NovelToon NovelToon
Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Kucari Kebahagiaan Di Antara Luka

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Cinta Terlarang / Cerai / Keluarga / Tukar Pasangan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Elfira Puspita

Karin, Sabrina, dan Widuri. Tiga perempuan yang berusaha mencari kebahagiaan dalam kisah percintaannya.
Dan tak disangka kisah mereka saling berkaitan dan bersenggolan. Membuat hubungan yang baik menjadi buruk, dan yang buruk menjadi baik.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elfira Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16. Memecah Rindu

Sabrina merasa sakit hati mendengar jawaban Tara. Sabrina tak tahu apakah Tara bermaksud sungguh-sungguh, atau punya maksud lain akan perkataannya itu.

Sabrina tak bisa lagi membalas ucapan Tara. Dia memilih diam sambil menahan air mata yang akan jatuh. "Apa yang akan dipikirkan Tara jika melihatku menangis? Dia yang tersakiti tapi malah aku yang menangis?" batin Sabrina.

Namun, tatapan Tara pada Sabrina membuat pertahanan Sabrina pun runtuh. Air matanya mulai menitik sedikit demi sedikit melalui ujung mataku.

"Kamu kenapa menangis?" Tanya Tara, suaranya begitu dingin dan terasa menusuk hati Sabrina.

"Apa kamu menyesal? Apa sebenarnya kamu tak bahagia dengan suamimu yang kaya itu?"

Sabrina terdiam menunduk. Dia tentu saja bahagia memiliki suami sebaik Pak Wijaya. Hanya saja dia akui hatinya tak sepenuhnya pada Pak Wijaya. Setengah perasaannya masih tertinggal di orang yang lama.

"A-aku ...." Sabrina tergagap dengan air mata yang semakin berjatuhan. Sepenggal memori masa lalu, dan masalah yang dia hadapi saat ini berputar-putar di kepalanya.

Sabrina hendak bicara, tapi tiba-tiba Tara menyimpan sehelai sapu tangan di hadapannya sambil berbisik. "Ada Karin ... jangan membuat dia curiga."

Sabrina mengerti akan ucapan Tara. Dia segera menyeka air matanya, dan bersikap sewajarnya.

"Maaf ya lama." Suara Karin terdengar di belakang Sabrina.

Sabrina menyeka matanya sekali lagi, memastikan tak ada jejak air mata yang tertinggal.

Karin melewati Sabrina, lalu entah kenapa tiba-tiba dia oleng ke arah depan begitu saja. Tara pun refleks berdiri dari kursinya, dan menangkap Karin ke dalam pelukannya.

Keduanya terdiam dan saling memandang dalam waktu lama, begitu terlihat bagaikan adegan film romantis di mata Sabrina.

"Kamu enggak apa-apa sayang?" Tara bahkan terlihat begitu khawatir.

Karin menggeleng. "Aku enggak apa-apa ... aku hanya kaget."

"Kok bisa jatuh sih?"

Karin melihat ke arah sepatunya. "Ya ampun, hak sepatuku sepertinya lepas Mas."

Tara langsung berjongkok, dia melepas sepatu yang rusak itu dari kaki Karin, lalu mengamati pergelangan kaki Karin.

"Ini sakit enggak?" tanya Tara sambil memijat lembut pergelangan kaki Karin.

"Enggak sakit kok Mas."

Tara menghela nafas lega. "Syukurlah kaki kamu enggak apa-apa."

Tara lalu memapah Karin ke kursinya dengan penuh perhatian. Hal itu membuat hati Sabrina semakin terasa sakit dan panas, dan dia tak suka melihatnya.

"Sepatunya jangan dipakai lagi ya. Nanti Mas belikan yang baru." Tara mengingatkan Karin.

"Eh, enggak usah Mas. Ini masih bisa diperbaiki kok, tinggal di lem lagi aja."

"Jangan menolak Karin. Lebih baik kamu beli yang baru. Bahaya kalau sewaktu-waktu haknya rusak lagi."

"Aku enggak mau kamu terluka," tambah Tara sambil mengelus tangan Karin.

Karin pun mengangguk. "Ya udahlah kalau menurut Mas bagusnya begitu. Aku nurut deh."

Keduanya saling melempar senyum, dan Sabrina memilih memalingkan perhatiannya ke layar ponsel. Dia pura-pura sibuk akan sesuatu, padahal dia sedang melihat-lihat hal yang tak penting.

