Jingga yang sedang patah hati karena di selingkuhi kekasihnya, menerima tantangan dari Mela sahabatnya. Mela memintanya untuk menikahi kakak sepupunya, yang seorang jomblo akut. Padahal sepupu Mela itu memiliki tampang yang lumayan ganteng, mirip dengan aktor top tanah air.
Bara Aditya memang cakep, tapi sayangnya terlalu dingin pada lawan jenis. Bukan tanpa sebab dia berkelakuan demikian, tapi demi menutupi hubungan yang tak biasa dengan sepupunya Mela.
Bara dan Mela adalah sepasang kekasih, tetapi hubungan mereka di tentang oleh keluarganya. Mereka sepakat mencari wanita, yang bersedia menjadi tameng keduanya. Pilihan jatuh pada Jingga, sahabat Mela sendiri.
Pada awalnya Bara menolak keras usulan kekasihnya, tetapi begitu bertemu dengan Jingga akhirnya dia setuju.
Yuk, ikuti terus keseruan kisah Jingga dan Bara dalam membina rumah tangga. Apakah rencana Mela berhasil, untuk melakukan affair dengan sepupunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yaya_tiiara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 : Pesan di hp Bara
Janji yang akan pulang setiap hari yang dikatakan Bara, nyatanya hanya isapan jempol. Lelaki itu mengingkarinya, karena sebuah pesan singkat yang di kirimkan Mela. Malam itu Bara tengah membersihkan diri, terdengar notifikasi dari gawai Bara. Rasa penasaran dalam benak Jingga muncul, ia seperti istri-istri yang curiga suaminya berselingkuh. Walaupun hp nya terkunci, tapi Jingga tak kekurangan akal. Ia cukup men-scroll layarnya saja, maka muncullah pop up pesan tersebut.
"Bi, datanglah! Gue sakit perut."
Buru-buru Jingga kembali meletakkan gawai Bara, ketika suara air dari kamar mandi berhenti. Kemudian di susul keluarnya sang suami, masih mengenakan handuk dan bertelanjang dada. Jingga yang pura-pura sedang membenahi sprei, merasakan kehadiran Bara.
"Apa kamu sedang menggoda saya?" tanyanya, sambil merengkuh tubuh istrinya.
"Ish, basah tau!"
"Biarin, saya sedang bergairah" cerocos Bara, tak menghiraukan perkataan Jingga.
Segera ia membalikkan tubuh istrinya, dan menyerangnya dengan ciuman-ciuman memaksa. Jingga hanya bisa pasrah, menerima perlakuan yang sedikit kasar Bara. Tubuh ke duanya rebah di kasur, saling menindih. Erangan juga lenguhan, bersahutan mengisi kamar besar tersebut.
Tetapi suara telpon berulang-ulang kali berbunyi, mengganggu konsentrasi pasangan pengantin baru itu. Dengan berat hati Bara berguling dari atas tubuh Jingga, menjangkau gawai diatas nakas. Dan melihat siapa gerangan? yang mengganggu kegiatan mereka.
Bara membuka pintu balkon, untuk menerima panggilan di sana. Sedangkan Jingga menggapai gaun tidurnya, serta memakainya secepat kilat. Ia takut Bara mengulangi lagi perbuatannya, dan membuatnya khilaf hingga terlena.
Jingga tau, pasti yang menghubungi Bara adalah Mela. Sahabatnya itu adalah perempuan yang tidak ingin di abaikan, karena sudah terbiasa menerima perlakuan istimewa. Cuma karena sakit perut saja, harus Bara yang menangani padahal banyak dokter bersedia mengobatinya.
Pintu balkon kembali terbuka, menampakkan tubuh kekar Bara. Perut sixpack-nya terlihat berkilat, karena peluh yang membanjirinya. Jingga membuang pandangan dan pura-pura sibuk, melipat selimut yang tadi di pakai untuk menutupi tubuhnya.
"Eghm!" dehem Bara keras. "Maafkan saya, harus meninggalkan mu dan menemui Mela secepatnya. Kita lanjutkan nanti, ada yang lebih membutuhkan saya."
"Its oke!" ucap Jingga, sembari mengangkat bahu. "Saya sudah terbiasa di abaikan, dan harus selalu mengalah."
"Dengar Jingga, Mela memerlukan saya" ujar Bara, sembari mengguncang bahunya. "Saya minta kamu mengerti, bahwa Mela tengah sakit" lanjutnya. "Saya gak akan lama, paling tengah malam pulang. Kunci lah pintu, jangan tunggu saya."
Jingga hanya terdiam memperhatikan suaminya mengganti celana boksernya, dengan jeans dan t shirt. Sebelum berlalu pergi, Bara masih sempat melabuhkan kecupan di kening Jingga.
"Jangan tidur terlalu malam, kurangi kebiasaan maraton menonton drakor" pesannya, sebelum menghilang di balik pintu.
Terdengar manis kata-katanya, tapi baginya seperti hiburan pengantar tidur. Untuk apa berlaku demikian manis? Bila hanya kecewa yang akan di temuinya nanti.
Sedemikian perhatiannya Bara pada Mela, sampai sakit perut saja bisa menggagalkan percintaan mereka. Meskipun sedang dalam puncak nafsunya, Bara masih bisa menahan diri.
