Nia tak pernah menduga jika ia akan menikah di usia 20 tahun. Menikah dengan seorang duda yang usianya 2 kali lipat darinya, 40 tahun.
Namun, ia tak bisa menolak saat sang ayah tiri sudah menerima lamaran dari kedua orang tua pria tersebut.
Seperti apa wajahnya? Siapa pria yang akan dinikahi? Nia sama sekali tak tahu, ia hanya pasrah dan menuruti apa yang diinginkan oleh sang ayah tiri.
Mengapa aku yang harus menikah? Mengapa bukan kakak tirinya yang usianya sudah 27 tahun? Pertanyaan itu yang ada di pikiran Nia. Namun, sedikit pun ia tak berani melontarkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon m anha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suami Sempurna
Hari-hari Nia berlalu dengan begitu bahagia dengan Faris yang terus memanjakannya, melakukan apa saja yang diminta Nia. Walaupun Nia bukanlah ibu hamil yang terbilang rewel. Namun, Faris terus saja memanjakannya. Semenjak mendapat kabar jika Nia sedang hamil Faris mengubah jam kerjanya menjadi lebih sedikit dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan Nia.
Satu hal yang menjadi kebiasaannya, yaitu ingin makan apapun setiap malamnya dan harus dibuatkan oleh Faris dan itu dimaklumi oleh seluruh keluarga. Bahkan, terkadang saat mendengar suara ribut-ribut di dapur mereka sudah tahu jika itu adalah Faris yang sedang memasak untuk Nia, terkadang Agatha juga bangun dan membantu anaknya.
Hari-hari dilalui Nia dengan menjadi menantu kesayangan di rumah itu.
Malam hari, Nia kembali ingin makan. Namun, berbeda di malam sebelumnya, jika di malam sebelumnya yang meminta Faris untuk membuat makanan dan memasaknya sendiri meminta suaminya itu untuk membawanya ke sebuah Restoran, tempat ia dan Dita selalu makan bersama.
Nia yang membangunkan Faris yang sedang tertidur, memintanya untuk mengantarnya.
"Mas, anterin aku ya, aku benar-benar tak tahan ingin makan di restoran itu," pinta Nia, ia benar-benar tak tahan ingin mencicipi makanan tersebut.
Faris yang baru terbangun langsung melihat jam yang ada di dinding kamarnya, melihat jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari.
"Ya udah, kamu sebutkan saja mau makan apa. nanti aku yang beli di tempat yang kamu maksud tadi," ucap Faris yang tak mungkin membawa Nia keluar di tengah malam seperti saat ini.
"Nggak, Mas. Tapi, aku pengen makan di sana, boleh ya, aku ingin makan steak," rengek Nia membuat Faris pun berpikir sejenak. Ia tahu istrinya itu sangat tak bisa tahan jika ingin memakan sesuatu yang memang keinginannya.
"Bagaimana kalau itu Mas saja yang buatkan untukmu, nanti aku minta bibi ajarkan, buatan bibi juga enak kok," ucap Faris membuat Nia pun menggeleng. Ia bahkan kini sudah berkaca-kaca saat permintaannya ditolak.
"Ya udah, kita pergi. Jangan nangis dong, apapun yang kamu inginkan akan aku berikan," ucap Faris kemudian ia beranjak dari tempat tidurnya, berjalan menuju ke ruang ganti dan mengambil jaket untuk Nia dan juga kunci mobilnya.
"Ayo kita pergi," ucap Faris setelah memakaikan jaket pada Nia.
Mereka pun menuruni anak tangga, bersiap untuk pergi ke restoran yang dimaksud oleh Nia.
"Faris, Nia! Kalian mau ke mana?" tanya Agatha yang tadi terbangun karena sudah terbiasa terbangun tengah malam seperti itu, biasanya Agatha yang membantu Faris membuat menu makanan yang diinginkan Nia.
"Ini, Bu. Nia ingin makan steak," jawab Faris membuat Agatha pun langsung dilihat ke arah menantunya.
"Kamu mau beli di mana?" tanya Agatha.
"Di restoran X, aku suka makan di sana, Bu," jawab Nia yang membuat Agatha yang juga sering makan di sana mengerutkan keningnya.
"Nia, Faris! Kamu sadar ini jam berapa, restoran itu paling lama buka jam 10.00, ini sudah jam berapa, Nak?" tanya Agatha memperlihatkan jam yang ada di pergelangan tangannya.
