**"Siapa sangka perempuan yang begitu anggun, patuh, dan manis di depan Arga, sang suami, ternyata menyimpan sisi gelap yang tak pernah ia duga. Di balik senyumnya yang lembut, istrinya adalah sosok yang liar, licik, dan manipulatif. Arga, yang begitu percaya dan mencintainya, perlahan mulai membuka tabir rahasia sang istri.
Akankah Arga bertahan ketika semua topeng itu jatuh? Ataukah ia akan menghancurkan rumah tangganya sendiri demi mencari kebenaran?"**
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
masih mencoba
Tetapi masih ada banyak pertanyaan yang belum terjawab. Dalam hati, Mentari tahu bahwa meskipun ia sudah berbicara dengan jujur, proses untuk membersihkan namanya tidak akan mudah. Ibu Mentari terlihat bingung dan masih terombang-ambing antara dua sisi cerita yang bertentangan. Meskipun ada sedikit harapan, keraguan tetap menghantui ibunya.
Sesampainya di dalam rumah, ibu Mentari duduk di kursi sambil menyandarkan kepala ke tangan, terlihat lelah dan tertekan. "Aku tidak tahu harus percaya pada siapa, Mentari... Kau tahu aku sangat menyayangimu, tapi ketika Alya datang dengan cerita seperti itu, aku juga bingung."
Mentari duduk di depan ibunya, berusaha menenangkan. "Ibu, aku mengerti kalau ini semua sulit, tapi aku tidak pernah berniat jahat. Aku hanya ingin menjaga keluarga kita, dan aku tidak ingin melihat semuanya hancur karena kebohongan."
Arga yang berdiri di samping Mentari menambahkan, "Saya di sini bukan untuk memihak siapa pun, Bu. Saya hanya ingin memastikan kebenaran terungkap. Alya... dia sudah merancang semuanya untuk memanipulasi situasi. Kami tidak bisa membiarkan kebohongan ini merusak hubungan yang sudah lama terjalin."
Ibu Mentari terdiam, matanya menatap Arga, lalu kembali ke arah Mentari. "Tapi, Alya selalu baik padaku, dia tidak mungkin berbohong begitu saja. Apa yang harus aku percayai sekarang?"
Mentari merasakan beban di dada semakin berat. Ia tahu bahwa hanya dengan waktu dan bukti yang jelas, ibunya akan bisa melihat kebenaran. Namun, ia juga tahu bahwa itu tidak akan mudah. Alya telah menanamkan keraguan yang begitu dalam di hati ibunya, dan itu akan mempengaruhi segalanya.
"Aku tidak tahu bagaimana harus meyakinkan ibu," ucap Mentari, suaranya lirih. "Tapi aku akan berusaha sebaik mungkin untuk menunjukkan bahwa aku tidak bersalah."
Arga tahu bahwa untuk mengakhiri kebingungan yang terus berlarut-larut, ia harus jujur dan mengungkapkan segala sesuatunya, meskipun itu sangat berat. Ia memandang ibunda Mentari dengan penuh penyesalan, kemudian beralih ke Mentari yang tampak terisak di sampingnya. Arga menarik napas panjang dan mulai menjelaskan dengan perlahan, berharap agar setiap kata yang keluar bisa membantu mengurai kekusutan ini.
"Ibu...," Arga memulai, suara lembut namun tegas. "Semuanya berawal dari ketika saya menemukan bahwa Alya berselingkuh. Saya tidak tahu harus berbuat apa pada saat itu, dan karena saya merasa bersalah dan bingung, saya meminta tolong pada Mentari untuk menggoda selingkuhan Alya, hanya untuk membuka mata Alya tentang apa yang terjadi."
Ibu Mentari menatap Arga dengan tatapan bingung dan marah. "Jadi, itu benar? Kau meminta anakku untuk menggoda orang lain? Kenapa tidak memberitahu saya semuanya sejak awal, Arga?"
Arga merunduk, merasa bersalah. "Saya tahu ini salah, Bu. Saya sangat menyesal. Saya tidak berpikir jernih pada waktu itu. Saya hanya merasa Alya tidak pantas diperlakukan seperti itu. Namun, setelah saya meminta Mentari untuk melakukan hal itu, semuanya menjadi kacau. Alya menjadi curiga dan berpikir Mentari yang berbuat hal-hal itu. Dia tidak menerima kenyataan bahwa dia telah berselingkuh, dan malah menuduh Mentari telah merebut saya darinya."
Suasana di ruangan itu semakin tegang, dan Ibu Mentari tampak semakin bingung dan kesal. "Jadi, semua ini karena kalian berdua berbuat bodoh? Karena kalian ingin membalas dendam kepada Alya, aku yang harus menanggung akibatnya? Aku dipermalukan, bahkan aku merasa direndahkan oleh tuduhan-tuduhan itu."
Mentari menundukkan kepala, menahan air mata yang semakin sulit untuk ditahan. "Aku tidak pernah berniat untuk membuat semua ini terjadi, Ibu. Aku hanya mengikuti permintaan Arga karena aku tahu dia kesulitan. Tapi aku tidak pernah berharap semuanya berakhir seperti ini."
Arga menggenggam tangan Mentari, memberikan dukungan tanpa kata. "Saya tahu ini salah, Bu. Dan saya menyesal karena semuanya menjadi rumit. Alya... dia bukan orang yang baik. Dia telah memanipulasi semuanya dan menuduh Mentari tanpa dasar. Saya berjanji akan memperbaiki semuanya, dan mentari tidak bersalah dalam hal ini."
