Elowen, seorang wanita muda dari keluarga miskin, bekerja sebagai asisten pribadi untuk seorang model internasional terkenal. Hidupnya yang sederhana berubah drastis saat ia menarik perhatian dua pria misterius, Lucian dan Loreon. Keduanya adalah alpha dari dua kawanan serigala yang berkuasa, dan mereka langsung terobsesi dengan Elowen setelah pertama kali melihatnya. Namun, Elowen tidak tahu siapa mereka sebenarnya dan menolak perhatian mereka, merasa cemas dengan intensitasnya. Lucian dan Loreon tidak menerima penolakan begitu saja. Persaingan sengit antara keduanya dimulai, masing-masing bertekad untuk memenangkan hati Elowen. Saat Elowen mencoba menjaga jarak, ia menemukan dirinya terseret ke dalam dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah ia bayangkan, dunia yang hanya dikenal oleh mereka yang terlahir dengan takdir tertentu. Di tengah kebingungannya, Elowen bertemu dengan seorang nenek tua yang memperingatkannya, “Kehidupanmu baru saja dimulai, nak. Pergilah dari sini secepatnya, nyawamu dalam bahaya.” Perkataan itu menggema di benaknya saat ia dibawa oleh kedua pria tersebut ke dunia mereka, sebuah alam yang penuh misteri, di mana rahasia tentang jati dirinya perlahan mulai terungkap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Two Alpha's And Mate
Alowen duduk di ruang tamu rumahnya yang kecil dan sudah mulai terlihat kumuh. Dinding-dindingnya penuh retakan, dan cat yang mengelupas membuatnya semakin tidak nyaman. Meski tempat itu penuh kenangan, terutama bersama nenek Margaret, ia tahu ini bukan lagi tempat yang aman. Lusian sudah tahu rumahnya. Bahkan, ia sudah tahu tentang neneknya. Itu cukup membuat Alowen ketakutan.
Pikirannya berkecamuk. Lusian—pria asing yang entah kenapa terus mendekati hidupnya—membuat segala sesuatu terasa di luar kendali. Awalnya hanya pertemuan aneh di studio, tapi kemudian ia mendatangi rumahnya, membawa aura menekan dan membayari hutang-hutang keluarganya tanpa izin. Lusian mungkin tampak seperti penyelamat di mata orang-orang sekitar, tapi tidak bagi Alowen.
"Aku tidak bisa tinggal di sini lebih lama lagi," gumamnya pada dirinya sendiri.
Ia mengalihkan pandangannya ke nenek Margaret yang sedang duduk di kursi goyang tua di sudut ruangan. Neneknya terlihat tenang, tapi Alowen tahu betapa rapuhnya wanita tua itu. Lusian tahu terlalu banyak tentang mereka, dan itu membuat Alowen merasa tidak berdaya.
"Ne," Alowen memulai dengan hati-hati, menggunakan panggilan kesayangannya untuk neneknya. "Aku ingin membicarakan sesuatu."
Margaret menoleh dengan senyum lembut. "Ada apa, sayang? Kau terlihat gelisah belakangan ini."
Alowen menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang terasa terlalu cepat. "Kita harus pindah dari sini."
Senyum Margaret memudar perlahan. "Pindah? Ke mana? Rumah ini sudah menjadi tempat kita selama bertahun-tahun, Alowen."
"Aku tahu, Ne," jawab Alowen, suaranya terdengar pelan tapi tegas. "Tapi rumah ini sudah tidak aman lagi. Aku... Aku takut seseorang akan menyakiti kita."
Margaret mengerutkan kening. "Maksudmu pria itu? Yang membayar hutang kita?"
Alowen mengangguk. "Aku tidak tahu apa yang dia inginkan, Ne. Tapi dia terlalu dekat dengan kita. Aku takut dia punya maksud buruk, dan aku tidak ingin mengambil risiko."
Margaret terdiam, matanya memperhatikan cucunya dengan penuh perhatian. Ia tahu Alowen selalu bersikap hati-hati, terutama setelah apa yang mereka lalui bertahun-tahun. Tapi meninggalkan rumah ini? Itu bukan keputusan kecil.
"Apa kau sudah punya rencana?" tanya Margaret akhirnya.
Alowen tersenyum tipis, mencoba memberikan keyakinan. "Aku sudah mencari rumah baru. Itu sederhana, tapi lebih baik dari tempat ini. Jauh dari sini, lebih aman. Aku sudah mempersiapkan semuanya, hanya saja aku belum sempat memindahkan kita karena pekerjaan dan... karena aku tahu Ne akan sulit meninggalkan tempat ini."
Margaret mendesah pelan, lalu mengangguk dengan berat hati. "Jika itu yang terbaik untukmu, dan jika kau yakin ini demi kebaikan kita, aku akan ikut, sayang. Kau sudah banyak berkorban untukku. Aku tidak ingin menambah bebanmu."
Alowen merasa lega mendengar jawaban itu. "Terima kasih, Ne. Aku janji, kita akan baik-baik saja."
...➰➰➰➰...
Pindahan terjadi lebih cepat dari yang Alowen bayangkan. Warga sekitar membantu mereka mengemas barang-barang, meski ia tidak memberikan alasan jelas untuk kepergiannya. Ia hanya mengatakan bahwa ia ingin memberikan neneknya tempat tinggal yang lebih baik.
Rumah baru mereka berada di daerah yang lebih jauh dari tempat kerja Alowen. Itu sederhana, hanya satu petak rumah berderet dengan halaman kecil di depannya. Tapi setidaknya, itu lebih nyaman dan bersih dibandingkan tempat mereka sebelumnya.
