Dua orang Kakak beradik dari keluarga konglomerat dengan sifat yang berbeda, sama-sama jatuh cinta pada seorang wanita.
Satria yang diam-diam telah menjalin cinta dengan Aurora terpaksa menelan kenyataan pahit saat mengetahui wanita yang dinikahi Kakaknya Saga adalah kekasih hatinya, Aurora.
Satria yang salah paham pada Aurora, jadi sakit hati dan frustasi. Cintanya pada Aurora berubah menjadi dendam dan kebencian.
Satria melakukan banyak hal untuk merusak rumah tangga kakak dan mantan kekasihnya itu.
Hingga akhirnya, Saga meninggal karna penyakit kelainan jantung yang ia derita dari kecil.
Satria malah menuduh, Aurora lah peyebab kematian sang Kakak.
Rasa benci yang mendalam, membuat Satria terus menerus menyiksa batin Aurora.
Apakah Aurora sanggup bertahan dengan ujaran kebencian Satria? Sementara Aurora masih sangat mencintai Satria.
Jangan lupa mampir ke karya author yang lain ya, 🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEMBALI KE PENJARA CINTA
POV AURORA.
Pagi itu, Aurora terbangun dari tidurnya. Ia memandang Satria yang tertidur pulas dengan perasaan sangat sedih. Perlahan tangan Aurora terulur pelan menyentuh wajah kekasih yang ia cintai itu dengan lembut.
"Satria, maafkan aku. Mungkin ini sudah takdir yang harus kita jalani. Kita takkan pernah bisa bersatu. Ku mohon, lupakan aku satria. Pulang dan kembali lah pada orangtuamu." ujar Aurora lirih dengan nada setengah berbisik.
Jemari Aurora gemetar saat membelai rambut Satria dengan penuh cinta. Ia pun mengecup kening Satria dengan hati-hati agar pria tampan itu tidak terbangun dari tidurnya.
"Aku mencintaimu Satria, cuma kamu yang aku cintai. Maaf kalau aku harus pergi dan membuat hatimu sakit sekali lagi. Selamat tinggal Satria." kata Aurora dalam hati seraya menyusut air matanya yang mulai jatuh membasahi pipinya.
Kemudian, Aurora beranjak pergi menuju pintu kamar motel dan membuka kuncinya dengan perlahan agar tidak mengeluarkan bunyi. Saat pintu itu terbuka, Aurora memandang kembali pada Satria yang masih tertidur nyenyak dengan perasaan remuk redam.
Setelah itu, ia pun pergi keluar kamar dan menutup pintunya dengan hati-hati. Aurora berhasil kabur dari Satria. Dia pun bergegas keluar dari motel mengabaikan pandangan resepsionis dan semua pengunjung motel yang juga menginap disana.
Aurora bergegas memanggil tukang ojek yang kebetulan banyak mangkal di depan motel. Dia pun meminta tukang ojek itu mengantarnya kembali ke kediaman Wiratama.
Di persimpangan supermarket, tak jauh dari kediaman Wiratama, Aurora menyuruh tukang ojek menghentikan kendaraannya disana. Setelah membayar ongkos ojek, Aurora pun berjalan kaki menuju kediaman Wiratama.
Awalnya Aurora agak ragu mendekati rumah kediaman Wiratama, namun setelah menguatkan hati, ia pun nekat memberanikan diri mendekati pintu gerbang kediaman Wira Tama yang di jaga beberapa petugas kepolisian sejak semalaman.
Sosok Aurora yang muncul tiba-tiba didepan pintu gerbang, membuat petugas kepolisian terkejut, dengan sigap mereka langsung menghadang Aurora yang sudah pasrah untuk di tahan mereka.
"Hubungi komandan, katakan kalau ibu Aurora sudah kembali dalam keadaan selamat tanpa ada luka dan bekas penganiayaan sama sekali." perintah salah satu dari petugas kepolisian itu pada temannya.
"Maaf ibu Aurora, anda harus kami kawal. Mari kami antar menemui Pak Wira." ujar petugas kepolisian itu kemudian pada Aurora.
Tanpa menjawab sepatah kata pun, Aurora dengan patuh mengikuti petugas kepolisian itu masuk ke dalam rumah kediaman Wiratama yang mewah namun bagai penjara yang mengikat kebebasannya.
Tatapan tajam dan berwibawa dari Wiratama yang menantinya disebuah ruangan tertutup membuat jantung Aurora seolah berhenti berdetak. Tubuhnya gemetar menahan lututnya yang menggigil karena menahan rasa takut pada mertua lelakinya itu. Apalagi sorot mata Nilam yang memandangnya sinis penuh kebencian. Aurora seakan ingin lari dari tempat itu.
"Tidak, aku tak boleh takut." Aurora menguatkan hatinya kembali dengan keputusannya yang berani kembali ke rumah itu sendirian.
"Tugas kami untuk menemukan ibu Aurora sepertinya sudah selesai pak Wira. Untuk penyelidikan kasus selanjutnya mengenai sebab menghilangnya ibu Aurora, izinkan kami untuk membawa beliau ke kantor polisi agar bisa dimintai keterangan yang jelas sebagai korban sekalian saksi dari kasus ini." kata petugas kepolisian itu pada Wiratama.
Wira terkesiap, ia memandang Aurora yang tertunduk takut dan istrinya Nilam yang memasang muka garang secara bergantian. Wira pun menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya kuat. Sejenak hatinya gundah mengingat Satria putranya yang punya karakter keras kepala dan sulit di atur.
