Arya Perkasa seorang teknisi senior berusia 50 tahun, kembali ke masa lalu oleh sebuah blackhole misterius. Namun masa lalu yang di nanti berbeda dari masa lalu yang dia ingat. keluarga nya menjadi sangat kaya dan tidak lagi miskin seperti kehidupan sebelum nya, meskipun demikian karena trauma kemiskinan di masa lalu Arya lebih bertekad untuk membuat keluarga menjadi keluarga terkaya di dunia seperti keluarga Rockefeller dan Rothschild.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chuis Al-katiri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16: Menelepon Ibu di Jakarta dan Dongeng Finding Nemo
Bab 16: Menelepon Ibu di Jakarta dan Dongeng Finding Nemo
Minggu, 5 Februari 1984
Matahari sore mulai meredup, memberi warna jingga di langit Sekayu. Setelah seharian sibuk di bengkel kecil DreamWorks, Arya dan kawan-kawan akhirnya pulang untuk istirahat. Di rumah, Amanda, seperti biasa, penuh semangat. Dia berlari ke ruang keluarga sambil menggenggam secarik kertas kecil yang ia ambil dari meja.
"Kakak, ini nomor ibu yang dikasih Mbak Nadya! Ayo kita telepon ibu di Jakarta!" seru Amanda dengan mata berbinar.
Arya tersenyum kecil melihat semangat Amanda. “Oke, ayo kita telepon ibu,” jawabnya sambil mengacak rambut Amanda.
Arya mengangkat gagang telepon rumah yang berada di ruang keluarga, kemudian mulai memutar nomor yang tertera di kertas kecil itu. Tidak lama kemudian, suara hangat dari seberang terdengar.
"Ibu... Ibu! Kapan ibu pulang ke Sekayu? Amanda kangen ibu!" Amanda langsung merebut gagang telepon dari Arya dengan antusias.
Sulastri tertawa kecil mendengar suara putrinya. "Ini Amanda, ya? Ibu pulang nanti lusa, sayang. Amanda di rumah tidak nakal kan?" tanya Sulastri dengan lembut.
"Ibu! Amanda baik-baik aja kok. Amanda rajin makan, bantu mbok Siti di dapur, dan nggak lupa sholat juga," jawab Amanda cepat, penuh kebanggaan.
"Anak ibu pintar sekali," puji Sulastri. "Apa Amanda sudah menyelesaikan PR dari bu guru di TK?"
"Sudah, Bu! Kak Arya juga bantuin Amanda belajar mewarnai. Lihat, nanti ibu pulang, Amanda tunjukkan gambarnya," kata Amanda penuh semangat.
***
Percakapan antara Sulastri dan Amanda berlanjut lebih dari setengah jam. Amanda terus berbicara, menceritakan tentang aktivitas sehari-harinya, mainan baru yang ia dapatkan, dan bagaimana kakaknya, Arya, selalu menjaganya. Amanda juga sempat bercerita tentang Mitha, Saka, dan Abdi yang sering bermain di rumah.
"Ibu, Amanda tadi makan duren di pondok belakang sama teman-teman kak Arya. Rasanya enak sekali! Kak Saka sampai nambah dua kali," cerita Amanda polos.
Sulastri tertawa kecil. "Wah, anak ibu memang pandai berbagi. Nanti kalau ibu pulang, ibu juga mau makan duren bareng Amanda."
"Ayo, Bu! Nanti Amanda kupasin durennya buat ibu," jawab Amanda dengan antusias.
Arya yang duduk di samping hanya tersenyum melihat betapa akrabnya Amanda berbicara dengan Sulastri. Meskipun ia tahu Amanda merindukan ibunya, percakapan panjang itu cukup menghibur adiknya.
Setelah hampir satu jam, Amanda akhirnya menyerahkan telepon kepada Arya. "Kakak, giliran kakak ngomong sama ibu," katanya sambil memberikan gagang telepon.
***
"Ibu, bagaimana keadaan di Jakarta? Apa semua berjalan lancar?" tanya Arya memulai pembicaraan.
"Alhamdulillah, Arya. Semua lancar. Ibu sudah bertemu dengan beberapa pejabat terkait program Inti-plasma kita. Rencananya akan ada penambahan lahan baru hingga 50.000 hektar. Pemerintah sangat puas dengan laporan kita sebelumnya," jawab Sulastri dengan nada puas.
Arya mengangguk meskipun Sulastri tidak bisa melihat. "Bagus sekali, Bu. Kalau terus seperti ini, mungkin dalam beberapa tahun perusahaan kita bisa mengelola lebih dari 500.000 hektar."
"Insya Allah. Oh iya, bagaimana dengan Nadya? Apa dia sudah membantu kalian dengan rencana perusahaan game itu?" tanya Sulastri.
