"Dia membuang sebuah berlian, tapi mendapatkan kembali sesuatu yang kurang berharga. Aku yakin dia akan menyesali setiap keputusannya di masa depan, Illana."—Lucas Mathius Griggori.
Setelah cinta pertamanya kembali, Mark mengakhiri pernikahannya dengan Illana, wanita itu hampir terkejut, tapi menyadari bagaimana Mark pernah sangat mengejar kehadiran Deborah, membuat Illana berusaha mengerti meski sakit hati.
Saat Illana mencoba kuat dan berdiri, pesona pria matang justru memancing perhatiannya, membuat Illana menyeringai karena Lucas Mathius Griggori merupakan paman Mark-mantan suaminya, sementara banyak ide gila di kepala yang membuat Illana semakin menginginkan pria matang bernama Lucas tersebut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunny Eclaire, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20. Arah angin berubah.
Lucas merebahkan tubuh Illana di ranjang, menindihnya seraya kembali memulai ciuman penuh hasrat. Ia kehilangan kendali, ia berhasil menghancurkan dinding pembatas yang selama ini selalu membentengi mereka, Lucas merasa ia terbebas dan mendapat kesempatan untuk meraih wanita itu.
Bahkan kancing blouse yang begitu mudah dibuka—justru terlepas dan jatuh berserakan di lantai serta sudut-sudut ranjang karena tak sanggup menanggapi keserakahan Lucas ketika merobeknya, seolah jika tidak seperti ini—waktu akan cepat habis. Sementara hujan kembali membasahi Berlin, mendukung sikap kurang ajar Lucas.
"Ugh! Um—"
"Illana."
Pria itu sejenak berhenti, mengatur jarak wajah mereka, menatap mata Illana semakin sayu dan tak berdaya untuk melawan.
"Apa yang kamu lakukan? Apa yang kamu inginkan dariku?" Suaranya begitu lirih, nyaris tersamarkan oleh deras air hujan ketika bersentuhan dengan atap rumah.
"Memilikimu sepenuhnya."
"Jangan. Jangan menginginkanku."
"Mengapa?"
"Kamu bisa bersama siapa pun, tapi bukan denganku. Mari menjadi teman baik sampai kapan pun, aku akan menganggapmu kakak laki-lakiku."
Ekspresi Lucas terlihat suram. "Aku tak ingin hanya menjadi teman baik atau kakakmu, aku ingin menjadi pasanganmu."
"Jangan—"
"Mengapa? Kamu masih mencintai Mark, huh?"
"Mark? Dia, dia melihatnya. Dia di seberang jalan."
"Melihatnya?" Lucas mendengkus, ia menyeringai penuh amarah ketika mengingat keponakannya. "Biarkan dia melihat lebih banyak, karena aku takkan merelakanmu kembali padanya."
"Argh!"
Rintihan Illana dibungkam paksa menggunakan ciuman, meski ia menangis, sepertinya Lucas takkan berhenti, sepasang mata pria itu menunjukan kemarahan besar.
Beralih dari bibir Illana, ia berpindah pada bahu serta leher seraya meninggalkan bekas gigitan-gigitan kecil. Lucas harus bersyukur saat hujan deras di luar rumah menyamarkan rintihan serta lenguhan Illana yang harus menahan segala hal tanpa mampu memberontak. Kedua tangan Lucas merapatkan jari-jarinya pada tangan Illana di samping kepala wanita itu.
Kissmark terlihat pada beberapa titik di sekitar leher, bahu serta tulang selangka, sepertinya hasrat Lucas semakin membakar pria itu, mengajak Illana agar tenggelam bersama malam ini.
"Jangan!"
Kedua kaki Illana kaku, seluruh otot-ototnya menegang diikuti tarikan napas panjang ketika bagian sensitifnya ditekan berulang kali oleh sesuatu hingga terasa menyakitkan.
Saat Lucas berhasil, momen tersebut menjadi puncak rasa sakit Illana, air matanya semakin banyak.
"Illana. Kamu—" Pria itu tersentak sekaligus berhenti, ia terkejut menanggapi kondisi Illana benar-benar di luar perkiraannya. Apakah ini benar?
"Bun-uh saja aku." Wajahnya menjadi cukup pucat.
Genggaman tangan Lucas mengendur, bahkan meski belum selesai, ia memilih beranjak dan mundur. Ia menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang Illana, lalu beralih menuju kamar mandi seraya tertegun—berusaha mencerna situasi yang terjadi.
"Ini pasti mustahil, bukan? Tidak mungkin mereka tidak pernah—" Seharusnya Lucas senang, tapi ini cukup tidak masuk akal.
Setelah membersihkan diri dan mengganti pakaian, pria itu membuka salah satu jendela di kamarnya, membiarkan udara dingin menerobos masuk tanpa ragu. Ia menyalakan pemantik api untuk sebatang rokok.
Pikirannya berkecamuk, ia sulit mempercayai fakta di depan mata, jika Lucas tak melakukannya—maka ia takkan pernah mengetahui apa pun, ini lebih mengejutkan dari bunyi dentuman petir di langit.
Pria itu menoleh, menatap sedih Illana yang sudah lelah menangis dan berakhir terlelap.
"Maafkan aku."
***
PRANG!!!
Pagi ini penghuni penthouse Lucas terkejut ketika mendengar bunyi benda pecah cukup keras, tanpa mereka tahu bahwa Illana baru saja melempar satu heelsnya ke arah Lucas, tapi pria itu berhasil menghindar. Sementara heels hitam Illana membuat guci antik pada permukaan nakas pecah berantakan.
