Nikah dadakan karna di jodohkan ❌ Nikah dadakan gara gara prank ✅ Nikah dadakan karna di jodohkan mungkin bagi sebagian orang memang sudah biasa, tapi pernah gak sih kalian mendadak nikah gara gara prank yang kalian perbuat ? Emang prank macam apa sampe harus nikah segala ? Gw farel dan ini kisah gw, gara gara prank yang gw bikin gw harus bertanggung jawab dan nikahin si korban saat itu juga, penasaran gimana ceritanya ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shusan SYD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33
Tanpa terasa waktu berlalu dan malam pun menjelang. Alesha datang ke atas ranjang dengan raut wajah yang tampak cemberut. Aku tak tahu kesalahan apa yang sudah aku buat setelah percakapan tadi tentang obat. Rasanya aku juga tak memarahinya terlalu kasar, tapi kenapa dia terlihat begitu? Matanya yang biasanya cerah kini redup, seolah ada sesuatu yang mengganjal.
"Kamu kenapa, Sha?" tanyaku, suara ku sedikit terdengar cemas. Aku merasa tak enak melihat raut wajahnya yang begitu muram. Hatiku mulai dipenuhi rasa tidak nyaman yang perlahan menjalar ke seluruh tubuhku.
"Gak apa-apa," jawabnya singkat, seolah ingin mengakhiri percakapan.
Aku yang sedang terbaring pun perlahan bangkit, merasa tak enak hanya diam di sampingnya.
"Apa aku tadi udah marahin kamu kasar ya? Aku minta maaf," ucapku mencoba meredakan suasana, berharap bisa sedikit menghapus kekakuan yang ada di antara kami.
Aku tidak ingin ada jarak, apalagi setelah tadi, jika aku memang telah membuatnya terluka.
"Gak apa-apa," jawabnya lagi, namun suaranya terasa jauh, tidak sehangat biasanya.
"Ini gak ada hubungannya sama kamu. Aku cuma lagi capek aja," lanjutnya, seraya berbaring namun membelakangi arahku.
Ada kesunyian yang menggelayuti kata-katanya dan aku merasa seolah kata-katanya itu hanya bagian dari dinding yang dia coba bangun antara kita.
Aku mengulurkan tangan, ingin menyentuh bahunya, berharap bisa memberikan sedikit kenyamanan.
"Diam, Farel," ucapnya, dan suara itu terasa begitu dingin, jauh dari lembutnya yang biasa.
Hatiku serasa dihantam rasa bingung dan khawatir. Aku tahu dia merasa lelah, tapi kenapa dia menjauh ? Apa yang salah? Apa yang bisa aku lakukan ? Aku tak bisa berpura-pura tak merasa cemas.
Aku kembali terbaring, mata memandang langit-langit kamar. Berpikir, mencoba meraba perasaan yang tak bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Alesha memang tidak marah padaku, tapi aku merasakan ada sesuatu yang hilang di antara kita, seperti ada celah besar yang terbentuk begitu saja tanpa bisa dijelaskan.
Aku menarik napas panjang, berusaha menenangkan diri, tapi hati ini tetap terasa gelisah. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, ingin merasakan kedekatan yang biasanya ada di antara kami, namun kata-katanya barusan membuatku merasa semakin jauh darinya.
Setelah beberapa lama, aku tak bisa tertidur juga. Pikiran tentang Alesha yang masih tampak cemberut terus menghantui benakku. Aku merasakan ada sesuatu yang mengganjal, seperti ada celah antara kami yang tiba-tiba terbentuk. Rasanya aku ingin segera tidur, agar bisa melupakan kegelisahan ini, namun tubuhku seolah menolak. Aku merasa tak bisa tenang sebelum semuanya kembali normal.
Tiba-tiba, Alesha berbalik dan menatapku dengan tatapan yang sulit ku baca. Matanya masih tampak lelah, namun ada sesuatu yang berbeda di sana. Dengan suara pelan, dia bertanya,
"Kamu belum tidur?"
Aku hanya diam, mencoba mencerna pertanyaannya. Bagaimana aku bisa tidur dalam keadaan seperti tadi, ketika selama ini kami selalu tidur berpelukan ? Aku merasa ada jarak yang menghalangi, sesuatu yang menghalangi kami untuk kembali seperti semula.
"Belum ngantuk," jawabku, berbohong.
Aku merasa sedikit lega saat dia bertanya, seolah-olah dia sudah mulai membuka dirinya, atau setidaknya tidak marah lagi padaku.
"Tidur, besok kuliah," jawabnya pelan, seraya terpejam lagi.
