sebuah notifikasi pesan masuk dari reno "sayang, kamu tolong bayarin dulu apartment aku bulan ini ya!"
lalu pesan lainnya muncul "sekalian transfer juga buat aku, nanti aku mau main sama teman teman, aku lagi gak ada duit"
jangan dibawa serius plies 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dhyni0_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 16
Pagi itu terasa lebih berat dari biasanya. Keira terbaring di ranjang, tubuhnya terasa sakit di setiap inci, bekas cengkeraman dan gigitan kasar Reno masih terlihat jelas di kulitnya. Semalaman dia tidak bisa tidur, pikirannya terus berputar, berusaha mencari jalan keluar dari siklus yang semakin mencekiknya. Matanya menatap Reno yang masih terbaring di sebelahnya, tertidur pulas seolah tidak ada yang salah.
Dengan pelan, Keira bangkit dari ranjang, merasakan nyeri di sekujur tubuhnya. Setiap gerakan seperti mengingatkan pada luka emosional yang baru saja digoreskan Reno tadi malam. Langkahnya tertatih menuju kamar mandi. Di sana, ia menyalakan shower, membiarkan air mengalir deras di atas kepalanya. Bersamaan dengan itu, air mata yang selama ini ditahannya jatuh tanpa bisa ia cegah.
Keira menangis dalam hening. Rasanya sakit, bukan hanya fisik, tapi juga hatinya. Dia merasa terjebak, tidak tahu bagaimana caranya keluar dari situasi ini. Di satu sisi, dia masih mencintai Reno, atau setidaknya dia berpikir demikian. Namun, di sisi lain, dia tahu bahwa hubungan ini semakin menghancurkannya, membuatnya kehilangan dirinya sedikit demi sedikit.
Tiba-tiba, pintu kamar mandi diketuk. "Ra, buka," terdengar suara Reno yang masih serak, membangunkan Keira dari lamunannya. Dengan tangan gemetar, ia meraih gagang pintu dan membukanya. Reno masuk tanpa basa-basi, matanya masih setengah mengantuk, tapi dia segera menyalakan shower kembali. Tanpa berkata apa-apa, dia melingkarkan lengannya di sekitar Keira dari belakang, menarik tubuhnya yang gemetar ke dalam pelukan yang terasa seperti rantai.
Keira terdiam, membiarkan air shower itu mengalir di tubuhnya. Reno menunduk, mencium rambutnya yang basah, seolah tidak ada yang salah. "Maafin gue ya," ucapnya lirih, tapi tidak terdengar tulus, lebih seperti kalimat kosong yang diucapkan tanpa rasa bersalah.
Keira ingin menjauh, tapi tubuhnya terlalu lemah untuk melawan. Pikirannya semakin kabur, dan hanya ada satu pertanyaan yang terus berputar di dalam kepalanya "sampai kapan aku bisa bertahan seperti ini?"
Namun, meski hatinya ingin berteriak, tubuhnya tetap diam dalam pelukan Reno. Sisa-sisa keberanian untuk melawan sudah terkuras habis.
...****...
Sesampainya di kantor, Keira berjalan dengan langkah berat. Wajahnya pucat, matanya terlihat lelah dan kosong. Setiap langkah terasa seperti perjuangan besar, namun ia tetap memaksa diri untuk tersenyum dan menjalani hari seperti biasa. Saat tiba di ruangannya, asistennya, Lila, langsung memperhatikan perubahan drastis pada Keira.
"Bu, ibu nggak apa-apa?" tanya Lila dengan nada khawatir, matanya penuh kecemasan melihat keadaan atasannya yang tidak seperti biasanya.
Keira tersenyum tipis, meski senyum itu tak mampu menutupi kelelahan di wajahnya. "Aku baik-baik saja, Lila. Jangan khawatir," ucapnya pelan, berusaha meyakinkan dirinya sendiri lebih daripada asistennya.
Namun, semakin hari berjalan, tubuh Keira makin terasa berat. Saat meeting penting bersama timnya dimulai, dia merasa semakin lemas. Axel, yang sejak awal memperhatikan perubahan Keira, semakin khawatir. Tatapan Axel terus memantau Keira, dan dia bisa melihat betapa pucatnya wajah wanita itu.
"Keira, kamu nggak apa-apa?" tanya Axel pelan saat meeting berlangsung, suaranya dipenuhi perhatian yang tulus. "Lebih baik kamu istirahat saja. Saya yang handle sisanya."
Keira mengangguk pelan, menerima saran Axel. Ia tahu tubuhnya tidak bisa dipaksa lebih lama. Saat mencoba berdiri dari kursi, pandangannya tiba-tiba kabur, dan sebelum ia sempat mengucapkan sepatah kata, tubuhnya ambruk ke lantai.
"Keira!" Axel berseru panik, langsung berlari ke arah Keira. Semua orang di ruangan pun langsung bergegas mendekat, membantu mengangkat Keira. Axel mengangkat tubuhnya dengan hati-hati, memastikan bahwa dia tidak terluka lebih parah.
“Kita harus bawa dia ke rumah sakit,” kata Axel, tegas namun tenang, sambil menggendong Keira keluar dari ruangan meeting.
Semua mata terarah pada mereka, dan Axel dengan cepat memimpin membawa Keira ke mobilnya. Di sepanjang perjalanan, Axel hanya bisa terus menatap wajah Keira yang tampak begitu lemah. Pikirannya penuh kekhawatiran ada sesuatu yang salah dengan Keira, dan dia harus tahu apa yang sedang terjadi.
hampir mirip dengan hidupku
Semangat terus Authot
Jangan lupa mampit ya 💜