Namaku Delisa, tapi orang-orang menyebutku dengan sebutan pelakor hanya karena aku berpacaran dengan seseorang yang aku sama sekali tidak tahu bahwa orang itu telah mempunyai pacar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vina Melani Sekar Asih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Sejak perpisahan itu, Azka tidak pernah benar-benar berhenti merindukan Delisa. Meski mereka sudah berusaha melanjutkan hidup masing-masing, Azka tetap merasa bahwa Delisa adalah sosok yang tak tergantikan. Ia mencoba berbagai cara untuk kembali mendekati Delisa, namun selalu terhalang oleh bayangan masa lalu dan, terutama, oleh Putri yang terus saja menyebarkan cerita buruk tentang dirinya.
Pada suatu pagi, Azka memberanikan diri untuk menghampiri Delisa di perpustakaan. Delisa sedang sibuk membaca, dan meskipun ia melihat kedatangan Azka dari sudut matanya, ia memilih untuk pura-pura tak menyadarinya. Namun, Azka tidak menyerah begitu saja. Ia duduk di meja di depannya, menatap Delisa dengan senyuman lembut.
“Del, aku tahu mungkin ini bukan tempat yang tepat, tapi aku benar-benar ingin bicara,” kata Azka, suaranya terdengar penuh harap.
Delisa meletakkan bukunya, menatap Azka sejenak, lalu menghela napas. “Kita tidak punya apa-apa lagi untuk dibicarakan, Azka. Semuanya sudah selesai, kan?”
Azka menunduk sesaat, sebelum akhirnya berbicara dengan nada tulus, “Delisa, aku hanya ingin menjelaskan sekali lagi. Putri itu bukan siapa-siapa. Dia tidak pernah memiliki arti lebih dalam hidupku sejak aku bersama kamu. Semua yang dia katakan tentang kita tidak benar.”
Delisa terdiam, pikirannya berkecamuk. Di satu sisi, ia ingin mempercayai Azka, namun di sisi lain, kata-kata Putri terus terngiang di kepalanya. Setiap kali ia mengingat bagaimana Putri menatapnya dengan senyum kemenangan, ia merasa bimbang, seolah-olah perasaannya sendiri tidak lagi penting. Delisa mengalihkan pandangannya, berusaha menghindari tatapan Azka yang penuh harap.
“Aku sudah mendengar semua penjelasanmu, Azka. Tapi, kenyataannya aku lebih sulit untuk percaya lagi,” jawab Delisa akhirnya. Ia berkata dengan nada pelan namun pasti.
Azka tampak kecewa, namun ia tidak menyerah. “Del, aku tahu aku sudah membuat banyak kesalahan. Aku memang seharusnya lebih tegas pada Putri dari awal. Tapi aku nggak pernah ingin ini semua jadi seperti sekarang. Aku hanya ingin kamu kembali percaya padaku.”
Delisa menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi yang tiba-tiba muncul. “Masalahnya, Azka, kepercayaan itu bukan sesuatu yang bisa kembali begitu saja. Setiap kali aku mencoba melupakan, selalu saja ada yang membuatku kembali ingat semua kebohongan Putri.”
Azka tampak putus asa, namun ia mencoba tetap tenang. “Aku nggak tahu lagi apa yang harus kulakukan untuk membuktikan perasaanku ke kamu, Del. Aku ingin kita kembali seperti dulu. Aku yakin hubungan kita masih bisa diselamatkan kalau kamu mau memberiku kesempatan sekali lagi.”
Delisa menatapnya dalam-dalam, dan meski ada bagian dari dirinya yang ingin memaafkan Azka, ketakutan akan kembali terluka lebih besar dari rasa sayangnya. “Azka, aku lelah. Aku tidak ingin terus-menerus berjuang sendirian menghadapi semua omongan orang-orang. Mungkin… mungkin kamu dan aku memang lebih baik seperti ini.”
Azka diam, merasakan beratnya keputusan yang dibuat Delisa. Meski sulit, ia mencoba memahami apa yang dirasakan gadis yang ia cintai itu. “Kalau itu benar-benar keputusanmu, aku tidak akan memaksamu lagi, Del. Tapi tolong ingat, aku akan selalu ada untukmu, kapan pun kamu membutuhkanku.”
Tanpa sepatah kata lagi, Delisa beranjak dari tempat duduknya, meninggalkan Azka yang hanya bisa menatap kepergiannya dengan hati yang hancur. Perasaan kecewa dan sesal berkecamuk dalam dirinya, namun Azka tahu bahwa Delisa membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka hatinya.
...****************...
Hari-hari berlalu dengan perlahan, dan meski Azka tidak lagi mendekati Delisa secara langsung, ia tetap berusaha menunjukkan perhatiannya dengan cara-cara kecil. Kadang ia meninggalkan pesan singkat yang penuh dukungan di loker Delisa, atau mengirimkan buku kesukaannya melalui Caca. Ia tahu bahwa Delisa mungkin tidak akan langsung menerimanya kembali, namun ia berharap bahwa dengan waktu, perasaan Delisa bisa luluh.