Sabrina sedikit mencuri pandang ke arah keduanya. Tak dia duga Tara juga sedang mencuri lirik ke arahnya secara sekilas. Mata Tara melirik pada Sabrina dengan tajam, dan bibirnya sedikit tersenyum sinis. Lalu seolah sengaja, Tara semakin memperlihatkan kemesraannya dengan Karin. Dia membelai-belai rambut Karin, lalu merangkul Karin sambil memperlihatkan sesuatu di ponselnya.

Merasa jengkel, Sabrina pun meminum air di hadapannya hingga tak tersisa. Dia benar-benar merasa tak nyaman dan ingin pergi. Namun, jika melakukan itu, dia takut Karin tersinggung dan curiga.

Untunglah tak lama makanan yang mereka pesan datang. Sabrina menyantapnya dengan cepat agar bisa segera mengakhiri makan malam yang baginya sangat menyebalkan.

....

"Rin, sepertinya aku enggak bisa lama-lama di sini," ucap Sabrina setelah beberapa saat terlibat obrolan kedua sejoli yang tengah kasmaran.

Sabrina pura-pura melihat pesan di layar ponsel. "Suamiku ternyata meetingnya udah beres, dan udah mau sampai rumah."

"Ah, iya kita berdua juga udah selesai kok Mbak makannya," ucap Karin.

"Eh, kalian enggak apa-apa kalau masih mau nyantai-nyantai dulu di sini. Jangan buru-buru." Sabrina sengaja berkata demikian agar bisa keluar restoran sendirian.

"Enggak Mbak, ini juga udah hampir malam banget, jadi kita mau pulang." Karin menatap Tara.

"Baiklah," ucap Sabrina lalu mengeluarkan dompet, untuk membayar makanan bagiannya, tapi tiba-tiba Tara menahannya.

Tangannya menyentuh tangan Sabrina. "Saya yang traktir anda hari ini."

Karin yang tengah sibuk mengamati sepatunya tak melihat hal itu. Sementara tubuh Sabrina terasa kaku saat Tara memegang tangannya. Sabrina merasa seolah tersengat sesuatu. Sengatan yang sudah lama tak dia rasakan.

Tara menatap Sabrina, lalu langsung menghempaskan tangan Sabrina saat Karin mengangkat wajahnya.

.....

Setelah membayar ketiganya berjalan bersama ke luar restoran, dan menuju area parkir. Tara dengan begitu gentlenya menggendong Karin di punggungnya.

"Mas, turunin aku. Aku bisa kok jalan nyeker," ucap Karin dengan wajah yang bersemu-semu merah.

"Diamlah Karin, Mas enggak akan biarin kamu jalan nyeker. Kalau ada benda yang bahaya di jalan kan gawat," ucap Tara.

Sabrina yang berjalan disamping, memperhatikan keduanya. Dia melihat Tara begitu sayang dan memperhatikan Karin. Namun, dia merasa tak percaya kalau Tara benar-benar mencintai Karin. Setahunya dulu Tara bukan orang yang mudah jatuh cinta. Tidak mungkin sekarang dia sudah berubah.

Sabrina menghela nafas lagi, dia tampak tak suka melihat semua kedekatan Tara dengan Karin. "Kenapa harus Karin di antara banyaknya perempuan di dunia ini?" batinnya tak suka dan tak rela.

Disaat Sabrina larut dalam perasaannya yang kacau. Karin, tiba-tiba melihat ke arahnya. Karin tampak memperhatikan sesuatu.

"Kenapa Rin? Apa ada yang aneh sama aku?" Sabrina takut Karin akan sadar akan rasa cemburunya.

"Mbak, kayaknya antingmu jatuh deh." Karin menunjuk telinga Sabrina.

Sabrina menghentikan langkahnya, lalu meraba kedua telinganya. Benar saja bandul mutiara di antingnya hilang sebelah.

"Ya ampun, iya enggak ada. Sejak kapan ya enggak ada?" Sabrina mencoba tenang dan mengingat.

"Tadi pas kita makan masih ada kok Mbak. Apa jangan-jangan jatuh pas Mbak ngambil barang-barang di lantai," ucap Karin.

Sabrina teringat saat tadi Tara menghempaskan tangannya. Tasnya terjatuh, dan isinya sempat berhamburan. Bisa saja saat memunguti barang antingnya terjatuh.

"Aku balik dulu ke restoran ya, kalian pulang aja duluan," ucap Sabrina sambil berbalik cepat.

Sabrina kembali ke dalam restoran, dan meminta ijin kepada pelayan disana untuk mencari bandul miliknya. Dia menyusuri sekitar tempatnya duduk. Sabrina harus menemukan bandul itu. Karena itu adalah mutiara asli yang diberikan oleh Pak Wijaya di hari ulang tahun pernikahan yang ke-5.

