Saat sedang menata hati karena pengkhianatan Harsa Mahendra -- kekasihnya dengan Citra -- adik tirinya. Dara Larasati dihadapi dengan kenyataan kalau Bunda akan menikah dengan Papa Harsa, artinya mereka akan menjadi saudara dan mengingat perselingkuhan Harsa dan Citra setiap bertemu dengan mereka. Kini, Dara harus berurusan dengan Pandu Aji, putra kedua keluarga Mahendra.
Perjuangan Dara karena bukan hanya kehidupannya yang direnggut oleh Citra, bahkan cintanya pun harus rela ia lepas. Namun, untuk yang satu ini ia tidak akan menyerah.
“Cinta tak harus kamu.” Dara Larasati
“Pernyataan itu hanya untuk Harsa. Bagiku cinta itu ya … kamu.” Pandu Aji Mahendra.
=====
Follow Ig : dtyas_dtyas
Saran : jangan menempuk bab untuk baca y 😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CTHK 11 ~ Tukang Ngadu
Biasanya Leo akan datang ke hotel di atas jam delapan, hari ini berbeda. Jam tujuh sudah terlihat memasuki ruangannya. Dara memilih kabur dari kubikelnya, selain memang harus mengawasi area dan memastikan semua tim yang bertugas bekerja sesuai tupoksinya.
Hendak mendatangi kamar 2807 dimana masih ada Pandu di sana, tapi Vio mengingatkan lagi kalau hal itu adalah tindakan bod0h. Dara bisa dituduh merayu atau tidak sopan kepada tamu. Apalagi mendatangi kamar menggunakan seragam tanpa ada urusan atau keluhan.
“Halo.”
Dara menjawab panggilan dari Bunda dengan tidak minat.
“Bunda hanya tiga hari di sini, tolong awasi Citra.”
“Bun, Citra sudah dewasa. Bukan lagi tanggung jawab Bunda, apalagi aku.”
“Tolong Bunda, sempatkan datang ke rumah untuk cek keadaannya. Di telepon tidak dijawab, Bunda takut dia macam-macam. Dia amanat untuk kita, Dara.”
Berdehem, hanya itu yang bisa Dara lakukan merespon permintaan Bundanya mengenai Citra. Untuk sementara dia masih Citra lah alasan dia memutuskan hubungan dengan kekasihnya.
“Paling juga lagi enak-enak sama Harsa,” gumam Dara setelah panggilan berakhir. Ponselnya kembali bergetar, nama Leo tertera di sana.
“Selamat pagi, Pak Leo.”
“Lima belas menit lagi, datang ke ruanganku!”
“Baik ….” Leo sudah mengakhiri panggilan. “Ck, puas-puasin pak. Mana tau besok udah nggak bisa marah-marah ke saya.”
Awalnya Dara sedang berada di area public, lalu berbelok ke dalam hotel menuju lift.
Pandangannya tertuju pada sosok yang menjadi penyebab dia berulah beberapa hari ini. Dengan langkah cepat meskipun menggunakan stiletto, Dara berhasil mengejar langkah pria itu.
“Selamat Pagi, Om Tandu eh Pandu.”
Pandu berdecak tanpa menoleh pada Dara yang berjalan di sampingnya. “Profesional, kamu sudah bekerja.”
“Oh iya, Tuan Pandu … masalah kemarin bolehlah ada toleransi. Sumpah deh, saya nggak biasa kayak begitu karena aslinya sifat saya yang lembut, penyayang meski tidak rajin menabung.”
“Lembut dari mananya? Tangan kamu tepat mendarat di hidungku,” ujar Pandu lalu menghentikan langkah begitupun dengan Dara dan kini posisi mereka berhadapan. “Aku yakin itu bukan pertama kalinya kamu memukul seseorang.”
“Ehm, tergantung situasi. Kemarin juga mau mukul keponakan Om Pandu, kalau nggak ingat lagi di acara penting,” ujar Dara lirih.