Namun, Putri yang mengetahui usaha Azka itu mulai kembali menjalankan rencana liciknya. Ia mulai beredar di sekolah dengan cerita-cerita yang membuat Delisa semakin meragukan niat tulus Azka. Putri selalu memastikan bahwa Delisa mendengar segala macam rumor yang ia sebarkan, bahkan tak jarang ia sengaja mendekati Azka hanya untuk menarik perhatian Delisa.
Di suatu siang, saat Delisa berjalan menuju kelas, ia melihat Putri berdiri di dekat Azka, tampak berbicara dengan nada manja. Sesekali Putri menyentuh lengan Azka, membuatnya terlihat sangat akrab. Meskipun Azka berusaha menjaga jarak, Putri terus mendekatinya, tidak peduli dengan tatapan Azka yang jengah.
“Sudah jelas, kan, Del?” seorang teman sekelas yang melihat pemandangan itu berbisik pada Delisa. “Azka memang nggak bisa jauh dari Putri. Mereka lebih cocok, menurutku.”
Hati Delisa kembali terasa sesak mendengar perkataan itu. Meskipun ia mencoba untuk tidak terpengaruh, semua yang ia lihat dan dengar seolah-olah memperkuat keraguannya terhadap Azka. Sesekali, ia bahkan mulai berpikir bahwa mungkin saja Putri benar—bahwa Azka memang tidak pernah benar-benar melepaskan dirinya dari hubungan masa lalu.
Malam itu, Delisa merenung sendirian di kamarnya. Semua kenangan bersama Azka kembali muncul, mulai dari tawa mereka hingga dukungan yang Azka berikan di saat-saat sulit. Ia teringat bagaimana Azka selalu ada untuknya, mendukungnya tanpa pamrih. Namun, bayangan Putri yang selalu mengganggu pikirannya membuat kenangan indah itu terasa pudar.
“Kenapa semuanya jadi serumit ini?” Delisa bergumam pada dirinya sendiri.
Meskipun hatinya masih menyimpan perasaan pada Azka, Delisa tidak bisa memungkiri bahwa bayangan Putri selalu menghantui pikirannya. Ia takut jika memberi kesempatan lagi pada Azka, semuanya akan terulang, dan ia kembali terluka. Dalam hati kecilnya, Delisa ingin sekali memaafkan Azka dan kembali pada hubungan yang dulu mereka miliki, namun keraguan yang terus-menerus muncul membuatnya sulit untuk melangkah maju.
...****************...
Azka, di sisi lain, mulai merasa frustrasi. Meski ia berusaha keras untuk menjaga jarak dari Putri, gadis itu selalu saja menemukan cara untuk mendekatinya. Bahkan ketika ia sudah dengan jelas menolak kedekatan Putri, gadis itu tetap bersikeras bahwa mereka masih memiliki hubungan yang spesial.
Suatu hari, Azka memutuskan untuk mengakhiri semuanya dengan Putri secara tegas. Ia menemui Putri di sudut taman belakang sekolah, berharap bahwa percakapan ini akan menjadi yang terakhir.
“Putri, aku harus jujur dengan kamu,” ucap Azka dengan nada serius. “Aku tidak punya perasaan apa-apa lagi pada kamu. Aku sudah mencoba mengatakan ini berulang kali, tapi sepertinya kamu tidak mau mengerti.”
Putri tampak terkejut dan marah. “Azka, kamu benar-benar tidak peduli pada perasaanku? Setelah semua yang aku lakukan untuk kamu, kamu tetap memilih gadis itu?”
Azka menghela napas, mencoba tetap tenang. “Putri, aku menghargai kamu sebagai teman, tapi hubungan kita sudah berakhir sejak lama. Kamu harus berhenti membuat rumor tentang Delisa dan aku.”
Namun, Putri tidak menyerah begitu saja. “Jadi kamu benar-benar memilih Delisa daripada aku? Kamu rela kehilangan aku hanya demi gadis itu?”
Azka mengangguk, tatapannya penuh ketegasan. “Ya, Putri. Aku akan memilih Delisa, bahkan jika itu berarti kehilangan kamu. Aku hanya ingin kamu berhenti mengganggu kami.”
Putri tersenyum sinis, tampak tidak terima dengan kenyataan itu. “Kamu pikir Delisa akan percaya padamu setelah semua yang aku lakukan? Tidak semudah itu, Azka. Delisa sudah terlalu banyak mendengar cerita tentangmu dan aku. Dia akan terus meragukanmu.”
Azka hanya bisa terdiam. Meski ia berharap bahwa Delisa pada akhirnya akan mempercayainya, dalam hati ia tahu bahwa semua rumor dan omongan orang telah meninggalkan luka mendalam pada Delisa. Meski ia berusaha menunjukkan ketulusan, kenyataan bahwa Delisa lebih percaya pada omongan Putri membuat Azka semakin merasa tidak berdaya.
Keesokan harinya, Azka kembali mencoba mendekati Delisa, berharap bahwa ia dapat memperbaiki hubungan mereka. Namun, Delisa yang masih dipenuhi keraguan tidak memberikan respons yang diharapkan Azka. Setiap kali Azka mencoba berbicara, Delisa selalu menghindar, seolah tidak ingin membuka hatinya lagi.
Delisa yang merasa terus dihantui oleh masa lalu Azka dengan Putri, memilih untuk menjaga jarak. Meskipun hatinya merindukan kehadiran Azka.