"Apa yang kamu tahu?" tanya Aditya pada pria yang kepalanya berlumuran darah.
"Aku hanya lihat ada tiga orang pria datang lalu dia menyuntikkan sesuatu pada wanita itu. Setelah wanita itu tidak berdaya, mereka menggantungnya seolah dia bunuh diri."
Usai mengatakan itu, pria tersebut menghilang tanpa bekas.
Sebagai seorang polisi, terkadang Aditya menemui kesulitan ketika mengungkap sebuah kasus. Dan tak jarang dia sering meminta informasi dari makhluk tak kasat mata yang ada di sekitar lokasi kejadian.
Aditya memanfaatkan indra keenamnya untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi di sekitarnya. Tak sendiri, dia ditemani jin cantik bernama Suzy yang rela membantunya melakukan apapun, kecuali mencarikan jodoh untuknya.
"Haiissshh.. Tante Suzy.. yang benar dong kalau kasih info. Nyasar lagi nih kita!" kesal Adita.
"Kalau mau nanya alamat tuh ke Mbah Gugel! Bukan ke aku!"
Aditya hanya menepuk keningnya saja.
"Percuma ngajak jin dongo," gumam Aditya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Wabah Bunuh Diri
Zahira masih duduk bersama beberapa teman sekelasnya setelah perkuliahan berakhir sepuluh menit yang lalu. Terhitung ada empat orang di dalam kelas. Zahira dan dua orang temannya tengah membicarakan soal kasus bunuh diri yang terjadi di kampusnya. Sedang seorang temannya lagi hanya duduk melamun tak jauh dari mereka.
"Yang meninggal bunuh diri mahasiswi S1 ya?" tanya Dila.
"Iya. Cuma selang tiga hari, eh ada lagi yang bunuh diri. Gila, udah kaya wabah aja," timpal Ira.
"Katanya ada yang bilang, salah satu yang bunuh diri itu karena dibully teman sekelasnya. Yang satu lagi katanya gara-gara hamil di luar nikah."
"Menurutku bodoh banget sih. Memangnya dengan dia bunuh diri, pelaku pembullyan akan bisa ditangkap? Jejak pembully-annya juga ngga ada. Susah diproses sama polisi. Terus yang bunuh diri gara-gara hamil di luar nikah, lebih parah. Dia udah dosa gara-gara zinah sampai hamil. Eh ditambah bunuh diri, menghilangkan dua nyawa sekaligus, nyawanya sama calon anaknya. Apa ngga berlipat-lipat dosanya? Dipikirnya pas dia dikubur masalah selesai gitu? Kan masih ada Malaikat Munkar Nakir yang nanyain dia. Ngga habis Fikri," tutur Zahira panjang lebar.
Kedua teman Zahira hanya menggelengkan kepalanya saja. Apa yang dikatakan Zahira memang benar, tapi kata-katanya tidak terlalu enak didengar di telinga. Tapi mereka sudah maklum dengan hal tersebut, mulut Zahira memang terkenal pedas ketika berbicara. Tidak heran kalau tidak banyak pria yang mau mendekatinya. Walau Zahira cantik, namun ucapan yang keluar dari mulutnya kerap membuat telinga sakit.
"Tapi aku juga mungkin bakalan seperti mereka," cetus Ulfa, teman Zahira yang sedari tadi hanya melamun saja. Apa yang dikatakan wanita itu sontak menarik perhatian yang lain.
"Kamu kenapa, Fa?"
"Habis ribut lagi sama Andre?"
"Gue sama Andre udah the end?"
"Kenapa?"
"Dia ngga mau tanggung jawab sama anak yang di dalam perut gue," jawab Ulfa seraya mengusap perutnya yang masih kempis.
"Apa?"
Kompak ketiga wanita itu langsung terkejut. Mereka mendekatkan kursi ke dekat Ulfa, ingin mendengar cerita temannya itu lebih banyak. Dengan berurai airmata, Ulfa mengatakan apa yang dialaminya. Karena bujukan Andre, Ulfa setuju diajak tidur bersama. Mereka melakukannya beberapa kali sampai akhirnya Ulfa hamil. Andre adalah seorang ASN yang tengah melanjutkan studinya ke jenjang S2. Sering bertemu di ruang perkuliahan, membuat keduanya terlibat hubungan percintaan.