“Apa katamu?”
“Tidak ada, abaikan saja. Jadi, bisa ya aku dimaafkan. Kata Opa, kita bersaudara dan sebagai saudara sudah seharusnya saling memaafkan dan menyayangi,” tutur Dara lalu tersenyum dengan wajah innocent.
“Ah, permisi,” panggil Pandu pada petugas hotel yang lewat.
“Iya, tuan.”
“Tolong singkirkan dia, agak mengganggu,” ujar Pandu menunjuk Dara.
What!
“Mbak, Dara,” tegur petugas itu. Dara langsung berbalik dan meninggalkan Pandu yang juga sudah mengantri di depan lift.
“Dasar Tandu,” gumam Dara geram.
***
“Dari semalam saya tidak bisa tidur. Ucapan Pak David walau bukan makian, tapi tajam dan isinya penekanan semua. Kamu belum pernah berhadapan dengan dia, hanya berdehem saja auranya sudah serasa mau bunuh diri.”
Ck, lebay kali bapak ini, batin Dara.
“Dara! Kamu dengar tidak.” Leo kembali berteriak membuat Dara terkejut.
“Dengar, Pak.”
“Ck, aku tidak bisa menyelamatkanmu. Kalau ternyata ada keputusan yang mungkin saja merugikan kamu, karena hotel juga dirugikan. Kamu tidak tahu berurusan dengan siapa,” tutur Leo lagi dan Dara hanya mengangguk pelan.
Selanjutnya, ia akan memenuhi panggilan David. Mengekor langkah Leo menuju lantai enam belas. Belum pernah menginjakan kaki di lantai tersebut, saat keluar dari lift pandangannya langsung tertuju pada meja informasi. Petugas di sana tersenyum dan menganggukan kepala, tentu saja untuk Leo.
Perasaan Dara semakin tidak karuan dan detak jantungnya seperti beduk di malam takbiran. Sudah mencoba lebih tenang dengan menarik nafas pelan dan menghembuskannya. Ia tidak masalah kalau tidak bekerja di hotel itu lagi, hanya saja kalau harus sampai dipecat rasanya seakan melakukan kesalahan fatal. Meskipun, memukul wajah tamu tetap saja … salah.
Berjalan di koridor dengan karpet yang terlihat mewah bahkan stilettonya tidak menimbulkan suara saat dia melangkah. Leo menuju salah satu pintu, sepertinya itu ruang kerja David. Mengetuk pelan, lalu membuka pintu.
Dara terus menundukkan wajahnya, pun ketika dia menyapa entah siapa yang ada di sana.
“Leo, duduklah!”
Suara pria dan agak familiar dan Dara yakin itu adalah David, karena tidak ada perintah untuknya duduk maka berdiri tetap menjadi pilihannya. Tidak berani memandang wajah ketiga pria yang duduk di sofa, Leo dan David entah siapa seorang lagi.
“Nama kamu Dara?”
“Betul, Pak.”
“Kamu tahu kenapa kamu berada di ruangan ini, harus bertemu denganku?”
Dara melirik ke arah Leo yang sedang menatap tajam ke arahnya.
“Leo, tenanglah!” ujar David lalu terkekeh.
“Hm, saya sempat berseteru dengan salah satu tamu.”
“Bukan hanya tamu Dara, dia member hotel ini. Anggota VVIP,” ujar Leo menjelaskan. Terdengar decakan, entah David atau pria satunya.
“Kamu bukan hanya berseteru, tapi juga memukul hidungku bahkan sampai berdarah.”
“Eh.” Dara memberanikan diri menatap ke depan, karena suara itu … Pandu.
Alamak, tukang ngadu.
sama ortu gampang banget manggil ""situ,kamu""drastis banget berubahnya 😏
ada saatnya juga kita jangan kalah
semua ada masanya😘
dan terkadang hati juga memungkiri si pemiliknya😉
mau rasa apa saja tersedia banyak disana😘✌️