Alika tidak pernah menyangka kehidupannya akan kembali dihadapkan pada dilema yang begitu menyakitkan. Dalam satu malam penuh emosi, Arlan, yang selama ini menjadi tempatnya bersandar, mabuk berat dan terlibat one night stand dengannya.
Terry yang sejak lama mengejar Arlan, memaksa Alika untuk menutup rapat kejadian itu. Terry menekankan, Alika berasal dari kalangan bawah, tak pantas bersanding dengan Arlan, apalagi sejak awal ibu Arlan tidak menyukai Alika.
Pengalaman pahit Alika menikah tanpa restu keluarga di masa lalu membuatnya memilih diam dan memendam rahasia itu sendirian. Ketika Arlan terbangun dari mabuknya, Terry dengan liciknya mengklaim bahwa ia yang tidur dengan Arlan, menciptakan kebohongan yang membuat Alika semakin terpojok.
Di tengah dilema itu, Alika dihadapkan pada dua pilihan sulit: tetap berada di sisi Adriel sebagai ibu asuhnya tanpa mengungkapkan kebenaran, atau mengungkapkan segalanya dengan risiko kehilangan semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Penuh Pertanyaan
Warung kecil di tepi jalan desa itu ramai dengan beberapa pelanggan yang sedang duduk menikmati kopi dan makanan ringan. Namun, obrolan mereka perlahan mereda saat melihat mobil mewah yang berhenti di depan warung.
Arya langsung membuka pintu. "Biar Bapak saja yang beli air mineral," katanya, lalu turun dari mobil.
Mata mereka yang ada di warung semakin membesar ketika melihat siapa yang turun dari mobil itu.
Arya, pria yang dulu mereka kenal hidup sederhana, kini tampil dengan penampilan yang jauh lebih rapi dan berwibawa.
Namun, baru saja Arya masuk ke dalam warung, mata Adriel langsung berbinar melihat jajaran kue yang dipajang di etalase. Ia menunjuk ke arah kue-kue itu dengan antusias, lalu menarik tangan Alika.
"Mama, mau kue itu!" rengeknya sambil terus menarik-narik tangan ibunya.
Alika tersenyum pasrah. "Baiklah, kita beli kue dulu."
Ia pun membuka pintu mobil dan turun sambil menggandeng tangan Adriel. Saat itulah perhatian warga yang sedang berada di warung beralih ke mereka.
Alika terlihat begitu berbeda. Jika dulu mereka mengenalnya sebagai gadis desa yang cantik dan polos, kini ia tampil jauh lebih cantik, anggun, dan elegan. Pakaiannya rapi dan berkelas, rambutnya tertata sempurna, wajahnya bersih dan bersinar seperti artis yang sering mereka lihat di televisi.
Namun yang paling membuat mereka penasaran adalah anak kecil yang digandeng Alika. Bocah lelaki berusia sekitar dua tahun itu gembul, lucu, dan tampan. Sejenak, mereka bertanya-tanya, apakah anak itu putra Alika dengan Rudy, mantan suaminya?
Tapi ketika mereka mengamati wajah bocah itu lebih teliti, mereka mulai ragu. Wajah anak itu sama sekali tidak mirip dengan Rudy.
Bisik-bisik mulai terdengar di antara warga.
"Itu Alika, 'kan?" bisik seorang ibu setengah baya.
"Iya, tapi lihat penampilannya sekarang. Cantik banget!" sahut yang lain.
Meski merasakan tatapan penuh rasa ingin tahu dari warga, Arya dan Alika tetap menyapa mereka dengan ramah, seperti dulu. Alika tersenyum lembut kepada para ibu yang dulu sering mengobrol dengannya di pasar, sementara Arya dengan santai berbicara dengan pemilik warung.
Namun, jelas sekali bahwa mereka semua terkesan dengan perubahan Alika. Dan rasa penasaran tentang anak kecil yang bersamanya pun semakin besar.
Warga desa tak menyadari bahwa di dalam mobil yang terparkir tak jauh dari warung, Arlan duduk diam bersama sopirnya. Dari balik kaca mobil yang tertutup, matanya mengamati dengan saksama bagaimana Alika dan Arya berinteraksi dengan warga.
Ia melihat cara Alika tersenyum, bagaimana ia menyapa dengan ramah meskipun jelas ada tatapan penasaran dan bisik-bisik dari beberapa orang. Arlan memperhatikan ekspresi wajah Arya, bagaimana pria itu tetap tenang meskipun mungkin ada kenangan pahit yang kembali terlintas di benaknya.
Arlan tidak turun dari mobil. Ia memilih mengamati dari kejauhan, memerhatikan setiap gerak-gerik Alika seolah sedang mencoba memahami lebih dalam sisi kehidupan wanita yang kini menjadi bagian penting dalam hidupnya.
Setelah Arya dan Alika kembali melanjutkan perjalanan, warga yang berkumpul di warung masih belum berhenti membicarakan kedatangan mereka.
"Wah, mobilnya mewah sekali! Apa Alika sudah jadi orang sukses di kota?" ujar seorang wanita paruh baya sambil melirik ke arah jalan tempat mobil itu menghilang.
"Dengar-dengar, dia buka rumah makan di kota," sahut yang lain, seorang ibu yang sedang sibuk menggendong anaknya.
"Rumah makan? Kok bisa sampai sekaya itu?" seorang pria tua menimpali, suaranya penuh rasa ingin tahu.
"Siapa tahu dia punya suami kaya," celetuk seorang pemuda sambil terkekeh.
"Tapi tadi dia datang sama Arya, bapaknya," gumam wanita pertama, matanya menyipit curiga. "Jadi, suaminya nggak ikut?"
