Perkumpulan lima sahabat yang awalnya mereka hanya seorang mahasiswa biasa dari kelas karyawan yang pada akhirnya terlibat dalam aksi bawah tanah, membentuk jaringan mahasiswa yang revolusioner, hingga aksi besar-besaran, dengan tujuan meruntuhkan rezim curang tersebut. Yang membuat mereka berlima menghadapi beragam kejadian berbahaya yang disebabkan oleh teror rezim curang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoreyum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tekanan yang Tak Terhindarkan
Setelah tanda-tanda pertama dari serangan Bayu muncul, kelompok Haki mulai merasakan tekanan yang lebih kuat dari berbagai arah. Setiap langkah mereka, baik di dunia digital, di jalur hukum, maupun di jalanan, mulai menghadapi rintangan yang semakin besar. Sosok Bayu, yang bergerak dalam bayang-bayang, perlahan memperlihatkan kekuatannya dengan lebih nyata.
Perpecahan yang Diciptakan
Salah satu strategi Bayu yang paling berbahaya adalah upaya memecah belah kelompok dari dalam. Dia tahu bahwa untuk menghancurkan gerakan ini, dia harus membuat mereka saling meragukan satu sama lain. Melalui orang-orang yang telah dia rekrut, Bayu mulai menyebarkan informasi palsu di antara mereka.
Dito adalah orang pertama yang mulai merasakan dampak dari manipulasi ini. Suatu malam, ia menerima pesan anonim yang memberitahukan bahwa salah satu dari anggota kelompok mereka telah bekerja sama dengan pemerintah untuk menjatuhkan gerakan. Pesan itu tidak menyebutkan nama, tetapi Dito mulai merasa curiga.
“Gue nggak bisa biarin ini tanpa gue selidiki,” kata Dito sambil menatap layar komputernya dengan tegang. “Gue harus pastiin siapa yang bisa gue percaya.”
Perlahan tapi pasti, kecurigaan mulai merasuk ke dalam pikiran Dito. Ia mulai merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres di antara teman-temannya. Setiap kali mereka berkumpul, Dito memperhatikan gerak-gerik mereka, mencari tanda-tanda bahwa ada yang berkhianat. Meskipun ia tidak menyuarakan kecurigaannya secara langsung, sikapnya mulai berubah, dan hal ini perlahan menciptakan ketegangan di dalam kelompok.
Di sisi lain, Bayu juga berhasil menanamkan keraguan pada Yudi. Melalui orang-orang yang ia kendalikan, Bayu menyebarkan desas-desus bahwa Dito mungkin bekerja sama dengan pihak pemerintah untuk menyabotase gerakan mereka dari dalam. Pesan-pesan ini masuk ke lingkaran Yudi, membuatnya perlahan-lahan meragukan kepercayaan yang selama ini ia berikan kepada Dito.
Saat mereka berkumpul di apartemen suatu malam, suasana di antara mereka terasa lebih tegang dari biasanya. Meskipun tidak ada yang mengungkapkan kecurigaan mereka secara terbuka, ada rasa ketidaknyamanan yang mulai muncul. Dito dan Yudi, yang biasanya bekerja sama dengan solid, kini saling menyelidik dengan penuh kewaspadaan.
Luvi, yang sensitif terhadap perubahan suasana, merasakan ada yang tidak beres. “Ada yang aneh,” pikirnya. “Kenapa mereka tiba-tiba nggak saling terbuka?”
Namun, sebelum Luvi bisa menyelidiki lebih lanjut, situasi di luar semakin memburuk.
Serangan Langsung dari Aparat
Sementara Bayu bekerja dalam bayang-bayang untuk memecah kelompok dari dalam, aparat keamanan mulai bertindak lebih agresif. Proses hukum yang diupayakan Mayuji di pengadilan mulai mendapat hambatan yang lebih besar. Hakim-hakim yang tadinya netral kini tampak lebih berpihak pada pemerintah, seolah-olah ada tekanan yang datang dari atas.
Suatu pagi, Mayuji menerima kabar mengejutkan dari Rudi, pengacara senior yang membantunya. “Mereka mulai main kotor, Mayu,” kata Rudi dengan nada khawatir di telepon. “Beberapa pengacara yang mendukung kita mundur lagi, dan sekarang ada desas-desus bahwa mereka mulai mengancam keluarga hakim.”
Mayuji terdiam, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. “Jadi, apa kita masih bisa lanjut?”