Illana terbangun dengan kemarahan besar, meski sisa efek alkohol masih hinggap di tubuhnya, wanita itu tetap beranjak, memunguti pakaian, tapi mengganti blouse yang sudah rusak menggunakan sebuah kaus oversize di sudut ranjang, mungkin sengaja disediakan untuknya.
"Illana."
"Kamu memiliki penjelasan untukku, bukan? Mengapa kamu melakukan ini, mengapa kamu memaksaku dan membuat semua terjadi. Apa kamu binatang yang tidak bisa menahan napsu, huh!" Ia meledak, tangannya gemetar memegang heels lain seraya menatap tajam Lucas yang berdiri di sudut ruangan. "AKU BUKAN PELACUR YANG BISA KAMU MANFAATKAN SEPERTI INI! Bagaimana mungkin kamu bersikap sangat jahat, sementara sejak awal aku telah mempercayaimu tanpa keraguan sedikit pun!"
Sekali lagi, tangannya yang gemetar melempar heels terakhir sekuat tenaga, tapi meski kening Lucas mengeluarkan banyak darah akibat tindakan Illana, ekspresi wanita itu tetap datar. Tak ada kecemasan seperti yang pernah diperlihatkannya ketika Lucas pingsan pada pelukannya malam itu.
T-shirt putih Lucas berubah merah ketika darah di keningnya mengalir melewati sisi wajah dan menetes di sana. Ini cukup sakit, tapi menyadari perasaan Illana lebih terluka—membuat pria itu tetap bungkam, ia belum bereaksi untuk menanggapi sikap brutal Illana.
"Aku pasti akan menembakmu jika memiliki pistol di tanganku sekarang. Sepertinya kamu beruntung karena kedua tanganku telah kosong."
"Illana. Kamu dan Mark—"
"DIAM, BAJINGAN!!! Kamu tidak berhak menghinaku, apa pun yang terjadi antara kami bukanlah urusanmu. Mengapa kamu menjadi seperti ini, huh? Kamu tidak lagi menghargaiku sebagai seorang perempuan?"
"Aku minta maaf."
"Kamu bisa meminta maaf sebanyak yang kamu inginkan, tapi aku takkan pernah melupakan situasi ini. Kamu telah melukaiku terlalu banyak, kamu masih belum sadar, huh?"
"Aku tahu, Illana. Katakan apa yang harus aku lakukan agar kamu—"
"Menghilanglah. Menghilanglah dari kehidupanku mulai hari ini, aku tidak ingin bersinggungan denganmu lagi. Kamu membuatku semakin menyedihkan."
Lucas mendekat, ia berusaha meredam kemarahan wanita itu dengan memeluknya, tapi Illana berusaha memberontak, mendorong Lucas agar menjauh meski usahanya sia-sia. Energi Illana telah habis, ia mampu berdiri saja lebih dari cukup.
"Lepas! Lepaskan aku! Jangan membuatku semakin marah terhadapmu."
Lucas mengalah, ia melepas pelukannya, ia bahkan mengabaikan luka pada kening akibat sentuhan heels Illana.
"Aku akan pulang. Aku harus pulang." Ia berjalan terhuyung melewati pria itu.
"Aku bisa mengantarmu, Illana."
"Jangan menyinggungku lagi, bajingan!" Ia keluar dari kamar setelah membuka pintu, dan pemandangan yang harus dihadapinya adalah ketika banyak pelayan memperhatikan dari jauh setelah mendengar keributan di kamar tuan mereka.
"Beny akan mengantarmu!" Lucas sempat menyusul dan keluar dari kamar, para pelayan semakin terkejut melihat pria itu terluka.
"Aku tak membutuhkan apa pun darimu. Enyahlah!" Illana berhasil keluar dari penthouse meski tanpa alas kaki, ia menatap dingin banyak orang saat melewati mereka.
Lucas tak kehabisan akal, ia meminta Beny mengikuti Illana meski membuntutinya menggunakan mobil ketika wanita itu justru berjalan dengan putus asa.
"Tapi, Tuan. Luka di keningmu—"
"Aku bisa mengurusnya sendiri. Cepat ikuti, Illana! Jika terjadi sesuatu kepadanya, kalian semua yang akan menanggung kemarahanku!"
Illana telah menelepon Nora setelah menghidupkan ponsel, ia meminta Nora menjemput, lalu mengirim maps lokasi Rockstar Village kepada sekretarisnya.
Illana tak sanggup berjalan lebih jauh, ia berhenti dan duduk di tepi trotoar seraya menangis. Situasi di sekitar cukup sepi karena masih mencakup area penthouse Lucas, sehingga kendaraan milik warga lain takkan melewati tempat ini.
"Apa salahku? Mengapa dua pria dari Keluarga Griggori memperlakukanku seperti ini? Mengapa mereka menyakitiku bergantian, apa salahku?"
Beny menginjak pedal rem dari jarak sekitar empat meter di belakang Illana, pria itu merasa sedih melihat pemandangan wanita menangis di depan sana.
"Apa yang tuan inginkan sehingga bersikap buruk terhadap Nona Illana. Jika memang tuan menyukainya, bukankah dia bisa mengejar menggunakan cara yang benar? Aku tak bisa melakukan apa pun untuk menolong Nona Illana. Sebaiknya tetap seperti ini."
***