Seorang wanita muda, Luna, menikah kontrak dengan teman masa kecilnya, Kaid, untuk memenuhi permintaan orang tua. Namun, pernikahan kontrak itu berubah menjadi cinta sejati ketika Kaid mulai menunjukkan perasaan yang tidak terduga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. y, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tangan-Tangan tak Terlihat
Pagi itu, Luna terbangun lebih awal dari biasanya. Perasaan gelisah yang tak bisa ia jelaskan menyelimuti dirinya. Meski Kaid masih tertidur lelap di sebelahnya, Luna memutuskan untuk turun ke dapur dan menyiapkan kopi. Ia berharap rutinitas sederhana itu bisa sedikit mengurangi beban pikirannya.
Namun, saat ia membuka pintu depan untuk mengambil koran, ia menemukan amplop cokelat tanpa nama tergeletak di sana. Isinya membuat jantungnya berdegup kencang: foto-foto dirinya dan Kaid yang diambil secara diam-diam, termasuk beberapa momen pribadi di dalam rumah.
Luna segera kembali ke kamar dan membangunkan Kaid. “Kaid, ini sudah semakin gila. Mereka bahkan memotret kita di rumah!”
Kaid yang masih setengah mengantuk langsung terjaga ketika melihat isi amplop itu. Rahangnya mengeras. “Mereka ingin kita merasa takut. Ini permainan mereka untuk melemahkan kita.”
“Tapi bagaimana mereka bisa sampai ke sini tanpa kita sadari? Rumah ini seharusnya aman,” Luna bertanya dengan nada panik.
“Kita perlu meningkatkan keamanan,” jawab Kaid tegas. “Aku akan memanggil tim keamanan untuk memasang kamera tambahan di sekitar rumah.”
Hari itu juga, Kaid mengatur pertemuan dengan Adrian di rumah mereka. Ia menyerahkan foto-foto tersebut kepada penyelidik itu.
“Ini sudah menjadi serangan pribadi,” kata Kaid. “Aku ingin tahu siapa yang berada di balik ini dan seberapa jauh mereka akan pergi.”
Adrian memeriksa foto-foto itu dengan cermat. “Jelas ini bukan kerja amatir. Mereka tahu apa yang mereka lakukan. Tapi tingkah seperti ini biasanya hanya gertakan untuk melihat reaksi kalian. Jangan biarkan mereka melihat kalau ini memengaruhi kalian terlalu dalam.”
“Tapi apa yang harus kami lakukan sekarang?” tanya Luna.
“Biarkan aku bekerja,” kata Adrian. “Aku punya beberapa orang yang bisa membantu melacak sumber ancaman ini. Untuk sementara, pastikan kalian tidak melakukan sesuatu yang mencolok. Tetaplah tenang.”
Meski mencoba bersikap tenang, Luna tidak bisa menghilangkan rasa takutnya. Malam itu, ia memutuskan untuk menghubungi Karina.
“Karina, mereka semakin berani,” kata Luna dengan suara bergetar.
“Apa yang terjadi?” tanya Karina, terdengar khawatir.
Luna menceritakan tentang amplop yang ia temukan pagi itu. Di seberang telepon, Karina terdiam cukup lama sebelum akhirnya berbicara.
“Luna, aku benar-benar minta maaf. Aku tidak pernah bermaksud menyeretmu ke dalam semua ini.”
“Aku tahu,” jawab Luna. “Tapi kita harus menemukan cara untuk mengakhiri ini sebelum semuanya semakin buruk.”
“Aku akan mencoba mencari tahu lebih banyak dari sisi mereka,” kata Karina. “Tapi aku tidak bisa menjanjikan apa pun.”
“Karina, apa pun yang kamu lakukan, tolong berhati-hati,” pesan Luna.
Hari-hari berlalu, dan tekanan semakin besar. Kaid terus berusaha menjaga ketenangan di rumah, tetapi Luna tahu bahwa suaminya juga merasakan beban yang sama.
Suatu malam, ketika mereka sedang makan malam, ponsel Kaid berdering. Itu adalah Adrian.
“Aku punya kabar,” kata Adrian. “Orang-orang ini lebih besar dari yang kita kira. Mereka memiliki jaringan yang cukup luas, dan mereka tidak hanya menargetkan kalian. Tapi aku menemukan sesuatu yang menarik.”
“Apa itu?” tanya Kaid.
