NovelToon NovelToon
The Unfinished Story

The Unfinished Story

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / CEO / Time Travel / Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir
Popularitas:693
Nilai: 5
Nama Author: Firaslfn

Elyana Mireille Castella, seorang wanita berusia 24 tahun, menikah dengan Davin Alexander Griffith, CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Namun, pernikahan mereka jauh dari kata bahagia. Sifat Davin yang dingin dan acuh tak acuh membuat Elyana merasa lelah dan kehilangan harapan, hingga akhirnya memutuskan untuk mengajukan perceraian.

Setelah berpisah, Elyana dikejutkan oleh kabar tragis tentang kematian Davin. Berita itu menghancurkan hatinya dan membuatnya dipenuhi penyesalan.

Namun, suatu hari, Elyana terbangun dan mendapati dirinya kembali ke masa lalu—ke saat sebelum perceraian terjadi. Kini, ia dihadapkan pada kesempatan kedua untuk memperbaiki hubungan mereka dan mengubah takdir.

Apakah ini hanya sebuah kebetulan, atau takdir yang memberi Elyana kesempatan untuk menebus kesalahannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Firaslfn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7: Doa di Tengah Malam

Elyana duduk di kursi dekat jendela, menatap langit malam yang penuh dengan bintang, seolah-olah setiap titik cahaya itu membawa pesan dari dunia lain. Malam itu, udara terasa dingin, tetapi ada kehangatan yang tidak bisa dijelaskan dalam hatinya. Ia merasakan kehadiran Davin, seakan-akan pria itu masih duduk di sampingnya, hanya terpisah oleh ruang dan waktu. Tangannya menggenggam catatan yang ditinggalkan Davin, menatap setiap kata yang tertulis di sana, dan merasakan betapa dalamnya cinta yang pernah mereka miliki.

Air mata Elyana mengalir perlahan, membasahi pipinya. Penyesalan yang begitu dalam membuat hatinya nyeri. Ia tahu bahwa ia tak akan pernah bisa mengembalikan waktu, tetapi ia juga tahu bahwa ada satu hal yang masih bisa ia lakukan—berdoa. Berdoa bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk Davin, untuk kesempatan kedua, dan untuk masa depan yang mungkin masih bisa mereka miliki, meskipun sulit.

"Jika ada kesempatan, beri aku kekuatan untuk memperbaiki semuanya," bisiknya, suaranya bergetar di tengah keheningan malam. "Jika ini takdir, beri aku petunjuk, supaya aku bisa membuatnya benar."

Doa itu mengalir dengan tulus dari hati Elyana, bukan hanya permohonan untuk mengubah masa lalu, tetapi juga sebagai bentuk penyerahan diri. Ia ingin percaya bahwa di balik segala penderitaan dan penyesalan, ada kesempatan kedua yang bisa membuat segalanya berbeda.

Semakin malam, semakin dalam Elyana merasakan adanya perubahan. Seperti ada sesuatu yang bergerak dalam dirinya, sebuah dorongan yang membuatnya merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, ada harapan yang tersisa. Langit yang gelap mulai dihiasi dengan kilatan cahaya, seolah-olah menjawab doa-doa yang dilantunkan di bawahnya.

Suara langkah kaki yang lembut terdengar dari koridor di luar, mengalihkan perhatiannya dari jendela. Ia menoleh dan melihat ke arah pintu kamar tidur. Tiba-tiba, pintu itu terbuka perlahan, dan di ambang pintu berdiri seorang pria dengan mata yang penuh perhatian—pria itu adalah Satria, teman dekat Davin.

"Elyana," kata Satria dengan nada yang penuh kekhawatiran, "aku tidak tahu apakah ini waktunya, tetapi aku merasa ada yang perlu kamu tahu."

Elyana menghapus air mata dari wajahnya dan berdiri, menghadapi pria yang telah banyak membantu di saat-saat sulit ini. "Apa itu, Satria?" tanyanya, suara tergetar namun penuh rasa ingin tahu.

Satria menarik napas panjang, lalu melangkah maju. "Davin meninggalkan sesuatu yang lebih dari sekadar catatan itu. Ia meninggalkan sebuah pesan, sebuah permintaan untukmu. Dia ingin kau tahu bahwa ada hal-hal yang masih bisa diperbaiki, bahkan setelah ia pergi."

Elyana merasakan jantungnya berdegup kencang. "Apa maksudmu? Apa yang harus aku lakukan?"

Satria mengangkat sebuah kotak kecil dari tangan belakangnya. "Ini adalah sesuatu yang Davin buat sebelum kecelakaan itu. Ia ingin kau menemukan ini, tetapi aku tak bisa memberitahumu sebelumnya. Sekarang, mungkin sudah saatnya kau tahu."

