Rara Maharani Putri, seorang wanita muda yang tumbuh dalam keluarga miskin dan penuh tekanan, hidup di bawah bayang-bayang ayahnya, Rendra Wijaya, yang keras dan egois. Rendra menjual Rara kepada seorang pengusaha kaya untuk melunasi utangnya, namun Rara melarikan diri dan bertemu dengan Bayu Aditya Kusuma, seorang pria muda yang ceria dan penuh semangat, yang menjadi cahaya dalam hidupnya yang gelap.
Namun Cahaya tersebut kembali hilang ketika rara bertemu Arga Dwijaya Kusuma kakak dari Bayu yang memiliki sifat dingin dan tertutup. Meskipun Arga tampak tak peduli pada dunia sekitarnya, sebuah kecelakaan yang melibatkan Rara mempertemukan mereka lebih dekat. Arga membawa Rara ke rumah sakit, dan meskipun sikapnya tetap dingin, mereka mulai saling memahami luka masing-masing.
Bagaimana kisah rara selanjutnya? yuk simak ceritanya 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Queen Jessi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Baru
Seminggu sudah Rara tinggal bersama Arga. Meski pria itu jarang berbicara, kehadirannya memberikan ketenangan yang tak pernah Rara rasakan sebelumnya. Kehidupan di rumah Arga, meskipun dingin dan teratur, jauh lebih baik dibandingkan tekanan hebat yang selalu mengikutinya di kediaman Wijaya.
Hari itu, saat senja mulai turun, Arga menghampiri Rara yang tengah duduk di teras. Dengan nada suara datar dan tatapan tajam seperti biasa, ia bertanya, “Setelah ini, apa yang ingin kamu lakukan?”
Rara terdiam sejenak, memikirkan jawaban. “Aku ingin mencoba memulai hidupku sendiri,” katanya pelan. “Mungkin mencari pekerjaan.”
Arga mengangguk kecil, wajahnya tetap tanpa ekspresi. Setelah beberapa saat hening, ia berkata, “Kalau begitu, aku punya tawaran. Kamu bisa bekerja di perusahaan ku.”
Rara menatapnya dengan sedikit terkejut. “Di perusahaanmu?”
“Ya,” jawab Arga singkat. “Ada beberapa posisi yang mungkin cocok untukmu. Selain itu, akan lebih mudah bagiku memastikan kamu baik-baik saja.”
Rara terdiam, menimbang tawaran itu. Ia merasa ragu, namun di sisi lain, ia tahu Arga tidak akan menawarkan sesuatu tanpa alasan. Dengan suara pelan, ia menjawab, “Aku akan memikirkannya sebentar"
Setelah beberapa saat berpikir, Rara mengangguk pelan. “Baik, aku setuju,” katanya sambil menatap Arga.
Arga, seperti biasa, tidak menunjukkan banyak reaksi. Hanya ada sedikit gerakan kepala yang menandakan ia menerima keputusan Rara. “Bagus,” ucapnya singkat. “Besok pagi, kita akan membicarakan detailnya di kantor.”
“Tunggu,” Rara menyela, “apa aku benar-benar bisa bekerja di perusahaanmu? Maksudku, aku tidak punya pengalaman.”
“Pengalaman bisa dipelajari,” jawab Arga tanpa ragu. “Yang penting, kamu mau bekerja keras.”
Perkataan itu membuat Rara terdiam. Ada sesuatu dalam cara Arga berbicara meskipun dingin, ada ketegasan yang membuatnya percaya diri.
“Baik,” Rara akhirnya menjawab. “Aku akan berusaha.”
“Pastikan kamu siap jam delapan besok pagi,dan temui aku di perusahaan” ujar Arga sebelum berbalik dan masuk ke rumah.
Rara menghela napas panjang, merasa sedikit gugup tapi juga lega. Ini adalah awal baru baginya. Meski Arga bukan tipe orang yang hangat, tawarannya seperti sinar kecil di tengah keraguan Rara tentang masa depannya. Di dalam hatinya, ia bertekad untuk membuktikan bahwa ia bisa melangkah maju.
Keesokan harinya, Rara melangkah masuk ke perusahaan Arga dengan penuh semangat, meskipun sedikit gugup. Rara harus percaya diri, hari ini Ia mengenakan pakaian serba pink yang memancarkan keceriaannya dan rambut diikat rapi ke belakang, memperlihatkan wajah cantiknya yang bersinar.
