Kisah Aghnia Azizah, putri seorang ustadz yang merasa tertekan dengan aturan abahnya. Ia memilih berpacaran secara backstreet.
Akibat pergaulannya, Aghnia hampir kehilangan kehormatannya, membuat ia menganggap semua lelaki itu bejat hingga bertemu dosen killer yang mengubah perspektif hatinya.
Sanggup kah ia menaklukkan hati dosen itu? Ikuti kisah Nia mempelajari jati diri dan meraih cintanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Renyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Paralayang
Hujan grimis di pagi hari tak membuat semangat Malik redup. Pria itu telah sampai di kontrakan Aghnia sepuluh menit yang lalu, duduk di motor menunggu kekasihnya bersiap.
Aghnia keluar dari kamar dengan setelan longdress lengan pendek putih dipadu cardigan coklat dan jilbab pashmina warna senada. Berpamitan pada Monica yang berada di kamar.
"Hati hati, aku nggak mau kena omel Risti" ujar Monica. Aghnia mengangguk seraya berlalu.
Aghnia membuka pintu utama dan menghampiri Malik.
"Cantik banget" puji Malik, membuat Aghnia tersipu.
Sebelum hujan kembali turun, mereka bergegas berangkat ke bukit paralayang. Aghnia sangat senang, keinginannya akan segera terwujud, terbang bebas dengan parasut bersama orang terkasih. Sepanjang jalan gadis itu tak henti menyunggingkan senyum.
Sesampainya di puncak dan memarkirkan motor, Malik dan Aghnia bergegas menuju loket pembayaran, mereka berdua mendapat dua tiket dengan harga yang masih ramah di kantong mahasiswa.
Petugas menjelaskan kondisi cuaca mendung yang tak gelap ditambah dengan arah kecepatan angin yang lembut dan tidak kencang bisa untuk naik paralayang meskipun tidak termasuk kondisi ideal untuk terbang.
Kerena Aghnia menginginkan mereka berdua naik dalam satu parasut, petugas menjelaskan teknik kendali paralayang pada Malik. Sementara Malik memperhatikan penjelasan petugas, Aghnia sibuk berswafoto dengan pemandangan bukit paralayang yang sangat indah.
Lima belas menit berlalu, Malik telah memahami teknik kendali paralayang, petugas juga menghimbau Aghnia agar memakai celana tidak menggunakan rok, mengurangi resiko tersingkap, namun Aghnia menjelaskan ia telah memakai celana legging yang membuat auratnya aman.
Mereka berdua telah dipakaikan pengaman oleh pemandu. Malik dan Aghnia berdiri saling membelakangi. Malik berada di belakang Aghnia bertugas sebagai pilot, sedangkan Aghnia berada di depan Malik.
Petugas mengkomando Malik untuk menarik kedua tali paralayang seperti menerbangkan layang layang, menyuruhnya berlari mundur searah dengan lari Aghnia. Malik mengubah posisinya setelah mereka berdua berhasil terbang.
"Woaaahhhh" seru Aghnia kagum melihat keindahan kota dari atas.
Mereka berdua terbang layaknya burung yang terbang bebas. Karena pelana yang sempit, membuat Malik dan Aghnia berhimpit dalam satu paralayang.
Jantung Malik berdetak dengan kencang, ini pertama kali dirinya naik paralayang dengan seorang wanita, bahkan sangat dekat. Benda keras dibawah pusarnya menegang, reflek lelaki normal jika bersama wanita. Malik mencoba mengalihkan fokus dengan memandang indahnya kota dari atas langit.
"Seru sekali Malik" ungkap Aghnia.
"Iya sayang" jawab Malik.
Pria itu tak sengaja melihat kerudung belakang Aghnia yang tersingkap, memperlihatkan leher mulus gadis itu. Malik semakin susah payah mengontrol benda bawah pusarnya yang menegang.
Setelah setengah jam, mereka memutuskan terjun dan menyudahi bermain paralayang, mencari minuman hangat karena cuaca yang semakin mendung dan dingin. Malik berencana mengajak Aghnia ke villa keluarga milik pamannya. Karena kabut yang kian tebal dan udara semakin dingin pun Aghnia yang tak memakai jaket tebal, ia menyetujui ide malik.
Sesampainya di villa, Aghnia duduk di karpet bulu di ruang tengah, memeluk bantal untuk mengurangi rasa dingin. Malik pergi ke dapur melihat apakah ada persediaan minuman sachet yang biasa pamannya sediakan untuk pengunjung villa.
Malik menghampiri Aghnia yang bersender pada tembok memainkan ponselnya, dengan membawa nampan berisi dua gelas coklat panas dan satu kaleng biskuit yang ia temukan di lemari pendingin, lalu meletakkannya di karpet.