Alowen memandang sekeliling rumah baru mereka, merasa sedikit lega meski lelah setelah seharian memindahkan barang-barang. Ia menatap nenek Margaret yang sedang duduk di kursi barunya, tersenyum kecil meski wajahnya menunjukkan kelelahan.
"Bagaimana, Ne? Kau suka rumah ini?" tanya Alowen sambil duduk di sampingnya.
Margaret menepuk tangan cucunya dengan lembut. "Sederhana, tapi cukup hangat. Terima kasih, sayang. Aku tahu kau melakukan semua ini demi aku."
Alowen mengangguk. "Aku hanya ingin memastikan kita aman."
Namun, meski ia berusaha menenangkan dirinya, Alowen tahu ini mungkin bukan akhir dari segalanya. Lusian adalah tipe pria yang tidak akan menyerah begitu saja, dan pindah rumah bukanlah jaminan bahwa mereka benar-benar akan terlepas dari bayangannya.
...➰➰➰➰...
Malam itu, setelah pekerjaan membereskan rumah baru selesai, Elowen duduk di ruang tamu sambil memijat lehernya yang pegal. Hari itu begitu melelahkan, tapi ia merasa lega bisa membawa nenek Margaret ke tempat yang lebih aman.
Margaret berjalan perlahan dari kamarnya dengan sebuah kotak kecil di tangannya. Ia mendekati Elowen yang sedang sibuk memeriksa barang-barang yang masih perlu diatur.
"Sayang," panggil Margaret lembut, membuat Elowen menoleh.
"Nenek? Ada apa?" tanya Elowen, melihat kotak kecil itu di tangan neneknya.
Margaret tersenyum samar, lalu duduk di samping cucunya. Ia membuka kotak itu, memperlihatkan sebuah liontin perak dengan ukiran rumit berbentuk bulan sabit yang melingkari matahari kecil di tengahnya. Cahaya lampu redup di ruangan membuat liontin itu berkilau lembut.
"Ini," kata Margaret sambil menyerahkan liontin itu kepada Elowen. "Liontin ini dulu milik ibumu, Fiona."
Elowen memandang liontin itu dengan mata membesar. "Punyanya ibu?" tanyanya dengan nada penuh rasa ingin tahu.
Margaret mengangguk. "Ya. Dan sekarang, nenek ingin kau memilikinya. Anggaplah ini sebagai pengingat bahwa kau adalah anaknya Fiona. Dan juga, ini adalah tanda bahwa dia selalu bersamamu, meskipun dia sudah tidak ada."
Elowen menggenggam liontin itu, memerhatikan setiap detail ukirannya. Hatinya terasa hangat sekaligus berat mendengar nama ibunya disebut. "Tapi, Ne, kenapa sekarang? Kenapa nenek tidak pernah memberikannya sebelumnya?"
Margaret tersenyum samar, pandangannya seperti menerawang jauh. "Karena sekaranglah saatnya. Kau sudah cukup dewasa untuk memahami maknanya. Fiona adalah ibumu, dan liontin ini adalah warisannya untukmu."
Namun, sesuatu di dalam hati Elowen terasa aneh. "Ne," ia berkata pelan, "Fiona? Itu bukan nama ibuku. Bukankah nama ibuku Maribel?"
Margaret terdiam sejenak, lalu tersenyum misterius. "Ada banyak hal yang belum kau ketahui, sayang. Tapi kau akan mengerti nanti."
Kata-kata itu membuat Elowen semakin bingung. Ia hendak bertanya lebih jauh, tapi Margaret berdiri perlahan.
"Nenek harus ke kamar sebentar," ucap Margaret tiba-tiba, lalu berjalan pergi tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Elowen hanya bisa duduk terpaku, memegang liontin itu dengan penuh tanda tanya. Apa maksud dari semua ini? Fiona? Mengapa Margaret seolah menyembunyikan sesuatu?
Tak lama kemudian, Margaret kembali dari kamarnya. Ia menatap Elowen dengan wajah serius.
"Kau harus memakai liontin itu setiap hari, Elowen," kata Margaret tegas. "Jangan pernah kau lepas, apa pun yang terjadi."
"Kenapa?" tanya Elowen, masih bingung. "Apa ada sesuatu yang nenek sembunyikan?"
Margaret mendekati cucunya dan menggenggam tangannya erat. "Liontin itu akan melindungimu. Percayalah pada nenek. Ini bukan sekadar kenang-kenangan, tapi perlindungan."
Meskipun Elowen masih dipenuhi kebingungan, ia mengangguk pelan. "Baik, Ne. Aku akan memakainya."
Margaret tersenyum lega, lalu menepuk tangan cucunya. "Bagus. Itu yang nenek harapkan."
Elowen mengenakan liontin itu di lehernya. Saat logam dingin menyentuh kulitnya, ia merasa ada sensasi aneh, seperti aliran hangat yang menjalar di tubuhnya. Ia memegang liontin itu dengan tangan gemetar, tapi tidak mengatakan apa-apa.
"Tidurlah sekarang," kata Margaret sambil beranjak ke kamarnya lagi. "Besok akan menjadi hari yang panjang."
Namuna, Elowen tahu malam itu ia tidak akan bisa tidur nyenyak. Ada terlalu banyak pertanyaan yang tidak terjawab. Siapa sebenarnya Fiona? Seharusnya nama ibunya Maribel? Dan mengapa liontin ini begitu penting?
oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