Malam semakin larut, tidak ada tanda-tanda Bara akan pulang. Kantuk yang tadi menyerangnya berganti dengan kecemasan, hingga akhirnya tak dapat memejamkan mata. Sedang apa mereka di sana? Apakah Bara sedang bercumbu dengan Mela? Begitu banyak pikirkan negatif, berseliweran di dalam benaknya. Rasa kecewa juga cemburu, sedikit demi sedikit menggerogoti alam bawah sadarnya. Hanya perempuan bodoh yang membiarkan suaminya masih perduli, pada mantan kekasihnya atau mereka memang masih bersama.
Walau Bara bersikeras ingin menjauhi Mela, tetapi pada kenyataan pria itu masih perduli. Jingga bertekad bila esok hari suaminya belum kembali, maka ia juga bisa pergi dari rumahnya. Mumpung, ia belum membawa semua barang-barang dari kost-an lamanya. Ia akan kembali dan mencari pekerjaan baru, sebagai penyambung hidup. Biarlah Bara bersama Mela, ia hanyalah perempuan yang singgah sementara di hidup mereka.
Persetan dengan keuntungan yang akan di dapatnya, bila sanggup bertahan selama satu tahun. Baru beberapa hari saja menjalani, cukup membuat emosinya bergejolak.
... ****...
Jingga terbangun dari tidurnya dengan sakit kepala parah, pelipisnya berdenyut-denyut seperti mau pecah rasanya. Sambil berjalan menuruni tangga, ia memegangi selasaran nya agar tidak terjatuh. Dihampirinya, ruangan yang mengeluarkan aroma harum masakan.
Di sana berdiri menghadap penggorengan, seorang perempuan bertubuh gempal tengah menumis.
"Selamat pagi, bi Minah" sapa Jingga ceria.
"Oh non Jingga, sudah bangun" balas perempuan yang lebih tua itu ramah.
"Iya bi, masak apa hari ini?" tanyanya penasaran.
"Ayam goreng mentega, dengan cap cay telur burung puyuh."
"Kedengarannya enak, nih!" seru Jingga.
"Sebentar ya, bibi tinggal matangkan saja sayurnya" ucap bi Minah, kembali menghadap kompor.
"Bi, hari ini saya akan ke rumah teman" ujar Jingga memberitahu.
"Non, sudah ijin tuan Bara belum?" tanyanya.
"Sudah bi, semalam sebelum bapak keluar" dusta Jingga.
"Iya gak pa-pa, kalo udah ijin. Sekarang, Non sarapan dulu" ucap bi Minah, memindahkan cap cay pada piring saji.
"Temani saya sarapan, bi."
"Nanti saja, bibik nanti makan bareng Pak Rahmat dan satpam di depan."
"Ya udah kalo gitu, saya makan duluan ya."
"Iya!"
Sehabis selesai sarapan, Jingga bergegas pergi dari rumah. Ia ingin pergi ke suatu tempat sendirian, merenungkan kembali keputusan yang telah diambilnya. Baik dan buruknya kondisi rumah tangganya saat ini, menjadi pertimbangan baginya ke depan.
Seandainya harus mengorbankan mahligai pernikahannya bersama Bara, ia akan terima bila itu dapat membuat sahabatnya bahagia. Mumpung masih belum tumbuh cinta di hati keduanya, dan mereka bisa bercerai secepatnya.
Dengan menggunakan transportasi umum, Jingga memilih pergi menemui salah satu sepupunya di kota B. Ia akan bertemu di cafe milik Kasandra, di pusat kota.
Suasana cafe malam itu penuh dengan pengunjung, yang di dominasi kaum muda. Kasandra adalah putri dari Om Revan adik ayahnya, yang mengelola bisnisnya sejak masih kuliah. Mereka sepantaran, hingga cocok berteman. Tidak seperti saudara yang lainnya, selalu ada jarak bila bertemu.
"Hai Jingga! Udah lama nunggu" sapanya lembut. "Sorry gue baru bisa menemui lo, briefing dulu anak-anak" sambungnya lagi. "Selamat buat lo, yang memutuskan menikah duluan."
"Hehe!" kekeh Jingga. "Gue terpaksa nikah, biar lo tertantang untuk segera punya suami. Biar hidup gak stres dan punya tempat berbagi."
"Menikah itu ibadah, bukan karena terpaksa. Hidup gue fine-fine aja, tanpa adanya seorang cowok" ucap Kasandra sambil tersenyum simpul. "Malah, lo kelihatannya gak bahagia" lanjutnya menebak asal-asalan.
"Gue bahagia!" tegas Jingga.
"Lalu, kemana suami lo? Pengantin baru, masa jalan sendiri!"
"Gue lagi pengen me time."
"Ada masalah, kah?"
"Mm...gimana ya? Entar lah gue ceritain masalahnya, panjang banget gak akan selesai sejam dua jam."
"Kalo gitu, kita pulang sekarang."
"Cafe lo, gimana?"
"Aman! Gue titip sama anak-anak."
"Ya udah kalo gitu, kita pulang!"
...****...
Lanjut Ka Author jangan patah semangat..
Lanjut ka n ttp semangat 💪
kasian Jingga dah di hianati pacar sekarang suami'y
Lanjut Ka Author ttp semangat 💪
I like❤👍
menurut aku nie novel sangat bagus... aku suka tokoh Jingga yg tegas tak banyak drama kumenangis membayangkan...🤣ini mah berbeda tak sperti kbanyakan novel" lain yang hobi mainkan air mata..
Semangat Ka author moga success🏆💪
Sama Laki'y jga kaya punya rencana tidak baik..
Lanjut ka....
Lanjut ka Author ttp semangat