Malik mengusap puncak kepala Aghnia, berpindah menyelipkan tangan kanannya ke pinggang Aghnia.
"Dingin sayang" ucap Malik semakin menarik pinggang Aghnia mendekat padanya.
Aghnia meletakkan ponselnya di karpet. Menyenderkan kepalanya ke dada Malik, tangan Malik mengusap puncak kepala Aghnia. Seakan terbawa suasana, Malik menarik dagu Aghnia pelan, pria itu tersenyum mencium bibir merah muda Aghnia.
Gadis itu tertegun, tak dipungkiri ada sensasi tersendiri saat bibir Malik menempel pada bibirnya. Mereka berdua saling memangut, Aghnia meremas pundak Malik merasakan rasa yang semakin menggila.
Malik melepas pangutan, melepas pelan jilbab Aghnia, merebahkan gadis itu di karpet. Menciumi leher kekasihnya.
"Emmhhh" lenguhan keluar dari mulut Aghnia.
Mendengar desahan kekasihnya membuat Malik kesetanan, pria itu buru buru melepas cardigan Aghnia, menarik lingkar leher kaos, ingin mengekspos pundak mulus gadis itu. Seakan tak mau rugi, tangan Malik meremas kedua gundukan besar di dada Aghnia.
Aghnia merasakan remasan Malik, membuat ingatannya terpicu kepada Bimo, hingga ia pun sadar apa yang tengah mereka berdua perbuat. Gadis itu mendorong Malik, menampar pipi pria itu.
"Kita putus!" Tekan Aghnia.
Gadis itu mengambil ponselnya di karpet, melupakan jilbab dan cardigannya. Ia segera pergi meninggalkan Malik sendiri di villa.
Malik memegang pipinya yang terasa perih, pria itu bahkan tak mengejar Aghnia, ia mematung berusaha mencerna apa yang telah ia lakukan barusan.
Aghnia berjalan setengah berlari, gadis itu menangis dalam diam, ia melihat layar ponselnya mencoba memesan ojek online.
"Sial! Nggak ada sinyal" keluh aghnia.
Ia berjalan menuju jalan raya, berharap akan menemukan angkutan umum. Lima belas menit berjalan, aghnia menemukan pangkalan ojek dengan dua orang yang sedang duduk diatas motor masing masing. Gadis itu berlari menghampirinya.
"Ojek ke jalan raya berapa pak?" Tanya Aghnia setelah sampai di hadapan kedua pria itu
"Wah mulus nih bro" ucap pria berkumis berkulit sawo matang memandang Aghnia dari atas kebawah.
"Gratis neng, asal Abang bisa ngraba sedikit badan mulus neng cantik ini" jawab pria berambut kriting seraya tertawa. Pria itu turun dari motornya.
Merasa ada yang tak beres, Aghnia berbalik badan berjalan cepat menghindari dua pria itu, namun tangan kiri Aghnia dicekal oleh pria berambut kriting.
"Lepasin!" Ucap Aghnia tapi tak diindahkan oleh pria berambut kriting.
Gadis itu menendang buah zakar pria berambut kriting hingga cekalannya terlepas. Aghnia berlari, namun kakinya dijegal oleh pria berkumis hingga membuatnya jatuh tengkurap, satu kakinya diseret oleh pria berkumis itu. Aghnia menangis merasakan masalah datang bertubi tubi padanya.
"Tolong.." teriak Aghnia mencoba mencari bantuan. Ia meraih tanah dan melemparkannya pada pria berkumis, namun pria itu berhasil menghindar.
Alfi yang sedang menikmati kopi hitam di warung tua berjarak seratus meter dari pangkalan ojek, mendengar suara seorang wanita meminta tolong. Ia mencoba tak menghiraukannya, namun teriakan meminta tolong kembali terdengar.
"Denger ada yang minta tolong nggak nak?" Tanya si Mbah pemilik warung
"Iya Mbah" jawab Alfi.
Si Mbah dan Alfi berjalan ke depan, melihat siapa orang yang meminta tolong. Mata Alfi membulat melihat seorang wanita dilecehkan oleh dua orang preman.
Pria itu berlari menghampiri Aghnia, menendang tepat di hidung pria berambut kriting yang menarik satu kaki Aghnia.
Aghnia bersyukur ada seseorang yang menolongnya, gadis itu bangun dan bersembunyi tak jauh dari pria penolongnya.
"Sial! Siapa kamu?" Umpat pria berkumis.
Dengan memegangi kemaluannya yang tadi ditendang Aghnia, pria itu mencoba memukul dada Alfi, dengan sigap Alfi menghindar dan menghadiahi bogem di rahang pria berkumis.
"Cabut!" Ucap pria berambut kriting, mereka berdua menaiki motornya dan melesat pergi.