"Eh, tapi anak kecil yang tadi itu... apa dia anaknya Alika dengan Rudy?" tanya seorang ibu yang sejak tadi memerhatikan.
"Hmm, kalau dihitung-hitung usianya pas, tapi kok wajahnya nggak mirip Rudy, ya?" seorang lelaki tua ikut bersuara, kepalanya mengangguk-angguk seolah tengah menyusun teori di kepalanya.
Perbincangan semakin ramai. Beberapa warga mulai menebak-nebak kehidupan Alika di kota, apakah benar ia sudah sukses, siapa ayah dari anak kecil itu, dan apakah ia benar-benar bahagia setelah meninggalkan desa mereka.
***
Kakak perempuan Rudy pulang dengan langkah terburu-buru, wajahnya penuh antusias saat langsung menemui ibunya.
"Bu! Mantan istri Rudy pulang kampung!" serunya.
Minah, ibu Rudy, hanya diam. Tatapannya menerawang, dalam hati bertanya-tanya apa yang membawa Alika kembali ke desa ini.
Melihat ibunya tak merespons, kakak Rudy kembali bersuara, suaranya dipenuhi rasa kagum yang tersirat. "Bu, Alika sekarang tambah cantik! Kayak artis di televisi. Dasar Rudy bodoh, punya istri muda dan secantik itu malah disia-siakan! Selingkuh sama ibu mertuanya sendiri! Sepertinya mata Rudy sudah rabun... atau jangan-jangan dia kena guna-guna Maya!"
Di dalam kamar, Rudy yang kebetulan mendengar semua perkataan kakaknya hanya bisa menghela napas panjang. "Aku memang bodoh..." batinnya pahit.
Dulu, ia begitu terbuai. Maya tahu bagaimana memanipulasinya, memberikan kepuasan di tempat-tempat yang tak biasa, keagresifannya, cara Maya menggodanya, semua membuatnya kehilangan akal sehat. Ia tak lagi mengenal batas dan norma, benar dan salah, tenggelam dalam dosa yang kini ia sesali.
Namun, seberapa dalam pun penyesalan itu, kenyataannya tetap tak bisa diubah. Kesalahan yang sudah terjadi tak akan pernah bisa dihapus ataupun diperbaiki.
***
Mobil Arlan melaju perlahan, menyesuaikan dengan jalan desa yang dipenuhi polisi tidur. Di dalam mobil, Adriel sibuk dengan kue yang baru saja dibelinya, wajah kecilnya tampak ceria saat duduk di antara Arlan dan Alika.
Namun, suasana berbeda bagi Arya dan Alika. Mereka sama-sama terdiam ketika mobil mereka melewati sebuah rumah yang kini bukan lagi milik mereka. Rumah itu, dulu tempat mereka bernaung, berbagi tawa, berbagi luka. Kini, rumah itu tampak berbeda, catnya sedikit pudar, tetapi bentuknya masih sama.
Alika menelan ludah, hatinya terasa berat. Ia masih bisa mengingat suara tawa masa kecilnya menggema di halaman rumah itu. Dulu, rumah ini adalah tempatnya berlindung, tempat di mana ia merasa dicintai tanpa syarat. Namun, rumah ini jugalah saksi bisu bagaimana keluarganya hancur, bagaimana ibunya mengkhianati mereka, bagaimana suaminya sendiri justru jatuh ke dalam pelukan ibunya.
Arya pun tak kalah tenggelam dalam pikirannya. Ia mengeratkan genggaman tangannya di pangkuan, menahan gelombang emosi yang datang. Kenangan pahit itu masih jelas dalam ingatannya, hari di mana ia menyaksikan pengkhianatan Maya dengan mata kepala sendiri, hari di mana ia harus menerima kenyataan bahwa keluarga yang ia bangun dengan pondasi rapuh akhirnya runtuh.
Tak ada yang bersuara, hanya tatapan yang mengandung banyak makna. Rumah itu semakin menjauh dari pandangan mereka, tetapi tidak dari ingatan mereka.
***
Maya duduk di depan jendela rumahnya, tatapannya kosong menatap ke luar, pikirannya entah melayang ke mana. Namun, matanya tiba-tiba mengernyit ketika melihat sebuah mobil mewah melaju di jalan desa yang sempit, melintas tepat di depan rumahnya. Mobil itu tampak asing, bukan milik warga desa yang ia kenal.
Rasa penasaran semakin menggelitik hatinya ketika mobil itu melambat, lalu berbelok memasuki halaman rumahnya. Jantung Maya berdegup lebih cepat. Siapa yang datang? Dan kenapa dengan mobil semewah itu?
Langkah kaki mendekat dari belakang. Tari, ibu Maya, muncul dari dalam rumah dan berdiri di sampingnya. Wanita tua itu ikut menatap ke luar dengan dahi berkerut. "Siapa yang datang?" tanyanya pelan, nada suaranya sarat dengan rasa ingin tahu sekaligus waspada.
Maya tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap mobil yang kini berhenti di halaman rumah mereka, napasnya sedikit tertahan. Perasaan tak menentu mulai menyelimuti hatinya, seolah firasat yang selama ini ia abaikan akhirnya datang mengetuk pintunya.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued
sungguh aku sangat-sangat terkesan.....
TOP MARKOTOP BUAT AUTHOR
semoga rejeki nya berlimpah.......
tetap semangat kak ...meski gak dapat reward yakinlah ada rezeki yang lain yang menggantikan .
sehat slalu dan rejeki lancar berkah barokah . aamiin 🤲
ditunggu karya selanjutnya kak Nana .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
di tunggu karya terbaru nya 🥰❤️❤️❤️❤️
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