Ibu Mentari diam sejenak, berpikir keras. Segala keraguan yang ada di pikirannya tentang putrinya mulai sedikit mereda, meskipun rasa sakit itu masih menggerogoti hatinya. Setelah beberapa saat, dia menatap Mentari dengan tatapan yang lebih lembut. "Aku... aku tidak tahu harus berkata apa. Aku merasa hancur dengan apa yang terjadi, tapi aku juga tidak bisa begitu saja mengabaikan penjelasan kalian."
Mentari menatap ibunya, berharap ada sedikit pengertian di sana. "Ibu, aku harap ibu bisa melihat kebenarannya. Aku tidak ingin hubungan kita hancur karena kebohongan ini. Aku tidak pernah berusaha untuk merusak kehidupan siapapun."
Ibu Mentari menghela napas, dan meskipun masih ada keraguan di hatinya, ia mulai memahami betapa beratnya situasi yang dihadapi putrinya. "Aku akan mencoba untuk percaya padamu, Mentari. Aku tahu ini bukan salahmu. Tapi aku juga harus menghadapi kenyataan bahwa hubungan ini telah merusak begitu banyak hal."
Arga menatap Ibu Mentari dengan penuh harap. "Kami akan memperbaiki semuanya, Bu. Kami akan mencari jalan agar semuanya bisa kembali seperti semula."
Meskipun masih ada perasaan terluka dan bingung di hati ibu Mentari, sedikit demi sedikit, dia mulai membuka hatinya untuk menerima penjelasan. Namun, Arga tahu bahwa meskipun kebenaran telah terungkap, jalan untuk mengembalikan kepercayaan dan memperbaiki hubungan mereka akan panjang dan penuh tantangan.
Mentari, dengan hati yang penuh harapan namun cemas, menggenggam tangan Arga. "Aku hanya ingin semuanya kembali normal, Arga. Aku tidak tahu bagaimana lagi bisa menjelaskan semua ini kepada ibu, tapi aku akan berusaha."
Arga mengangguk, "Kita akan melalui ini bersama, Mentari. Aku janji akan melakukan apa saja untuk membantumu."
Setelah beberapa minggu penuh dengan penjelasan dan usaha untuk membersihkan nama Mentari, akhirnya semua keraguan mulai hilang. Ibu Mentari dan para tetangga yang sempat ragu akhirnya memahami situasi yang sebenarnya. Meskipun ada luka yang masih terasa, Arga berhasil membuktikan bahwa Mentari tidak bersalah. Dengan dukungan penuh dari Arga, mereka akhirnya bisa meninggalkan semua kekacauan itu dan pulang ke rumah Arga.
Sesampainya di rumah, suasana kembali hening. Arga menatap Mentari dengan penuh perhatian, mencoba mencari tahu perasaan yang tengah melanda perempuan itu. Dia tahu bahwa Mentari merasa tidak nyaman setelah semua yang terjadi.
"Mentari," Arga memulai, suaranya terdengar pelan namun penuh perhatian, "sekarang semuanya sudah lebih baik. Aku ingin bertanya... apakah kamu masih ingin bekerja di sini, di rumahku? Aku tahu ini bukan hal yang mudah setelah semuanya yang telah terjadi."
Mentari terdiam sejenak, matanya berkelana di sekitar ruangan, memikirkan kembali masa-masa saat ia pertama kali datang ke rumah Arga. Semua kenangan itu begitu kompleks baginya. Dengan suara pelan, dia menjawab, "Dulu, aku bersedia bekerja di sini karena ada Alya, sepupuku. Tapi sekarang, setelah semua yang terjadi... aku takut ada fitnah lagi. Aku merasa tidak nyaman jika masih tinggal di sini, tanpa ada siapa-siapa."
Arga mengerti. Dia bisa merasakan kekhawatiran dan ketakutan yang menyelimuti hati Mentari. Dengan penuh penyesalan dan niat untuk menebus rasa bersalahnya, Arga mengambil keputusan besar.
"Kalau begitu, aku akan membuatmu merasa lebih nyaman, Mentari," katanya dengan tegas. "Aku akan membuka sebuah kafe untukmu. Tempat di mana kamu bisa bekerja dengan tenang, tanpa rasa takut atau khawatir akan fitnah. Itu adalah cara terbaik untuk menghapus rasa bersalahku, dan agar kamu bisa mengejar hidupmu tanpa beban."
Mentari terkejut mendengar keputusan Arga. Dia tidak menyangka Arga akan melakukan hal sebesar itu hanya untuknya. Namun, di balik rasa terkejutnya, ada rasa terharu yang mendalam. "Arga, kamu benar-benar melakukan ini untukku?" tanyanya, suara nya bergetar.
Arga mengangguk, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Ya, karena kamu tidak pantas merasakan ketakutan dan beban seperti itu. Aku ingin kamu tahu bahwa aku selalu ada untukmu, dan aku akan mendukungmu apapun yang terjadi."
Mentari menatap Arga dengan penuh rasa terima kasih. Meskipun perjalanan mereka tidak mudah, langkah demi langkah, mereka mulai membangun sesuatu yang lebih baik untuk masa depan. Dan dengan adanya kafe itu, Mentari tahu bahwa ia tidak hanya memiliki tempat yang aman untuk bekerja,
semangat Thor