Arya menjelaskan, "Sudah, Bu. Nadya sangat membantu. Dia juga sudah menyelesaikan semua dokumen legalitas DreamWorks. Kami sudah memiliki bengkel kecil di pasar untuk merakit game elektronik. Minggu depan, kami mulai menjual game kami."
Sulastri terdengar sangat terkesan. "Kalian luar biasa. Ibu penasaran dengan rencana jangka panjang Arya untuk DreamWorks."
Arya menjelaskan dengan detail: “Bu, rencanaku adalah mendirikan perusahaan cangkang di Singapura yang akan menjadi distributor video game kami di pasar Asia Tenggara. Perusahaan ini juga akan membeli lisensi game dari DreamWorks dan menjualnya ke pasar global, termasuk Amerika dan Eropa.”
“Maksud Arya, kamu ingin mendapatkan keuntungan dari dua sisi, ya?” tanya Sulastri sambil tertawa kecil.
“Betul, Bu. Dengan cara ini, DreamWorks akan terlihat sebagai produsen lokal yang sukses di Indonesia, sementara perusahaan cangkang akan menjadi saluran kami untuk pasar internasional. Selain itu, di masa depan aku ingin masuk ke industri hiburan, seperti membuat komik mingguan dan novel berseri. Jika memungkinkan, aku ingin membuat studio animasi dan menjadi pelopor animasi di Indonesia.”
Sulastri terdiam sejenak, lalu berkata, “Itu adalah rencana jangka panjang yang sangat brilian. Ibu akan menunggu cerita lengkapmu nanti di rumah.”
***
Di akhir pembicaraan, Arya memberikan saran kepada ibunya terkait program Inti-plasma yang sedang dikembangkan.
“Bu, aku punya saran. Bagaimana kalau ibu mencari bibit pohon gaharu untuk ditanam di lahan agroforestri kita? Pohon ini bisa menghasilkan resin gaharu yang sangat bernilai tinggi. Harga per kilonya bisa mencapai 10 juta rupiah,” jelas Arya.
"Gaharu? Itu bahan untuk wangi-wangian dan dupa, ya?" tanya Sulastri.
"Betul, Bu. Selain itu, resin gaharu juga digunakan untuk obat-obatan. Jenis yang paling banyak dicari di pasaran adalah Aquilaria malaccensis atau Aquilaria crassna," tambah Arya.
Sulastri mengangguk di seberang telepon. "Baiklah, nanti ibu akan cari informasi lebih lanjut tentang bibit gaharu di Jakarta."
"Terima kasih, Bu. Jangan lupa juga jaga kesehatan ibu di sana," kata Arya dengan nada penuh perhatian.
“Terima kasih, Arya. Jangan lupa makan malam dan belajar. Ibu akan pulang lusa membawa nenek Isat dan kabar baik lainnya.”
"Siap, Bu. Assalamualaikum," tutup Arya sebelum menutup telepon.
***
Setelah percakapan panjang itu, malam hari tiba. Amanda yang sudah selesai mandi datang ke kamar Arya sambil membawa bantal kecilnya.
“Kakak, Amanda nggak bisa tidur. Tolong ceritain dongeng kayak ibu biasa lakukan,” pintanya dengan nada manja.
Arya tersenyum, mengingat betapa polosnya adiknya ini. “Baiklah, ayo kita pindah ke kamar Amanda,” ajaknya.
Di kamar Amanda, Arya mulai menceritakan kisah tentang Finding Nemo. “Di dasar laut yang tenang, hidup dua ekor ikan badut, ayah dan anak. Si anak bernama Nemo. Suatu hari, Nemo ikut karya wisata ke laut dalam bersama teman-temannya…”
Amanda mendengarkan dengan penuh perhatian, membayangkan setiap detail cerita yang diceritakan Arya. Ketika Arya sampai pada bagian Nemo diculik oleh penyelam, Amanda berteriak kecil. "Kasihan Nemo! Bagaimana ayahnya menemukannya, Kak?"
Arya melanjutkan cerita dengan sabar, menggambarkan bagaimana sang ayah, Marlin, berusaha keras mencari anaknya. Pada akhirnya, Amanda tertidur dengan senyum di wajahnya. Arya mengecup keningnya lembut sebelum kembali ke kamarnya sendiri.
***
Malam itu, sebelum tidur, Arya merenungkan percakapan dengan ibunya. Ia tahu bahwa langkah-langkah besar akan dimulai dalam waktu dekat. Dengan pabrik yang sedang dibangun, perusahaan cangkang yang direncanakan, dan ambisinya untuk masuk ke industri hiburan, Arya merasa ini adalah awal dari sesuatu yang luar biasa.
Arya berencana membuat film-film itu menjadi novel yang akan Arya publish di masa depan. Copywriting seperti ini juga sebuah kesempatan yang bisa Arya manfaatkan, walaupun terkesan sedikit curang.
kopi mana kopi....lanjuuuuttt kaaan Thor.....hahahahhaa