"Andre tahu kamu udah hamil?"
"Tahu."
"Terus dia bilang apa?"
"Udah aku bilang, dia ngga mau tanggung jawab."
"Apa alasannya? Enak benar udah bikin anak orang melendung ngga tanggung jawab," sewot Zahira.
"Ternyata dia udah nikah. Istrinya juga lagi hamil."
Tangis Ulfa langsung pecah setelah mengakhiri ceritanya. Dila dan Ira kompak memeluk Ulfa. Wanita itu hanya bisa menangis menyesali kebodohannya. Dia bingung bagaimana harus mengatakan ini pada ayah dan ibunya.
"Si Andre kerja di mana?" tanya Zahira.
"Kamu mau ngapain?" tanya Dila.
"Mau aku datangin. Aku bakal seret dia biar mau tanggung jawab sama kamu."
"Terus istrinya gimana? Kasihan istrinya lagi hamil," jawab Ulfa masih menangis.
"Ya itu urusan dia. Siapa suruh kerjaannya nyebar benih di mana-mana. Udah gitu ngga mau tanggung jawab. Sok kecakepan banget jadi cowok. Asli pengen gue kebiri tuh orang," kesal Zahira.
Tiba-tiba saja Ulfa berdiri. Dia merasakan perutnya bergejolak. Sambil berlari wanita itu keluar dari kelas. Zahira dan yang lain bergegas menyusul. Ternyata Ulfa berlari menuju toilet. Wanita itu memuntahkan isi perutnya yang belum terisi apapun sejak pagi. Hanya cairan bening saja yang keluar dari mulutnya.
"Fa.. kamu ngga apa-apa?"
"Ngga. Aku cuma mual aja."
"Aku belikan minuman hangat ya," tawar Dila.
"Kamu pasti belum makan. Kamu mau makan apa?" kini Ira yang bertanya.
"Apa aja," jawab Ulfa pelan.
Dila dan Ira segera pergi, meninggalkan Ulfa dalam pengawasan Zahira. Ulfa masih mencuci mukanya di wastafel. Zahira yang berdiri di dekat bilik toilet terkejut ketika merasakan kakinya disentuh sesuatu. Refleks dia menundukkan kepalanya. Hampir saja dia menjerit ketika melihat sebuah tangan memegang pergelangan kakinya. Sang pemilik tangan adalah wanita dengan rambut panjang. Ketika menyeringai wajahnya sangat menyeramkan, membuat Zahira bergidik.
"Fa... Gue keluar duluan ya."
Tanpa menunggu jawaban Ulfa, Zahira langsung keluar dari kamar mandi. Dia berjalan menjauhi kamar mandi. Sesekali dia menoleh ke belakang, memastikan makhluk tadi tidak mengikutinya. Gadis itu berdiri di tembok yang membatasi lantai. Sekarang dia sedang berada di lantai empat. Zahira melihat ke bawah, nampak beberapa kerumunan mahasiswa di sana. Sepertinya polisi sudah datang untuk menyelidiki kasus bunuh diri yang terjadi.
Sementara itu Ulfa masih bertahan di dalam toilet. Wanita itu masih menangis sambil menghadap cermin. Raut putus asa terlihat di wajahnya. Beberapa kali dia menghapus airmatanya yang terus membanjiri wajahnya. Tiba-tiba saja muncul sosok wanita menyeramkan di samping Ulfa. Sosok yang dilihat oleh Zahira tadi. Dia berbisik pelan di telinga Ulfa.
"Kalau hidup terlalu berat, mati saja," ujarnya di telinga Ulfa. Walau tidak bisa melihat, tapi Ulfa bisa mendengar ucapan makhluk itu dengan jelas.
"Dia tidak akan bertanggung jawab padamu. Apa kamu sanggup hidup dengan menanggung malu? Lebih baik mati saja. Kamu tidak usah pusing memikirkan masalahmu lagi."
Seperti tersirap oleh kata-kata makhluk tersebut, kepala Ulfa mengangguk pelan. Wanita itu berjalan keluar dari toilet. Wanita itu melintasi Zahira begitu saja. Tatapannya nampak kosong dan berjalan seperti robot. Zahira yang menyadari itu segera memanggil Ulfa.
"Fa.. mau kemana?"