Nilam sangat menyayangi kedua putranya. Ia pasti akan membenci dan menyalahkan Aurora jika Satria dipenjara. Wira tak berniat sungguh-sungguh untuk menjebloskan anaknya yang malang itu ke penjara. Niat hatinya hanya ingin memberikan Satria pelajaran atas sikap brutal dan ke kurang ajaran Satria yang telah menculik kakak iparnya sendiri.
"Maaf pak, saya rasa kasus ini tidak usah di perpanjang lagi. Biarlah masalah ini kami selesaikan secara kekeluargaan saja. Apalagi menantu saya sudah kembali dalam keadaan sehat walafiat tanpa kekurangan apapun. Untuk itu, saya pribadi mengucapkan terima kasih banyak atas bantuan bapak-bapak semua serta permohonan maaf karena telah menyusahkan semua anggota polisi." ujar Wira tiba-tiba berubah pikiran.
"Jika itu yang anda mau, kami dari pihak kepolisian akan mencabut kembali berkas kasus penculikan ibu Aurora. Kami semua pamit mohon diri pak Wira. Permisi, kami akan kembali ke kantor kami untuk melakukan pekerjaan lain." ucap salah satu petugas kepolisian itu dengan pandangan curiga.
"Silahkan bapak-bapak, maaf kami telah menyita banyak waktu bapak-bapak semua." kata pak Wira dengan perasaan tak enak hati.
Para petugas kepolisian pun segera berlalu pergi meninggalkan rumah kediaman Wiratama dengan hati diliputi kecurigaan.
Sepeninggal kepergian petugas kepolisian, Nilam yang sudah penasaran tingkat tinggi langsung menjambak rambut Aurora yang tertunduk diam sedari tadi.
"Kamu itu ya, dasar menantu tak tahu diri! Apa kamu mau menghancurkan rumah tangga saya hah?" Nilam menyeret Aurora yang seketika menjerit kesakitan.
"Aww...! Ampun mah! Ampuunn...!' teriak Aurora meringis pedih saat kulit kepalanya seakan terkelupas saking kuatnya tenaga Nilam menarik rambutnya.
"Mah! Apa-apaan kamu ini. Lepaskan! Lepaskan dia kataku...!" teriak Wira marah melihat kelakuan istrinya yang brutal tiba-tiba.
Wira merenggut tangan Nilam yang menjambak rambut Aurora dengan kuat hingga terlepas.
"Kenapa papah membela dia terus?! Papa lihat sendiri kan? Keluarga kita berantakan semenjak dia tinggal disini, dia itu pembawa sial!" Nilam tak mampu lagi menahan emosinya.
Kedua bola matanya melotot dengan nafas memburu kencang yang membuat dadanya naik turun saking menahan amarah besar.
"Papa bukan membela Aurora mah, apa kata Indra kalau anaknya kamu buat menderita begini?" ujar Wira coba mencegah kelakuan Nilam yang kasar terhadap Aurora.
"Papa pikir anak-anak kita tidak menderita? Saga dan Satria sama-sama menderita sekarang. Apalagi Saga, dia sakit. Kalau ada masalah sedikit saja, dia bisa mati muda. Emang Papa suka, kita kehilangan Saga hanya karena perempuan ini?" bentak Nilam tak terima mendengar pembelaan Wiratama atas diri menantunya.
"Tentu saja papa tidak mau kehilangan Saga ataupun Satria. Walau bagaimana pun juga, ini bukan salah Aurora sepenuhnya. Ini ulah Satria yang bandel dan sulit diatur." jawab Wira melunakkan hati Nilam yang terlanjur membenci Aurora.
"Cih! mama gak mau lihat muka dia lagi!Semalaman kabur sama pria, gak mungkin dia gak macem-macem sama Satria. Dasar perempuan genit! Dua-duanya anak ku di godain. Coba papa tanya sama dia, semalam dia tidur dimana sama Satria?" Semprot Nilam mencak mencak menghina Aurora yang tampak menangis mendengar perkataan mertua perempuannya yang dulunya baik, kini berubah kasar dan penuh kebencian.
"Sudahlah ma, aku akan tanya itu satu persatu, bukan dengan cara begini!" ujar Wiratama pusing melihat kemarahan Nilam yang sulit untuk di bendung.
"Hei! Jawab kamu, jawab! Tidur dimana kamu semalam sama anakku Satria hah?!" teriak Nilam garang berniat menyerang Aurora kembali.
'"A-aku tidur di motel buk." sahut Aurora pelan nyaris tak terdengar.
"Apa? Tuh kan pa, papa dengar sendiri, Mama tidak sudi punya menantu kayak dia! Usir dia pa, usir dia dari sini! Urus perceraiannya dengan Saga! Mama tidak suka tinggal seatap dengan perempuan murahan itu!" jerit Nilam sangat histeris.
" Mama...! Saga tidak akan pernah menceraikan Aurora!" Mendadak Saga muncul dari pintu dan berteriak mengejar Aurora yang tampak tertunduk terisak menahan tangis didepan kedua orang tuanya.
Saga memandang Aurora yang tampak kusut menyedihkan karena rambut yang sudah acak-acakan bekas jambakan Nilam dengan sorot mata tajam penuh selidik.
.
.
.
BERSAMBUNG