Ketika Arga melihatnya di lobi, sejenak ia terdiam. Mata tajamnya menangkap detail penampilan Rara, dan untuk pertama kalinya, ada sesuatu yang terasa berbeda. Pesona alami Rara membuatnya cukup terpesona, meskipun ekspresi wajahnya tetap dingin seperti biasa.
“Kamu siap?” tanya Arga singkat saat mereka berjalan menuju lift.
Rara mengangguk sambil tersenyum kecil. Namun, sebelum mereka sampai di kantor Arga, ia menghentikan langkahnya. “Aku punya satu permintaan.”
Arga menatapnya dengan alis terangkat sedikit. “Apa itu?”
“Aku tidak ingin orang-orang di perusahaan tahu kalau aku kenal dengan pemiliknya,” ujar Rara pelan tapi tegas. “Aku ingin diterima sebagai karyawan biasa, bukan karena aku dekat denganmu.”
Arga terdiam sejenak, lalu mengangguk kecil. “Baik,” jawabnya singkat. “Tidak ada yang akan tahu.”
Jawaban itu membuat Rara lega. Dalam hatinya, ia berjanji untuk bekerja keras dan membuktikan dirinya. Saat mereka melangkah ke kantor, Arga menuntunnya menuju ruang HR tanpa sedikit pun menunjukkan hubungan mereka.
“Ini Rara,” kata Arga kepada manajer HR dengan nada datar. “Dia kandidat untuk posisi yang kita butuhkan. Pastikan semua proses seleksi dilakukan sesuai prosedur.”
Manajer HR mengangguk, dan Rara segera dibawa ke ruang wawancara. Dari kejauhan, Arga mengawasinya sebentar sebelum kembali ke ruangannya, masih teringat akan sosok cerah Rara yang tanpa sengaja membawa kehangatan kecil di tengah hari-harinya yang dingin.
Rara diterima bekerja di posisi asisten manajer pemasaran.
Posisi ini dipilih karena kepribadian Rara yang ceria dan komunikatif dinilai cocok untuk mendukung tim pemasaran. Meski awalnya ia merasa ragu karena tidak memiliki banyak pengalaman, wawancara yang berlangsung lancar meyakinkan tim HR bahwa ia memiliki potensi besar.
Saat pengumuman diterima, Rara tersenyum lebar. Ia merasa ini adalah langkah baru untuk membangun dirinya. Di sisi lain, Arga diam-diam memantau perkembangan Rara dari kejauhan, memastikan bahwa posisinya sesuai dengan kemampuan dan kenyamanannya.
Saat Rara resmi diterima bekerja, Arga kembali ke ruangannya seperti biasa. Namun, asisten sekaligus sahabatnya, Nanda tidak melewatkan perubahan kecil pada sikap Arga. nanda, yang sudah bertahun-tahun bekerja di sisi Arga, mengenali setiap gerak-gerik pria itu dengan baik.
saat Nanda memperhatikan sikap Arga terhadap Rara, ia segera menangkap perubahan tersebut. Dengan senyum nakal, Nanda mulai menggoda Arga.
"Bos," kata Nanda sambil duduk di meja Arga, "apa yang terjadi dengan kamu? Ini pertama kalinya aku lihat kamu sepeduli ini sama seseorang."
Arga menatapnya dengan tajam, berusaha menjaga sikap dinginnya. "Apa maksudmu?"
Nanda tertawa ringan. "Jelas, kamu lagi jatuh cinta, kan?"
Arga hanya mendengus dan kembali menatap layar komputernya, mencoba mengabaikan Nanda. Tapi Nanda tidak berhenti menggodanya. "Kamu itu mulai kelihatan lebih lembut kalau ada dia di sekitar, Arga. Ini lucu banget."
Arga tidak menjawab, namun Nanda bisa melihat perubahan kecil pada ekspresi Arga. Tentu saja, Nanda sudah terbiasa dengan sikap Arga yang selalu terjaga, dan ini adalah pertama kalinya Arga tampak sedikit terpengaruh oleh seseorang.
"Pokoknya, kalau kamu butuh bantuan, bilang aja," kata Nanda sambil tersenyum. "Aku bisa bantu ngatur semuanya."
Arga tetap diam, tapi dalam hati, ia tahu Nanda sudah membaca semua perubahan kecil dalam sikapnya.