Luna harus menerima kenyataan pahit saat mengetahui jika suaminya yang baru saja menikahinya memiliki hubungan rahasia dengan adiknya sendiri.
Semuanya bermula saat Luna yang memiliki firasat buruk di balik hubungan kakak beradik suaminya (Benny dan Ningrum) yang terlihat seperti bukan selayaknya saudara, melainkan seperti sepasang kekasih.
Terjebak dalam hubungan cinta segitiga membuat Luna pada akhirnya harus memilih pada dua pilihan, bertahan dengan rumahtangganya yang sudah ternodai atau memilih menyerah meski perasaannya enggan untuk melepas sang suami..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy2R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
(TERBONGKAR 2)
Keduanya duduk di kursi rotan yang berada di teras rumah. Mereka berdua tengah membahas perihal pesan WhatsApp yang ditunjukkan Luna tadi.
"Ini bukan nomorku, Lun, lihatlah.." ucap Benny sembari menunjukkan nomor WhatsApp yang disimpan Luna dengan namanya.
"Lalu nomornya siapa? Setan?" ketus Luna.
Benny menghela nafasnya, "Kamu dapat nomor ini dari mana sih?" tanyanya dengan nada lembut.
Luna lalu menjelaskan, "Beberapa hari yang lalu tiba-tiba saja nomormu tak bisa ku hubungi dan tiba-tiba tadi pagi itu nomor mengirimiku pesan yang mengatakan kalau si pengirim adalah kamu,"
Benny menggeleng cepat, "Aku tak pernah mengganti nomorku, Luna." Benny mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jasnya, ia lalu memperlihatkan nomor WhatsApp-nya kepada Luna yang masih aktif hingga saat ini. "Lihatlah, ini nomor WhatsAppku. Aku tak pernah menggantinya sama sekali," ucapnya lagi.
Luna merebut ponsel itu dari genggaman Benny. Penasaran, ia pun langsung menelusuri aplikasi WhatsApp milik suaminya itu.
"Nomor siapa ini?" gumam Luna, penasaran.
Sebuah nomor asing yang diberi nama Luna oleh Benny mencuri perhatian wanita cantik itu. Luna membuka dan membaca semua pesan yang bernamakan dirinya mulai dari pesan terlama hingga ke pesan terbaru.
"Kamu sendiri dapat nomor ini dari mana, Mas?" tanya Luna setelahnya.
Benny ikut melihat pesan yang sedang dibaca Luna. "Itu kan nomormu, Lun. Tuh lihat ada namanya," jawabnya.
Luna menghembuskan nafasnya kasar, "Ini jelas-jelas bukan nomorku, Mas. Aku tak pernah mengganti nomorku," ucapnya kesal.
Benny terlihat bingung. Ia meminta kembali ponselnya dari tangan Luna.
"Kenapa aku jadi bingung begini sih?" gumamnya sembari menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Kalau ini bukan nomormu, lalu nomor siapa dong?" tanyanya dengan ekspresi bingung.
"Telepon saja nomor itu dan tunggu sampai pemiliknya menerima teleponmu," ujar Luna.
"Aku sudah sering melakukannya, Lun, tapi tak pernah ada tanggapan darimu, eh dari si pemilik nomor ini," ucap Benny.
Luna menatap sinis kepada Benny, ada perasaan ragu dalam hatinya yang membuatnya tak bisa mempercayai ucapan Benny.
"Bilang saja kalau itu nomor kekasihmu yang lain, makanya kamu tak berani menghubunginya di depanku," cetus Luna.
"Astaga, Lun.."
Tak ingin menambah masalah, Benny pun akhirnya memilih untuk menuruti saja perkataan Luna.
Benny menghubungi nomor yang dikiranya adalah nomor asli Luna. Ia menunggu sampai si pemilik nomor mengangkat teleponnya. Namun sayangnya, hal itu tak pernah terjadi.
"Kan, apa ku bilang? Pemilik nomor ini tak pernah mau mengangkat telponku," kata Benny.
Tling..
Di saat yang tepat, masuk sebuah pesan dari si pemilik nomor yang baru saja dihubungi Benny.
[Aku sedang tak ingin diganggu olehmu, Mas. Aku juga tak mau lagi berbicara denganmu. Aku benci kamu!]
Begitu pesan yang dikirim oleh si pemilik nomor.
Benny dan Luna saling berpandangan, keduanya melongo usai membaca pesan tersebut.
"Siapa yang mengirim pesan ini?" tanya Benny.
Luna mengedikkan bahu, "Manalah aku tahu. Setan mungkin," celetuknya.
Benny yang tak ingin memperpanjang masalah, memutuskan untuk memblokir nomor tersebut. Setelahnya, ia menghapus pesan serta nomor tersebut dari penyimpanan kontak di ponselnya.
"Kenapa dihapus?" tanya Luna.