Tidak ada jawaban dari Ulfa. Wanita itu terus berjalan menuju tangga darurat. Melihat sikap aneh Ulfa. Dia segera menahan tangan Ulfa yang hendak masuk ke tangga darurat.
"Kamu mau kemana?"
"Jangan ikut campur!"
Seketika pegangan tangan Zahira terlepas ketika melihat sosok menyeramkan di toilet tadi sekarang sudah di samping Ulfa. Dia mendekati Zahira yang ketakutan sampai jatuh terduduk. Sosok itu merangkak mendekati Zahira. Kuku jarinya panjang dan tajam. Zahira beringsut mundur sambil menutup matanya. Pelan-pelan dia membuka matanya ketika mendengar suara pintu tertutup. Makhluk itu sudah tidak ada di dekatnya begitu juga dengan Ulfa.
"Ulfa!"
Zahira berlari menuju tangga darurat. Ketika hendak membuka pintu, gadis itu nampak ragu. Bagaimana kalau makhluk itu masih ada? Gadis itu mengambil ponselnya dan berusaha menghubungi Dadvar, namun panggilannya hanya terhubung pada kotak suara. Dia kemudian menghubungi Razan, tapi adiknya tidak menjawab panggilan.
Untuk sesaat Zahira terpaku di tempatnya. Perasaan cemas dan takut berperang dalam pikirannya. Takut sesuatu terjadi pada Ulfa, Zahira memberanikan diri membuka pintu menuju tangga darurat. Kepalanya mendongak ke atas. Terdengar suara langkah kaki dari arah atas. Zahira yakin kalau itu adalah langkah kaki Ulfa. Bergegas gadis itu menyusulnya.
"Ulfa tunggu!!"
Teriakan kencang Zahira yang bergema di sekitar tangga darurat seakan tidak terdengar oleh Ulfa. Wanita itu terus saja menaiki anak tangga, menuju lantai teratas gedung fakultas tempatnya menimba ilmu. Sadar Ulfa tak menyadari teriakannya, Zahira pun menyusulnya. Di tengah upayanya mengejar Ulfa, ponselnya berdering. Dengan cepat Zahira menjawab panggilan yang berasal dari Dila.
"Zah.. tanyain sama Ulfa dia mau bakso ngga?"
"Ulfa, dia nekad mau ke roof top. Tolong bawa siapa aja ke sini. Aku takut dia mau bunuh diri."
"Apa??"
"Cepat!!!"
Zahira segera mengakhiri panggilan tersebut. Dia mempercepat langkahnya menyusul Ulfa. Temannya itu hampir tiba di lantai atas. Jangan sampai Ulfa nekad bunuh diri seperti yang dikatakannya tadi. Dengan nafas terengah, Zahira terus menyusul Ulfa.
Sementara itu, Dila segera mencari bantuan atas arahan Zahira. Matanya memandang sekeliling, lalu melihat keberadaan Tristan. Pria itu baru saja selesai melakukan penyelidikan. Sambil berlari, wanita itu mendekati Tristan.
"Pak!! Tolong! Tolong!"
Langkah Tristan dan Nusa terhenti ketika mendengar teriakan Dila. Wanita itu berlari mendekati Tristan. Dia menarik nafas sejenak untuk meredakan nafasnya yang memburu.
"Ada apa?"
"Tolong.. te.. teman saya ma.. mau bunuh diri."
"Apa? Di mana?"
"Di gedung sana. Dia lagi ke rooftop. Teman saya sedang berusaha mencegahnya."
Tangan Dila menunjuk gedung fakultasnya. Tristan segera berlari menuju gedung fakultas tersebut. Jangan sampai ada korban bunuh diri lagi. Sudah ada dua korban bunuh diri sini. Kampus ini seperti tengah terkena wabah bunuh diri saja.
Sementara Zahira yang sudah berhasil menyusul Ulfa sampai ke rooftop dikejutkan oleh makhluk menyeramkan yang menghalanginya tadi. Makhluk itu sekarang berdiri tepat di hadapannya.
***
Eng.. Ing... Eng..Zahi mau ketemuan nih sama Tristan😂
Ini penampakan Zahira
menyusahkan tapi ujungnya baiklah 😂😂
waaah sean emang kmu punya orderan ala aja😆😆😆😆😆