Nia dan Faris saling melihat.
"Benar, Sayang. Kalau gitu biar aku coba buatkan di rumah saja, ya," ucap Faris membuat Nia pun mengangguk. Kemudian mereka pun masuk ke dapur, Faris dan Agatha membuat steak yang diinginkan oleh Nia. Namun, keduanya bisa melihat jika Nia terlihat tak senang akan hal itu, membuat Agatha pun menghela nafas.
"Faris, coba kamu telepon pemilik restoran itu, siapa tahu saja dia bisa menyediakan steak buat Nia dan membuka restorannya untuk kalian," ucap Agatha yang mengerti bagaimana perasaan ibu hamil.
Faris pun melakukan hal yang diminta oleh ibunya, setelah menelpon dan bernegosiasi akhirnya pemilik restoran itu pun berani membuka restorannya khusus untuk Faris. Ia juga menelepon koki yang selama ini memasak steak yang seperti diinginkan oleh Nia, tentu saja ia harus merogoh pengeluaran untuk membooking restoran tersebut.
"Nia, katanya restorannya masih buka, apa kamu mau makan di sana?" tanya Faris menghampiri Nia yang sejak tadi hanya menunduk dan memainkan jus buah yang tadi diambilnya dari kulkas sambil menunggu steaknya matang. Mendengar itu Nia pun langsung mengangguk dengan mata yang berbinar.
"Ya udah kita pergi sekarang," ucap Faris mengecup kepala Nia yang tertutupi hijab. Kemudian, mereka pun keluar dari rumah. Tentu saja setelah berpamitan pada Agatha, mobil Faris pun melaju ke luar pintu gerbang menuju ke restoran yang telah di bookingnya. Sementara Agatha hanya berdiri di depan pintu melihat mobil putranya melaju membawa menantunya itu ke restoran yang diinginkannya. Apapun akan mereka lakukan agar Nia bisa melalui kehamilannya dengan penuh kebahagiaan.
Begitu mereka sampai di restoran, benar saja restoran itu sudah menyambut kedatangan mereka. Steak juga sudah dihidangkan di meja makan dan menu lain yang sudah dipesan oleh Faris. Nia yang melihat semua itu melongo, takjub dan begitu senang. Ia pun makan dengan lahap, Faris yang tak lapar hanya terus memperhatikan Nia makan sambil sekali membersihkan makanan yang ada di sudut bibirnya.
"Mas, kamu nggak makan?" tanya Nia yang melihat Faris hanya terus saja melihatnya. Faris menggeleng.
"Melihatmu makan dengan lahap seperti itu sudah membuatku kenyang. Ayo makan lagi," ucap Faris menambahkan makanan ke piring sang istrinya yang belakangan ini nafsu makannya cukup besar, membuat Nia pun mengangguk dan kembali memakan makanan yang dihidangkannya.
Setelah dirasa cukup, Nia pun langsung kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, Nia yang sudah merasa kenyang tak bisa menahan rasa kantuknya dan ia pun tertidur di mobil. Faris memarkirkan mobilnya kemudian dengan perlahan mengangkat Nia menuju ke kamar, membaringkan istrinya dengan sangat hati-hati dan menyelimutinya. Faris duduk di sisi tempat tidur, menggenggam tangan Nia yang sedang tertidur pulas.
"Teruslah berada di sisiku, aku sangat mencintaimu, Nia," ucap Faris mengecup punggung tangan Nia. Kemudian ia pun merapikan selimutnya, Faris menuju ke kamar mandi mencuci wajahnya. Dia sudah tak mengantuk lagi, setelahnya Faris pun mulai mengerjakan beberapa pekerjaannya. Sudah sebulan ini ia mengurus Nia dengan sangat baik, tak peduli jika waktu tidurnya banyak terganggu begitupun dengan pekerjaannya, banyak pekerjaan yang seharusnya selesai di bulan itu dimajukan ke bulan-bulan berikutnya. Beruntung ia memiliki orang-orang di belakangnya yang tak kalah hebatnya, membuat pekerjaan yang benar-benar penting bisa mereka handle sendiri tanpa campur tangan Faris. Mereka semua mengerti jika saat ini bos mereka itu sedang merawat istrinya yang sedang hamil.