Aku merasa kecewa. Aku pikir dia akan memelukku seperti biasa, memberikan kehangatan yang selama ini selalu membuatku merasa aman. Tapi kali ini, dia tidak melakukan itu.
"Sha," panggilku pelan, mencoba untuk membuka percakapan. Aku ingin tahu apa yang membuat sikapnya berubah begitu drastis padaku. Mengapa tiba-tiba ada jarak ini ? Mengapa dia seolah menjauh ? Menghadapi situasi seperti ini aku jadi merasa trauma, bagaimana salsa juga mengabaikan ku waktu itu.
"Hmm.." jawab Alesha dengan matanya yang terpejam. Aku bisa merasakan ada keengganan untuk berbicara lebih jauh.
Aku juga tak tega untuk mengganggu waktu tidurnya, apalagi dengan segala kelelahan yang jelas tergambar di wajahnya.
Aku memutuskan untuk menunggu.
Baiklah, akan ku tunggu sampai esok pagi. Apakah sikapnya akan kembali seperti dulu, atau malah semakin dingin padaku ? Aku pun mencoba untuk memejamkan mata, meskipun tidur terasa jauh.
Keesokan hari, ternyata alesha bersikap seperti biasa. Dia menyambutku dengan sarapan. Dan dia juga bercanda seperti biasa. Aku jadi merasa aneh, tapi tak apa apa justru ini yang aku harapkan.
"Ehmm sha." ucapku pelan dengan nada ragu.
"Kenapa ?" tanya alesha seraya menatap heran ke arahku.
"Rotinya kurang manis ya ?" tanyanya.
"Enggak, bukan itu." ucapku.
"Terus ?" tanyanya seraya melahap sarapannya.
"Emm.. Kamu gak marah sama aku kan ?" tanyaku.
"Enggak, kenapa harus marah ?" tanyanya.
"Ehmm semalam ?"
"Kan aku udah bilang, semalem aku cuma capek." jawabnya santai, ya ampun sha, aku bahkan sampe gak bisa tidur gara gara mikirin itu.
"Oh ya ?" tanyaku memastikan, alesha hanya mengangguk.
Syukurlah, berarti permasalahan semalam memang tak benar benar terjadi. Dengan begitu aku bisa sarapan dengan tenang tanpa memikirkan beban.
Setelah selesai sarapan kita sama sama bersiap untuk berangkat kuliah. Aku seperti biasa, mengenakan berganti dengan pakaian yang lebih rapi dan sedikit parfum, berharap bisa sedikit mengurangi ketegangan yang masih terasa di antara kami.
Namun, saat aku mendekatinya untuk memeluknya seperti biasa, dia malah terlihat mual dan mundur sedikit.
"Farel," ucapnya dengan nada tak enak,
"Kenapa ?" tanyaku, aku khawatir alesha merasakan mualnya yang parah sama seperti kemarin.
"Parfummu... Kok bau banget sih ?" tanyanya.
"Hah ? Bau gimana ?" tanyaku.
"Bau." ucapnya seraya berlalu ke kamar mandi, aku menyusulnya. Alesha mencondongkan badannya ke arah closet, aku membantu dengan memijit mijit punuknya. Berharap bisa sedikit membantunya.
"Kamu gak usah kuliah kalo masih kayak gini." ucapku khawatir.
"Enggak, ah. Aku gak apa apa kok." ucapnya.
Alesha tetap ngotot untuk berangkat kuliah meskipun kondisinya seperti itu yang aku sendiri pun tak tahu Alesha sakit apa.
Setelah beberapa menit di kamar mandi, dia keluar dengan wajah yang sedikit pucat. Namun, ada tekad yang terpancar dari matanya.
"Ayo jalan udah siang entar kita telat." ajaknya.
"Tapi kamu.. " ucapku, alesha langsung memotong.
"Gak usah khawatir, aku gak apa apa, mungkin asam lambungku lagi naik." ucap alesha seraya merapikan tasnya.
Aku memandangnya dengan cemas, tetapi akhirnya mengalah.
"Apa aku perlu ganti baju karna kamu bau sama farpum ini ?" tanyaku.
"Gak usah, gak apa apa. Aku pake masker aja." ucapnya.
Kita pun berangkat menuju kampus, alesha melepaskan helm ku dan akan segera berlalu.
"Sha, kalo kamu ngerasa mual mual lagi telpon aku ya." ucapku.
"Tenang aja. Aku gak apa apa." ucap alesha.
Dia berlalu dengan tenang sementara aku merasa cemas kepadanya.