“Reza tampaknya memiliki dendam pribadi terhadap keluarga Kaid. Dia bukan hanya memanfaatkan Karina untuk keuntungan finansial. Ini juga soal balas dendam.”
“Balas dendam?” Kaid mengernyitkan dahi. “Kenapa?”
“Dari apa yang aku gali, ayahmu pernah memutuskan kerja sama bisnis dengan keluarganya beberapa tahun lalu. Itu menyebabkan keluarganya bangkrut. Reza mungkin melihat ini sebagai kesempatan untuk membalas.”
Luna terkejut mendengar itu. “Jadi semua ini ada hubungannya dengan masa lalu keluarga Kaid?”
“Kelihatannya begitu,” jawab Adrian. “Tapi aku masih butuh waktu untuk menggali lebih dalam.”
Informasi itu membuat segalanya menjadi lebih jelas sekaligus lebih rumit. Kaid merasa bersalah karena masa lalunya ikut menyeret Luna ke dalam situasi ini.
“Aku seharusnya bisa mencegah semua ini,” kata Kaid ketika mereka berbincang di ruang tamu malam itu.
“Kaid, ini bukan salahmu,” jawab Luna. “Kita tidak bisa mengubah masa lalu. Yang bisa kita lakukan adalah mencari cara untuk menghadapinya bersama.”
Kaid menatap Luna dengan rasa terima kasih. Ia tahu bahwa tanpa Luna, ia mungkin sudah kehilangan arah.
Sementara itu, Karina mulai memainkan perannya. Ia mendekati Reza dengan alasan ingin membantu, tetapi sebenarnya ia mencoba mendapatkan informasi penting.
Suatu malam, saat mereka sedang berbicara, Karina dengan hati-hati mencoba menggali lebih banyak.
“Reza, aku hanya ingin tahu, apa sebenarnya tujuanmu dengan semua ini?” tanyanya dengan nada lembut.
Reza tersenyum tipis. “Ini bukan hanya tentang uang, Karina. Ini tentang menunjukkan pada mereka bahwa mereka tidak bisa seenaknya menghancurkan hidup orang lain.”
“Tapi Kaid dan Luna tidak bersalah. Mereka bahkan tidak terlibat dalam keputusan ayah Kaid,” kata Karina.
“Tidak peduli,” jawab Reza. “Mereka tetap bagian dari keluarga itu. Dan aku akan memastikan mereka merasakan apa yang keluargaku rasakan.”
Karina mencoba menutupi rasa takutnya. Ia tahu bahwa Reza tidak akan berhenti sampai ia mendapatkan apa yang ia inginkan.
Keesokan harinya, Karina menghubungi Luna dan memberitahukan percakapannya dengan Reza.
“Dia benar-benar berniat menghancurkan kalian,” kata Karina. “Tapi aku akan mencoba mencari tahu lebih banyak.”
Luna merasa semakin khawatir. Ia tahu bahwa waktu mereka semakin sedikit untuk menyelesaikan masalah ini sebelum semuanya lepas kendali.
Di tengah tekanan yang terus meningkat, Luna dan Kaid memutuskan untuk menghadiri sebuah acara amal yang diselenggarakan oleh keluarga teman dekat mereka. Meski awalnya ragu, mereka merasa perlu menunjukkan kepada dunia bahwa mereka tidak gentar menghadapi ancaman tersebut.
Namun, di tengah acara, Luna melihat seseorang yang tidak asing. Di sudut ruangan, berdiri Reza, menatap mereka dengan senyum licik.
“Kaid,” bisik Luna, mencengkeram lengan suaminya. “Itu dia.”
Kaid mengikuti arah pandangan Luna dan melihat Reza. Mata mereka bertemu, dan seketika suasana menjadi tegang.
Reza hanya tersenyum sebelum berbalik dan menghilang di kerumunan.
“Aku harus mengejarnya,” kata Kaid, tetapi Luna menahannya.
“Jangan, Kaid. Ini bukan tempatnya.”
Kaid menatap Luna dengan penuh kebingungan, tetapi akhirnya ia mengangguk. Mereka tahu bahwa konfrontasi langsung di tempat itu hanya akan memperburuk keadaan.
Namun, satu hal kini menjadi jelas: Reza tidak lagi bersembunyi. Ia ingin mereka tahu bahwa ia ada di sana, mengawasi setiap langkah mereka.
Setelah acara berakhir, Luna dan Kaid kembali ke rumah dengan perasaan waspada yang semakin besar.