"Bukan hal yang penting untuk tetap disimpan," jawab Benny. "Hapus juga nomor asing yang mengatasnamakan aku, blokir nomornya, Lun, agar dia tak bisa lagi menghubungimu," lanjutnya.
Luna menurut begitu saja, meskipun sebenarnya ia penasaran dengan siapa pemilik nomor tersebut.
Tanpa Luna tahu, diam-diam Benny menelusuri pengaturan daftar pemblokirannya dan betapa terkejutnya ia saat mendapati nomor asli Luna berada di daftar tersebut.
"Aku yakin ini pasti ulah si Ningrum." batinnya.
Cepat-cepat Benny menghapus nomor Luna dari daftar blokiran dan menyimpannya kembali.
"Apa Ningrum tahu kode keamanan hapemu, Mas?" tanya Luna tiba-tiba.
Benny tampak terkejut mendengar pertanyaan Luna, "Dia.. ah.. entah, Lun, sepertinya tidak," jawabnya gugup.
"Kamu pasti bohong! Inilah yang tak aku sukai darimu, Mas. Kamu selalu saja berbohong demi membela adik kesayanganmu itu," ucap Luna tak senang.
"Maafkan aku, Luna, aku bukannya berniat membela Ningrum, aku cuma tak ingin saja kamu dan Ningrum semakin bermusuhan kalau kamu mengetahui yang sebenarnya," ujar Benny.
"Aku malas mendengar alasanmu itu." Luna bangkit dari duduknya. Saat ia hampir melangkah pergi, tangan Benny dengan cepat menggenggam lengannya. "Lepasin!" bentaknya sembari menepis kasar tangan Benny.
"Duduklah dulu. Ayok kita selesaikan semua masalah kita ini dengan kepala dingin, Luna," pinta Benny.
"Pembuat masalah di hubungan kita itu adikmu, Mas! Selama kamu terus membelanya, tak akan mungkin masalah kita bisa selesai,"
"Iya iya, mulai sekarang aku berjanji tak akan membela Ningrum lagi. Akan ku usahakan selalu jujur padamu mengenai hal apapun itu," ucap Benny, bersungguh-sungguh.
"Sumpah kamu akan menepatinya?" tantang Luna.
Tanpa ragu, Benny langsung menganggukkan kepalanya, "Sumpah demi apapun," ucapnya.
"Ku pegang kata-katamu ya, Mas." Hati Luna akhirnya luluh, ia pun kembali memberikan kepercayaannya kepada Benny.
"Iya, Luna." balas Benny sembari tersenyum.
Luna kembali mendudukkan pantatnya di kursi. Kali ini, pandangannya sudah berubah kepada Benny, begitu juga dengan nada bicaranya.
"Aku ingin tinggal jauh dari rumah papamu, Mas. Aku tak mau kamu ajak tinggal bersama keluargamu lagi. Aku tak suka dengan keberadaan Ningrum, dia itu duri dalam pernikahan kita," tegas Luna.
"Inginku juga begitu, Luna." timpal Benny.
Benny menjanjikan sebuah rumah yang letaknya tak terlalu jauh dari tempatnya bekerja. Benny mengatakan jika di kompleks perumahan yang dipilihnya, keamaannya bisa dibilang cukup baik. Dan lagi perumahan itu dekat dengan pusat perbelanjaan sehingga bisa memudahkan Luna jika ingin berbelanja kebutuhan rumah atau apapun itu.
"Kapan kita ke sananya?" tanya Luna penuh antusias.
"Kamu maunya kapan? Sekarang, nanti atau besok?" tanya Benny balik.
Dengan penuh semangat, Luna menjawab, "Sekarang saja yuk, Mas, aku penasaran ingin melihat-lihat bagaimana bentuk kompleks perumahan yang kamu maksudkan,"
Benny tersenyum lega, akhirnya ia bisa kembali meluluhan hati Luna. "Kalau begitu, cepatlah ganti pakaianmu dan kita berangkat ke sana," titahnya.
"Oke." angguk Luna.
Benny terkekeh melihat istrinya itu yang berlari masuk ke dalam rumah sambil menggoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan persis seorang anak kecil yang senang ketika hendak diajak bepergian oleh kedua orangtuanya.
"Bahagiamu adalah bahagiaku juga, Luna." gumam Benny seorang diri.
Usai sosok Luna tak terlihat lagi oleh pandangannya, Benny pun kembali menghadap ke depan.
Tling. Tling..
Notifikasi pesan masuk dari ponselnya membuat Benny yang sedang asik melamun kembali tersadar. Ponsel yang sedari tadi diletakkannya di atas meja, diambilnya kembali.
Benny menyalakan ponselnya dan membuka aplikasi WhatsApp-nya untuk melihat siapa yang mengiriminya pesan.
"Ah, malas sekali berurusan denganmu." gumam Benny seraya menghapus pesan yang baru dibacanya itu.
_