yang buruk terjadi" ujar Fika sedang berdoa
"oyy bocah apa kau tidak menganggap ku" ujar khodam
"aku hanya takut, aku disini sendirian tau" Ujar Fika yang terus merinding
TOK. TOK. TOK.
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Bunyinya pelan, tetapi cukup untuk membuat Fika tersentak.
Dia memandang ke arah pintu dengan jantung yang berdebar keras. “Siapa di sana?” tanyanya dengan suara gemetar.
Hawa di dalam kamar menjadi berat, seolah udara diperas dari segala arah. Fika merasa sesak, dan keringat dingin mulai membasahi punggungnya.
"Hei! Kau gimana nih?" Fika memanggil khodamnya dengan panik. "Khodam sialan, jawab dong!"
Namun, tidak ada respons. Hening.
“Faylyne?! Shooryuu?!” Fika mencoba memanggil nama mereka, berharap salah satu dari mereka ada di luar pintu.
Tapi tidak ada jawaban.
Hawa mencekam terus menguasai ruangan. Fika membeku di tempatnya, terlalu takut untuk bergerak, sementara ketukan itu berhenti, meninggalkan keheningan yang jauh lebih menakutkan.