“Kita bisa, tapi kita harus siap dengan serangan balasan yang lebih kuat,” jawab Rudi. “Pemerintah nggak mau kalah di pengadilan ini. Mereka bakal pakai semua cara buat ngelawan kita.”
Tekanan dari aparat tidak hanya terasa di pengadilan, tetapi juga di jalanan. Setiap kali Haki dan Yudi mengadakan aksi protes, aparat muncul dengan lebih cepat dan lebih brutal. Mereka tidak hanya membubarkan aksi dengan paksa, tetapi juga menangkap beberapa mahasiswa yang ikut terlibat. Ini membuat banyak mahasiswa ketakutan dan memilih mundur dari gerakan.
Suatu sore, setelah aksi yang berlangsung di kampus mereka, Haki duduk dengan wajah letih di salah satu bangku kosong di taman kampus. Yudi, yang juga kelelahan, duduk di sebelahnya.
“Kita makin susah dapet dukungan,” kata Yudi sambil mengelap keringat di dahinya. “Orang-orang takut, Hak. Mereka nggak mau ikut lagi kalau setiap aksi berarti mereka bisa ditangkep.”
Haki menghela napas panjang. “Gue tau. Tapi kita nggak bisa nyerah gitu aja. Kita udah sejauh ini, Yud.”
“Tapi kalau terus-terusan kayak gini, gue nggak yakin berapa lama kita bisa bertahan,” balas Yudi dengan nada serius. “Aparat makin brutal, dan orang-orang makin nggak berani.”
Haki terdiam, menyadari bahwa Yudi mungkin benar. Meskipun mereka berhasil mempermalukan pemerintah di awal, tekanan yang mereka hadapi sekarang jauh lebih besar daripada yang pernah mereka bayangkan.
Bayu Mengambil Langkah Berikutnya
Di tengah ketegangan yang semakin besar, Bayu memutuskan untuk melancarkan serangan yang lebih langsung. Ia tahu bahwa kelompok mahasiswa ini tidak bisa dihancurkan hanya dengan tekanan psikologis dan fisik. Mereka harus merasa ketakutan akan hidup mereka sendiri.
Bayu memulai langkah barunya dengan mengincar Mayuji, yang selama ini menjadi otak dari strategi hukum mereka. Suatu malam, saat Mayuji sedang berjalan pulang setelah pertemuan dengan tim hukumnya, dia merasakan ada yang mengikutinya. Di sudut jalan yang sepi, dua pria muncul dari bayang-bayang dan menghadangnya.
“Kamu Mayuji, kan?” salah satu dari mereka berkata dengan nada mengancam.
Mayuji merasakan detak jantungnya semakin cepat, tetapi ia berusaha tetap tenang. “Iya, ada apa?”
“Kami cuma mau kasih pesan,” pria itu mendekat dengan senyum dingin. “Lebih baik kamu berhenti main-main dengan pemerintah, sebelum sesuatu yang buruk terjadi.”
Mayuji mencoba menahan rasa takut yang membuncah dalam dirinya. “Apa maksud kalian? Siapa kalian?”
Pria itu hanya tertawa kecil. “Kamu tahu siapa yang kami wakili. Ini peringatan terakhir. Kalau kamu terus melawan, kamu nggak akan suka akibatnya.”
Setelah itu, mereka pergi, meninggalkan Mayuji yang masih terdiam di tempat. Meski ia berusaha tetap kuat, ancaman itu jelas terasa nyata. Dia tahu bahwa Bayu kini bergerak dengan lebih agresif, dan serangan berikutnya mungkin tidak akan sekadar ancaman.
Malam itu, saat Mayuji menceritakan kejadian tersebut kepada teman-temannya, semua terdiam. Mereka mulai menyadari bahwa ancaman yang mereka hadapi kini jauh lebih berbahaya daripada sebelumnya. Bayu tidak hanya berusaha menghancurkan mereka secara psikologis dan hukum, tetapi kini dia siap untuk menyerang mereka secara fisik jika diperlukan.
“Jadi apa yang kita lakuin sekarang?” tanya Luvi dengan wajah serius.
Haki, yang biasanya penuh semangat, kini berbicara dengan lebih hati-hati. “Kita nggak bisa mundur, tapi kita juga harus lebih cerdik. Mereka coba bikin kita ketakutan, dan kita nggak bisa biarin itu berhasil.”
Namun, meski mereka berusaha tetap solid, ancaman dari Bayu semakin nyata. Setiap hari, rasa takut mulai merasuk lebih dalam, dan mereka tahu bahwa langkah selanjutnya dari Bayu mungkin akan jauh lebih berbahaya.