Elyana membuka kotak itu perlahan, tangan yang gemetar membukanya untuk mengungkapkan isi di dalamnya. Di dalamnya terdapat sebuah cincin, terbuat dari emas putih dengan ukiran halus di sepanjang sisi, dan sebuah kertas kecil yang bertuliskan kata-kata yang begitu familiar:

"Elyana, aku ingin kau tahu bahwa meskipun aku mungkin tidak ada lagi, hatiku akan selalu bersamamu. Jangan biarkan penyesalan menghalangimu untuk mencintai dan diberi kesempatan baru. Aku percaya padamu, bahkan jika aku tak bisa menyaksikannya sendiri."

Elyana menggenggam cincin itu dengan erat, dan air mata kembali mengalir. Ia tahu sekarang bahwa, meskipun Davin telah pergi, ia masih bisa merasakan cinta dan keberanian yang ditinggalkannya. Itu adalah pengingat bahwa tidak ada yang benar-benar berakhir sampai seseorang memilih untuk menyerah sepenuhnya.

Doa di tengah malam itu bukan hanya permohonan, tetapi sebuah awal baru. Elyana merasa siap untuk menghadapi masa depan, tak peduli seberapa sulitnya. Dengan cincin di tangannya dan harapan di hatinya, ia berjanji pada dirinya sendiri: ia tidak akan menyerah, dan ia akan berjuang untuk kesempatan yang mungkin diberikan oleh takdir.

Ia menatap langit malam, kali ini dengan senyum yang penuh tekad. Di sana, di bawah bintang-bintang yang bersinar, Elyana tahu bahwa di balik segala kesedihan dan penyesalan, ada harapan yang menunggu untuk diwujudkan.

Elyana duduk kembali di kursi dekat jendela, cincin itu masih tergenggam erat di tangannya, seakan-akan itu adalah satu-satunya hal yang menghubungkannya dengan Davin. Pikirannya kembali melayang ke hari-hari penuh kebahagiaan sebelum segala sesuatunya berubah. Ia mengingat senyum Davin, caranya memandangnya dengan mata penuh perhatian, dan bagaimana suara pria itu bisa menenangkan jiwanya, bahkan di saat-saat paling gelisah.

Tetapi semuanya terasa seperti mimpi yang berakhir terlalu cepat. Sejak Davin pergi, seakan-akan kegelapan menyelimuti hidup Elyana. Tidak ada yang bisa menggantikan tempatnya, tidak ada kata-kata yang cukup untuk menghapus rasa sakit itu. Kini, hanya ada sepi, hanya ada kekosongan yang terasa semakin dalam seiring waktu.

"Apa yang harus aku lakukan, Davin?" Elyana berbisik, suara penuh penyesalan dan kerinduan. "Kenapa kau harus pergi begitu cepat? Aku masih membutuhkanmu."

Tangisnya pecah, lebih keras dan lebih dalam dari sebelumnya. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, merasakan betapa beratnya kehilangan itu. Setiap kenangan, setiap kata, dan setiap sentuhan seakan menghilang, meninggalkan hanya bayangan yang tak bisa diraih. Ia tahu, di dalam hatinya, perpisahan ini adalah kenyataan yang harus diterimanya, tetapi rasanya begitu sulit untuk percaya bahwa Davin benar-benar pergi.

Malam semakin larut, dan udara di kamar terasa semakin dingin. Elyana merasa kesepian yang mengoyak, sebuah kesepian yang sulit dijelaskan. Perasaan itu seperti hujan yang turun tanpa henti, menyapu setiap bagian dari dirinya. Ia tahu bahwa kebahagiaan itu tidak akan datang begitu saja, bahwa setiap langkah yang ia ambil untuk memulai kembali akan penuh dengan rintangan. Namun, di sisi lain, ada bisikan kecil yang muncul dalam hatinya, mengingatkannya bahwa mungkin ia masih bisa menemukan kedamaian, meski tanpa Davin di sampingnya.

"Tidak, aku tidak bisa menyerah," Elyana berkata, suara yang terputus-putus namun penuh tekad. "Aku harus menemukan cara untuk hidup lagi. Untuk menghormati kenanganmu, Davin."

Ia memandang cincin itu sekali lagi, seolah ingin merasakan kehadiran Davin di dunia ini, meskipun hanya dalam bentuk benda. Setiap lekukan dan ukiran di cincin itu menceritakan sebuah cerita—kisah cinta mereka yang penuh lika-liku, yang sekarang harus berakhir begitu pahit.

Namun, dalam kesedihan yang begitu mendalam, Elyana tahu bahwa ia masih memiliki sesuatu yang berharga. Sebuah peluang untuk menemukan dirinya kembali, untuk belajar mencintai dirinya sendiri, dan untuk menjaga kenangan Davin hidup di dalam hatinya, bukan sebagai beban, tetapi sebagai kekuatan.

Dengan air mata yang masih membasahi pipinya, Elyana menatap langit malam sekali lagi, kali ini dengan sedikit senyum di wajahnya, meski masih ada kesedihan di matanya. Ia tahu jalan di depannya tidak akan mudah, tetapi mungkin, hanya mungkin, ada cahaya yang mulai menyinari jalannya, mengajaknya untuk melangkah maju.

...****************...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!