Ini kisah yang terinspirasi dari kisah nyata seseorang, namun di kemas dalam versi yang berbeda sesuai pandangan author dan ada tambahan dari cerita yang lain.
Tentang Seorang Mutia ibu empat anak yang begitu totalitas dalam menjadi istri sekaligus orangtua.
Namun ternyata sikap itu saja tidak cukup untuk mempertahankan kesetiaan suaminya setelah puluhan tahun merangkai rumah tangga.
Kering sudah air mata Mutia, untuk yang kesekian kalinya, pengorbanan, keikhlasan, ketulusan yang luar biasa besarnya tak terbalas justru berakhir penghianatan.
Akan kah cinta suci itu Ada untuk Mutia??? Akankah bahagia bisa kembali dia genggam???
Bisakah rumah tangga berikutnya menuai kebahagiaan???
yuk simak cerita lebih lengkapnya.
Tentang akhir ceritanya adalah harapan Author pribadi ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon shakila kanza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari pertama dan terakhir
Di Kediaman Utama.
Haris pulang dari kerja lalu memarkir mobilnya di halaman parkir. Haris melangkah menuju pintu utama saat sampai di depan pintu, nampak pintu terbuka dan tampak Mutia menyambutnya dengan senyum yang selalu di rindukannya.
Haris terpaku di tempatnya, hingga Mutia mengambil tanganya untuk di salimi dan di tempelkan di keningnya, Haris masih terpaku di tempatnya setengah tidak percaya, tangan yang sudah beberapa bulan ini tidak pernah menyalimi dirinya dengan mesrah kini tangan lembut itu menggapainya terlebih dahulu.
"Assalamualaikum Yah..., Capek ya... sini tasnya..."Mutia mengambil tas kerja Haris lalu membawanya ke atas.
Haris mengikutinya dengan kaca-kaca dimatanya seperti mimpi wanita yang di rindukannya di depannya ini, Haris tidak ingin bangun terlalu cepat.
Haris duduk di ranjangnya, lalu Mutia melepas sepatu milik Haris dan meletakkannya di rak sepatu serta menaruh kaus kakinya di keranjang cucian.
Haris memandangi Mutia yang masuk ke Kamar Mandinya, lalu tak lama keluar dari kamar mandi dengan senyum manis di bibirnya." Air hangat sudah siap Yah... Mandi gih... Biar seger... " Kata Mutia lalu masuk ke ruang ganti untuk menyiapkan baju ganti Haris.
Haris masih terpaku di tempatnya hingga Mutia keluar dari ruang gantinya. Mutia tersenyum lalu duduk di sisi Haris.
"Bajunya udah Bunda Kebawah mau masak... " Kata Mutia lalu menepuk pundak Haris agar tersadar dari lamunannya.
Haris terisak di tempatnya lalu menghambur memeluk Mutia, mendekap tubuh yang di rindukan itu dengan erat tak ingin rasanya waktu bergerak pergi meninggalkan momen ini.
Mutia membiarkan Haris menikmati perannya saat ini, Hari ini adalah hari pertama dan terakhir mengukir kisah indah dari rumah tangganya bersama Haris sesuai kesepakatannya kemarin.
"Yah... Mau makan apa?? pengen di masakin apa???"Tanya Mutia melepas pelukan setelah cukup lama.
"Ayah ingin sub buah untuk buka, kemudian makan sup kepala ikan buatan bunda..."Kata Haris sambil mengusap Air matanya.
"Jangan menangis... Katanya ingin mengukir cerita indah... "Kata Mutia tersenyum memandang Haris, Haris tersenyum bahagia melihatnya dan mendengarnya.
"Mari jadikan hari pertama dan terakhir ini indah dan bermakna... Sehingga tidak ada lagi luka dan dendam di antara kita..." Ucap Mutia kemudian berdiri meninggalkan Haris.
"Hari pertama dan terakhir... " Gumam Haris sadar ini tidak akan lama, apa yang di lakukan Mutia bukan sungguhan, itu sikap Mutia yang dulu sering di lakukan saat masih bersama dan saling mencintai, namun itu dulu, sekarang, itu hanya seperti berakting di depannya meski terlihat tulus namun hari Mutia tidak sama cintanya.
Haris menunduk mengambil nafas dalam lalu berdiri menuju ke kamar mandi, biarkan dirinya menikmati kebersamaan ini meski hanya Mutia hanya berpura-pura mesrah terhadapnya.
***
Di meja makan saat adzan Maghrib berkumandang, Haris turun di sana nampak Mutia menyiapkan semua hidangan yang dia mau. Haris duduk dan memandangi di depannya sangat sempurna tatanan meja makanya, aroma masakan yang keluar pun begitu menggoda.
"Hmmm lezat sekali seperti Bun... Bunda memang terbaik... Tidak pernah gagal masalah rasa ..." Puji Haris lalu mereka pun berdoa dan berbuka puasa.