Disaat Sabrina sibuk mencari, tiba-tiba terlihat sesosok yang tak asing ikut berjongkok di dekatnya.

"Tara, kamu ngapain disini?" tanya Sabrina heran.

"Jika kamu mencari sendiri. Bisa-bisa sampai tutup restoran pun bandul itu takan ketemu," sahut Tara.

"Kamu itu tak pernah teliti dalam mencari sesuatu Sabrina," tambahnya sambil menatap Sabrina.

"Tidak usah sok paham tentangku. Lebih baik kamu kembali saja ke tempat Karin. Tidak usah membantuku!" Sabrina kesal dengan sikap Tara.

"Tidak usah marah seperti itu, aku hanya mau membantu kamu saja." Tara tertawa dengan nada dingin.

"Aku sadar diri tentang posisiku, dan aku takan melewati batas," tambahnya.

Merasa tak nyaman, Sabrina pun berdiri dengan cepat. "Sudahlah, enggak usah dicari lagi bandulnya. Aku bisa kok beli lagi yang baru."

Sabrina memutuskan pergi dari tempat itu, tapi baru juga dia sampai lorong restoran terdengar Tara memanggil namanya.

"Sabrina!"

Sabrina tak menoleh, dan mempercepat langkahnya. Namun, tak diduga Tara berlari menyusulnya , dan tetiba menahan tangannya

Di lorong yang sepi, yang hanya dikeliling oleh dinding kayu. Tara menahan tangan Sabrina, lalu menggenggamnya dengan erat.

"Apa-apaan sih kamu? Lepasin tangan aku! Aku enggak mau ada yang salah paham!" ucap Sabrina setengah berteriak.

Tara tersenyum smirk. "Enggak usah kepedean. Aku cuma mau ngasih ini sama kamu."

Tara mengulurkan bandul mutiara milik Sabrina. Ternyata sama seperti dahulu, Tara selalu berhasil menemukan barang Sabrina yang hilang.

"Kamu masih sama ternyata. Tak pernah teliti jika mencari sesuatu," ucap Tara.

Sabrina mendesah keras sambil menarik tangannya dari genggaman Tara. "Cukup! Jangan pernah ungkit masa lalu, dan bersikap mengenalku. Aku enggak nyaman dengan semua itu!"

"Kamu merasa tak nyaman, atau merasa sangat bersalah padaku?" tanya Tara.

"Orang yang merasa bersalah biasanya bersikap seperti ini."

"Cukup ya Tara! Jangan pernah bahas apapun soal masa lalu!" teriak Sabrina. Dia tak kuat lagi menahan segala perasaannya yang berkecamuk.

"Kenapa sih kamu harus muncul lagi di hadapanku?" tanya Sabrina, terisak begitu frustasi.

Tara menggeleng dengan wajah tersenyum sinis, yang penuh kebencian. "Enggak usah terlalu percaya diri. Aku pun sebenarnya enggak ingin melihat kamu lagi."

"Kamu itu sudah enggak berarti apapun bagiku!" ucapnya sambil melewati Sabrina.

"Tunggu!"

Entah apa yang merasuki Sabrina, tiba-tiba dia menahan langkah Tara. Sabrina berdiri di hadapan Tara sambil memegang kerah jas yang dikenakan oleh Tara.

"Apa benar aku sudah enggak berarti? Apa kamu benar-benar sudah melupakan aku?" tanya Sabrina mulai berkaca-kaca.

Tara menatap Sabrina dengan raut wajah yang berbeda. Raut wajah yang tak bisa diartikan.

Tatapan Tara membuat hati Sabrina bergemuruh. Sabrina tak kuat, dan tanpa berpikir panjang, dengan berani dia mencium bibir laki-laki di hadapannya itu.

Tara mematung, dan ternyata dia tak menolak. Dia malah membalas apa yang Sabrina lakukan dengan lembut, dan mendekap pinggang Sabrina dengan erat.

Sabrina pun mengalungkan tangannya di leher Tara. Keduanya berpagutan mesra di lorong yang sepi, memecahkan rasa rindu yang terpendam lama. Hingga tiba-tiba ....

Prang ...! suara sesuatu yang terjatuh dan pecah.

1
Star Sky
mampir kak
Elfira Puspita
Jangan lupa tinggalkan komentar dan like ya, biar aku semangat updatenya /Determined//Kiss/
Abi Nawa
orang tua penyakitan merepotkan anak aja bagi i ni yg bikin anak ga bs jujur dg keadaan
Elfira Puspita: makasih udah mampir /Smile//Cry/ boleh cek karyaku yang lain ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!