Haris nampak lahap sekali memakan hidangannya hingga tidak ada yang tersisa, setelah makan Mutia membereskan meja makan dan membawanya ke tempat cucian, Haris mengikuti Mutia dari belakang.
Saat Mutia tengah mencuci Haris memeluk tubuh Mutia dari belakang, menghirup aroma tubuh yang amat dia rindukan, aroma khas dari tubuh Mutia.
Mutia dulu amat menyukai ini, tapi itu dulu, sekarang rasanya begitu risih, namun dirinya tetap bertahan. "Sabar... Tahan diri... Ini hanya sebentar..." Kata Mutia dalam hati.
"Shalat jamaah yuk..." Kata Mutia sambil mengurai pelukan dari Haris dan menggandeng Haris ke kamar.
Mereka shalat jamaah bersama lalu melakukan yang dulu sering mereka lakukan di awal-awal pernikahan, membaca Alqur'an bersama hingga waktu Isyak tiba.
Setelah adzan Isya' tiba mereka pun jamaah shalat tarawih ke masjid bersama, seperti saat dulu yang sering mereka lakukan, sebelum Haris berubah menjadi lebih sibuk terhadap keluarganya.
Haris dan Mutia menuju Masjid terdekat dengan rumahnya dengan mengendarai motor besar Haris yang sudah jarang dia pakai. Mereka berboncengan layaknya pasangan muda seperti jaman dulu.
***
Selepas tarawih Mutia dan Haris mengelilingi komplek dengan motornya, lalu tangan Haris mengambil tangan Mutia untuk di minta memeluk dirinya agar tidak terjatuh, setelah puas berkeliling mereka pun pulang.
Haris menggandeng tangan Mutia, rasanya waktu begitu cepat ingin rasanya dirinya menghentikan waktu saat ini juga agar tidak akan berakhir dengan kata pisah pada akhirnya.
Mereka masuk ke kamar lalu menyalakan televisi di kamarnya dan melihat film luar bersama, Haris mendekap Mutia dan mencium kening Mutia mesrah. Dada Mutia rasanya bergemuruh tubuhnya ingin berontak namun dirinya sudah sepakat untuk memenuhi syarat ini.
Haris mengambil wajah Mutia, lalu memandangnya dekat-dekat hingga nafas keduanya bersapa, Mutia gugup harus bagaimana bersikap dan menghindari momen ini.
Mutia terlambat berpikir hingga Haris berhasil menyatukan sesuatu yang lembut di dalam dua baris bibirnya, menyapu barisan giginya, menyelami rasa yang sudah lama mereka tidak arungi.
Mutia terasa kaku di mata Haris namun dia tidak peduli, baginya malam ini Mutia miliknya seutuhnya, hingga Haris menginginkan lebih dari sekedar apa yang barusan dia rasakan.
Wajah itu iya kecup penuh dengan rasa sayang , cinta, rindu dan sedih bersamaan, Haris semakin mengikis jarak hingga Mutia menahan dirinya untuk melakukan lebih.
"Maaf... Apakah harus sampai seperti ini..."Tangan Mutia menahan tangan Haris yang membuka kancing gamisnya.
"Aku... Aku... Aku keberatan... "Kata Mutia terisak tak ingin dirinya di sentuh lebih dari ini, Akting dirinya seharian tadi akhirnya gagal dirinya tidak mau di sentuh lebih jauh lagi.
Haris menunduk menahan hasratnya yang sudah sampai di puncak gunung, kepalanya terasa amat pusing. " Bun... Kumohon... Aku masih Suamimu... Aku sudah menyepakati semuanya yang kamu mau... " Haris memohon pada Mutia lalu menarik Mutia kedalam dekapannya.
Mutia berusaha membuang semua rasa bencinya pada diri Haris, Mutia mencoba berpikir ini adalah ibadah terakhir yang akan di lakukan bersama Haris selama sekian tahun, Mutia pun akhirnya mengangguk dan mengusap air matanya.
"Aku tidak ingin Hamil..." Kata Mutia hingga Haris mengangguk setuju meski hatinya keberatan.
Akhirnya ibadah panjang itu terjadi, Haris menyelimuti tubuh Mutia yang menjadi candu baginya, lalu mengecup pelan kening Mutia yang tengah tertidur pulas.
Haris memeluk tubuh yang setelah esok hari akan menjadi haram baginya untuk di sentuh itu, dengan linangan air mata penuh dengan kesedihan dan kekecewaan pada dirinya karena tidak bisa mempertahankan keutuhan cinta dan rumah tangganya.
****
Sedikit sesak rasa hati ini pas mau nulis bab ini...
Yuk mau, Bun, kak ,yah semuanya yang baca karya ini, jangan lupa jejak kalian ya...
🙏🙏🙏🙏🙏💗
Alhamdulillah senang bngttt
Semoga ada ke ajaiban dan Arsya bisa selamat